Song For You: Audrianna Cole - Lovely

22.1K 1.4K 447
                                    

Chapter 27 | Akan ada kudeta, ya, ampun!

Hari Senin-nya aku mencoba untuk menemui Luca.

Aku nggak mau cowok itu membenci aku. Masalah aku udah banyak di dunia ini, aku nggak mau punya satu musuh baru. Aku nggak mau punya Miranda-Miranda yang lain di dalam hidup aku. Sebab itulah aku berada di sini sekarang. Duduk di salah satu kursi penonton di sayap barat. Aku biasanya duduk di sayap timur. Tapi aku yakin, kalau Luca lihat aku dia pasti bakal kabur. Omong-omong, sayap yang aku lagi bicarain itu sayap tempat duduk penonton pertandingan sepak bola, ya. Bukan sayap yang ada di softex untuk mencegah darah mens tembus ke cawat.

Lihat Luca! Meliuk-liuk seperti ular, melewati teman-temannya yang mau mengambil bola yang ada di bawah kakinya. Dari raut wajahnya saja aku udah tahu dia lagi penuh kemarahan. Uh! Aku takut. Dia mirip The Dark Queen yang ada di film The Huntsman. Tapi nggak apa-apa. Aku harus kuat, aku pasti bisa menghadapi kemarahan Luca. Aku kan Snow White. Hati aku sebersih salju dan kulit aku seputih gula yang manis. Dark Queen akan jadi Light Queen kalau ketemu sama wajah aku yang terang benderang bagai Putri Salju.

Kawaii!

Nggak lama kemudian, latihannya pun selesai. Aku melirik jam tangan aku. Udah mau jam dua. Ya, ampun! Memangnya mereka nggak kepanasan gitu? Latihan siang-siang bolong begini? Aku sih ogah, ya. Nanti kalau aku kena kanker kulit gimana? Sinar matahari di Jakarta kan penuh sama toksin berbahaya. Pantas saja mereka semua kulitnya cokelat begitu. Dasar cowok-cowok aneh. Mereka harusnya menjaga kulit mereka tetap bersih dan bagus. Kecuali yang itu, tuh. Si Farel sama Bram. Itu mah biarin aja gosong. Kan mereka jelek. Well, whatever!

Seharian ini aku susah banget mau ketemu sama Luca karena sekolah aku lagi mengadakan apa gitu, makanya kami semua pulang cepat. Setiap kali aku mau mendekati Luca, cowok itu udah hilang entah ke mana. Kena bom mungkin kayak si Prim. Nah, sekarang, ketika aku melihat dia lagi duduk di lapangan sana, meminum Evian-nya dengan gaya gagah, aku harus ngomong tujuh belas mata sama dia. Itu kebanyakkan nggak, ya? Aku nggak mau empat mata. Aku bukan Tukul!

Coach-nya sepak bola yang namanya aku selalu lupa menutup ceramah panjangnya soal apa gitu karena aku nggak terlalu mendengarkan. Satu persatu cowok-cowok berkeringat anyir itu pergi dari lapangan. Menyisakan Luca yang masih saja sibuk meminum Evian-nya. Aku nggak tahu apa ini kuasa Tuhan atau memang Luca lagi mau lama-lama di lapangan karena mau bikin ritul ala-ala suku Zimbabwe untuk menyantet aku, kini dia tinggal sendirian di sana. Berdiri sambil membuka kaus jersey-nya dengan satu tangan. Ya, ampun! Luca itu juga seksi, you know.

Lupakan soal seksi itu! Aku harus ngomong sama cowok itu sekarang sebelum dia santet aku.

"Luca!" panggil aku, turun ke lapangan bola melalui tangga yang agak curam. Luca mengernyit, dia langsung menyampirkan kaus jersey-nya ke pundak dan siap-siap kabur. "Don't run away!"

Dia nggak jadi run away, dia berdiri kaku aja di sana. Aku pun maju mendekat, mencium aroma Luca yang agak asam dan juga manis. Keringat turun dari tengkuknya, membasahi punggungnya yang seksi. Uh! Aku kangen sama punggung Damon. Punggungnya Damon lebih seksi daripada punya Luca. Tapi, well, yang namanya punggung seksi itu selalu bisa bikin aku horny. Ya, ampun! Tentu aja nggak. Aku nggak mungkin minta Luca ngentot aku di tengah lapangan sepak bola karena aku horny melihat punggungnya yang seksi dan berkeringat.

Emang aku sejalang itu, hmmh? Aku itu Putri Salju. Anggun dan berkelas!

"Bisa nggak kita bicara baik-baik, Ca?" tanya aku gugup. Maju satu langkah lagi agar bisa lebih dekat sama Luca. Bukan buat melihat punggung cowok itu dengan jelas kok. Bukan, ya. Hanya mau mendekat aja gitu. Agar aku bisa mendengar suara Luca yang samar kalau nanti dia mulai buka mulut. "Kayak Selena Gomez dan Justin Bieber. Gue Selena Gomez-nya."

Catch Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang