Part 1 : Positive Thinking, Yuz.

295 34 25
                                    

- Riku POV -

Kuhela napasku perlahan.

Dengan 2 kaleng soda di tanganku, kudekati Yuzuru yang sedang duduk di kursi tunggu dengan-gelisah, kupikir begitu.

"Yuz", kutempelkan kaleng soda itu ke keningnya, membuatnya sedikit mengaduh dengan rasa dingin yang menguar.

"Jir! Apaan sih?" Tanyanya agak terbawa emosi saat mengambil kaleng soda itu dari tanganku.

"Jangan depresi gitu. Mama pasti baik-baik aja kok." Ucapku menepuk punggungnya.

Ia hanya terdiam. Terlihat sedang berpikir.

"...Semenjak gue tinggal bareng Mama, baru pertama kali gue liat dia pingsan." Ujarnya mengerutkan kening.

Lagi-lagi, aku menghela napas. "Kan cuma pingsan. Lo ga usah tegang gitu. Mama pasti baik-baik aja kok." Ucapku menyunggingkan sedikit senyum, kemudian berujar, "Lo harus belajar buat Positive Thinking."

Ia hanya tertegun dengan pernyataanku. Kemudian kembali menunduk.

Gue capek dengan suasana hening gini.

Gue capek liat Yuzuru yang depresi gini. Kenapa sih, dia terlalu kebawa emosi terus?

"Rik," Panggilnya. Aku langsung menoleh kaget dengan "huh" pendek.

"Lo nyembunyiin sesuatu kan dari gue." Tiliknya curiga. Aku menelan ludahku kaget. Bagaimana dia bisa tahu?

"Ngga kok." Jawabku asal. Dia belum boleh tahu sekarang. Aku akan menunggu hingga kepalanya benar-benar dingin dan dia bisa berpikir dengan jernih.

Tanpa diduga, Ia tidak membuat perlawanan lagi. Ia hanya menghela napasnya dan mengarahkan pandangannya ke depan-tanpa memperpanjang urusan.

Dan sekali lagi, Ia membuat sebuah pernyataan yang sama sekali tak kuduga.

Ia hanya sedikit tersenyum, kemudian berkata, "Ya udah. Tapi janji ya, kapan-kapan lo bakal kasih tau gue." --lalu satu hal lain yang sama sekali tak pernah kuduga sebelumnya adalah..

Ia mengelus kepalaku, kemudian berlalu ke toilet.

Kurasakan cairan bening yang perlahan mulai menetes membasahi pipiku, melihat sosoknya yang menghilang di balik tikungan lorong.

Huh? Kenapa aku menangis?

Semakin aku memikirkannya, semakin deras pula cairan hangat yang keluar dari pelupuk mataku.

Tidak. Tidak boleh.

Ini konyol.

Mengapa dadaku jadi sesak begini?

.:.

"Rik, lo jagain rumah sana. Hari ini Papa pulang ya kan?"

"Hah? Papa pulang?"

"Eh? Iya kan?"

"E-eh? Umm, iya juga ya. Papa pulang! Haha, bener.."

"... Inget janji lo ya Rik."

Dan, begitulah. Sungguh absurd.

Tak kusangka aku akan sebegitu gugupnya saat menyimpan rahasia keluarga sendiri.

Kutatap ruang depan rumahku sendiri dengan tatapan lelah. Bagaimana tidak. Apa yang harus kulakukan dengan semua kekacauan disini? Lagipula Papa tak akan pulang tuh. Mungkin nanti Yuzuru bakalan pulang kalau Mama udah siuman.

Tapi.. ugh ayolah. Aku tak punya cukup uang untuk menyewa seorang pekerja yang dapat membereskan semua kekacauan disini.

Kuambil handphone dari saku bajuku. Kulihat waktu yang tertera di sana. Masih pukul 19.00. Kutelepon seseorang yang mungkin akan mau membantuku-atau setidaknya menemaniku membereskan rumah ini.

BROTHERS [BoyxBoy]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum