Part 2 : Rasa

306 31 30
                                    

- Riku POV -

Kutarik napasku berat. Kupejamkan mataku rapat-rapat.

Yogi dan adiknya sudah pulang, sedangkan Yuzuru dan juga Mama telah kembali.

Yuzuru masih terus menatapku dalam diam. Kurasa Mama belum mengatakan apapun padanya.

Yang artinya.. Aku dipaksa untuk menjelaskan ini semua.

"...." Ia membuka bibirnya perlahan, masih menatapku dengan raut tertekan. Namun segera Ia tutup kembali, kemudian Ia alihkan pandangannya ke samping.

Hening. Hanya detakan dari jam dindinglah satu-satunya hal yang dapat kami dengar saat itu.

"..Yuz." Panggilku pada akhirnya.

Suasana mendadak canggung. Ia masih belum menatapku, sedangkan aku hanya menatapnya prihatin.

Mama sudah tertidur pulas di kamarnya. Sofa-sofa di ruang tamu diganti dengan kursi seadanya, ditempati oleh Aku dan Yuzuru.

Aku menghela napas sekali lagi. Baik, ini yang terakhir. Akan kujelaskan semuanya.

"Yuz, dengerin gue." Panggilku padanya. Ia masih mengalihkan pandangannya, lalu bergumam pelan, "Apa?"

Aku menelan ludah canggung. Kenapa jadi kaku begini?

Aku berdehem perlahan.

Kembali kutatap raut wajah semrawut itu takut-takut. Kenapa dia mendadak kesal begitu sih?

"...Tadi sore.. gue ngecek hape Mama, dan gue nemu ini." Jelasku menunjukkan handphone Mama yang tengah membuka sebuah aplikasi, Messaging.

Yuzuru kontan mengalihkan matanya pada suatu pesan yang tertera disana. Matanya terbelalak. Bukan takjub, tapi kecewa. Sama sepertiku.

Ia menggigit bibir bawahnya, menautkan kedua alisnya dan menopang keningnya dengan telapak tangan. Lalu menghela napas panjang sambil beberapa kali berdecih. Apa yang sedang Ia rasakan sekarang? Sedih? Kecewa? Takut?

"...Lo ikut?" Tanyanya masih dengan posisi yang sama.

Aku menunduk pilu. Bagaimana Aku harus menjelaskannya?

"...Gue.. ikut." Ucapku gemetar, mengepal tanganku kuat-kuat. Kini Ia bangkit dari posisi suramnya, membelalakkan mata sambil menatapku dalam diam.

"Kenapa Rik?!" Hentaknya dirundung emosi. Aku menggigit bibir bawahku perih. Ya, perih rasanya harus mengatakan semua omong kosong ini. Tapi, mau tidak mau harus kujelaskan padanya. Untuk yang terakhir.

"...Gue gak bisa bareng kalian berdua terus. Kalau gue tetap disini, Papa bakal lenyap selamanya dari keluarga kita. Dan kalau gue tetap keukeuh untuk menetap disini, gue cuma bakal jadi beban buat kalian. Gue gak peduli kalau lo mau bilang gue bodoh atau apapun, tapi, ngikutin keinginan egois Papa adalah satu-satunya hal bisa gue lakuin sekarang. Gue janji, gue bakal sering-sering mampir kesini." Ucapku meyakinkannya. Ia masih menatapku tak percaya. Ayolah, apa semua hal ini terlalu baru untukmu? Bukankah sejak awal kau memang hanya tinggal berdua dengan Mama? Lalu, apa salahnya jika aku dan Papa kembali menghilang dari kehidupan kalian?

Ah, bodohnya aku.

Tentu saja semua ini salah.

"...Terserah lo deh Rik." Ia bangkit dari kursinya, menekan-nekan keningnya yang menampilkan alis-alis yang masih saling bertaut.

"Gue udah gak mau lagi peduli sama lo. Gue kecewa." Ucapnya kemudian berlalu. Ruangan ini mendadak hening kembali,

Menyisakanku yang masih terisak dalam kesunyian. Ya, hatiku terus meraung-raung mendengar pernyataannya beberapa detik yang lalu. Tapi tak ada lagi yang dapat kulakukan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 17, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BROTHERS [BoyxBoy]Where stories live. Discover now