SATU (start 19 nov)

8.8K 280 26
                                    

SATU

"SHIT!" Sophie menggerutu, sebelah lengannya meraih bantal di sampingnya dan menaruhnya menutupi wajah demi menghalau sinar matahari yang menyeruak kasar dari sela-sela serat vitrase.

Setelah beberapa saat, lengannya yang sebelah lagi menggapai nakas, meraba-raba permukaannya tak sabar sebelum menemukan ponselnya.

Sophie mengintip dari balik bantal, dan saat matanya menatap layar ponsel, ia pun kembali memaki.

Semalam ia pulang dini hari dan menemukan Reza, suaminya, sudah tertidur lelap. Ada sejumput hampa yang membuat dadanya sakit. Apa yang sebenarnya ia harapkan? Reza masih terjaga dengan gusar? Tidak. Reza yang dikenalnya bukan pria semacam itu. Atau, ia mengharapkan Reza menyambutnya dengan cemas? Ah, tidak. Reza terlalu letih dan logis untuk menyia-nyiakan waktu tidurnya yang berharga demi mengkhawatirkan istrinya yang sulit diatur.

Sophie mengerang keras-keras sebelum bangun dan duduk di tepi ranjang. Kepalanya berat dan sakit. Tidak heran mengingat berapa banyak alkohol yang ditenggaknya kemarin malam.

Sekarang, apa?

Sophie memutar pandangan. Kamar ini kosong dan dingin. Ia tahu apa yang kurang, dan ia membenci saat-saat perasaannya begitu galau dan lemah.

Matanya menemukan sehelai kertas di atas nakas. Enggan, ia meraihnya.

Sophie, aku pergi dulu. Ada pesan dari Ella, dia tanya kenapa WhatsApp-nya belum dibalas. Sampai nanti malam.

Bye, Reza.

Sophie melempar kertas itu sembarangan sebelum kembali mengempaskan tubuh ke ranjang.

Sungguh khas Reza, praktis dan tidak bertele-tele. Seberapa susahnya membubuhkan sekadar "love you, honey" atau "miss you, sweety"? Tapi, sekali lagi, beginilah Reza yang Sophie kenal. Reza yang lebih tua darinya tujuh belas tahun itu bukan suami yang hobi mengatur, namun bukan juga suami yang perhatian dan romantis. Ia tahu, tidak adil bila ia meminta Reza berubah sementara ia tak bisa berubah dan menyenangkan suaminya itu.

Hidup begitu membosankan. Mata Sophie terbuka lebar, menatap langit-langit yang dicat putih tanpa cela. Bulu matanya mengayun lentik, masih bersalut maskara dengan titik-titik perak yang membuat matanya kian memukau. Ada bercak-bercak eyeliner hitam membayangi matanya. Namun, ia terlihat seksi dan menggoda dengan tata rias berantakan dan gaun tidur setali serbahitam. Hampir seperti model yang sengaja dirias begitu demi pemotretan untuk majalah pria dewasa.

Ia berusaha mengingat malam kemarin, menggali memorinya di antara kabut abu-abu yang membuat kepalanya pening.

Di antara kabut pekat itu, ia melihat wajah Rasya, salah satu teman dugemnya. Rasya, dengan coretan eyeliner tebal, kulit kecokelatan dengan sapuan bubuk glitter eksotis, dan belahan dada yang nyaris tumpah, separuh menyeretnya ke soft opening kelab milik pacarnya.

Tadinya Sophie ingin menolak, namun saat ia menatap pintu kamarnya, perasaan dingin menyergapnya. Reza tak pernah melarangnya melakukan apa pun yang ia suka. Tidak sekali pun selama enam tahun pernikahannya. Tidak. Reza terlalu dingin, terlalu logis, terlalu berwibawa untuk membelenggu istrinya yang liar dengan rantai emas. Dan Sophie terlalu muak, jenuh, dan butuh sesuatu untuk melupakan bahwa dirinya sedang muak dan jenuh. Pada hidup. Pada semua orang. Pada dirinya sendiri.

Jadi Sophie memutuskan untuk pergi, mengenakan gaun malam hot sewarna sampanye yang sebenarnya ia beli untuk acara makan malam dengan Reza. Acara makan malam yang hanya ada dalam benaknya belaka karena akhir-akhir ini Reza benar-benar sibuk dengan urusan restoran, bisnis keluarga yang kini dipegang penuh oleh suaminya.

ANGEL (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang