8

174 12 0
                                    

Langit biru prematur pukul tujuh. Sepeda trail hijau dengan gesekan rodanya menggema di lapangan sepak bola sebuah sekolah. Ini bukan hanya antara satu sepedah trail hijau itu saja, tapi satu trail lagi berwarna orange di sampingnya. Gemuruh siswa lelaki dari samping lapangan begitu riuh. Ini jelas sekali menandakan ajan adanya sebuah perlombaan. Di balik helm yang dipakai dua orang petarung tadi terlihat sorot mata dingin dari keduanya. Sementara para siswa lelaki berteriak - teriak saking girangnya, doni hanya menatap nanar ke motor trail hijau disebelahnya.

"Nga, udah gua bilangin ngapain sih ngeladenin brian? Dia itu ular. Emang taruhanya apa sekarang?"

"Udah. Loe diem aja. Ini urusan gua. Taruhan nya menarik makanya gua ambil race ini."

"Yaudah. Gua percaya lo nga. Good luck."

Doni menepi ke pinggir lapangan, dalam hitungan ketiga dua motor trail saling berpacu memutari lapangan sepak bola sekolah sebanyak sepuluh kali. Salip menyalip dan tikung menikung terjadi dengan selisih yang tipis. Sampai pada putaran ke tujuh angga mengalami sengolan dengan brian, seketika itu motor angga langsung oleng dan angga terpental dari motor trail hijaunya. Doni langsung berlari menuju angga. Para siswa yang dari tadi berada di pinggir lapangan juga ikut berlari mengikuti doni. Darah mengucur di bibir angga, seragam sekolahnya kotor dan terdapat beberapa sobekan. Tangan dan kakinya berdarah. Miris.

Iringan dan deru suara ambulan meninggalkan sekolah. Brian sudah dituntut memberi penjelasan di ruang kepala sekolah. Suasana di sekolah saat itu sedang tidak kondusif, kubu angga dan kubu doni saling serang ucapan frontal. Sarah yang terlihat cemas juga tak bisa menahan tangisnya meratapi pujaan hatinya terluka, sampai-sampai ayu dan maya menenangkan dia.

Saat dua kubu sudah berkumpul di aula dimas dengan ketegasannya menginstruksi mereka agar tetap tenang. Dia ketua osis disini, jadi setidaknya teman-teman nya harus mendengarkan dimas.

Di sebuah perpustakaan, di bangku paling ujung. Devy sedang membaca dengan tenangnya. Dia terlalu serius sampai ia tak tahu kasak kusuk di sebelahnya. Devy memutuskan keluar dari perpustakaan, dia berniat pergi menemui dimas untuk menyerahkan hasil catatan untuk lomba yang ia buat barusan. Devy sempat binggung, kenapa murid-murid terlihat gelisah.

"Dev,..."

"Dim, ini catatannya...ka.."

"Dev, sekarang gua anterin pulang. Kita ke rumah sakit sekarang. Oke"

"Mak...maksudnya apa? Aku bingung deh"

"Angga. Dia balap sama brian dan jatuh. Ayok gua anterin loe."

Devy seakan masih mencerna kata-kata dari dimas. Mereka memasuki mobil dimas. Dimas tetap menyetir dengan tenang. Dalam hati, devy masih binggung dengan tindakannya ini. Angga kecelakaan, tapi apa devy boleh berada disana sementara sifat angga begitu dingin padanya, tapi bagaimanapun devy tetap menghawatirkan angga. Mobil brio dimas memasuki sebuah kawasan rumah sakit elit. Dimas dengan sigap mengajak devy untuk masuk bersamamya. Devy begitu gelisah memasuki lorong demi lorong rumah sakit, itu terlihat sekali dengan wajah pucatnya dan tanganya yang bergetar dan dingin. Dimas yang mengetahui itu langsung mengandeng devy walaupun devy menolak dengan halus dimas tetap mengandeng devy. Mereka tiba di depan ruang UGD terlihat sosok wanita disana. Itu bundnya angga batin devy.

"Devy..."

"Tante"

Devy berlari memeluk tante ira bundanya angga. Devy menangis di pelukan tante ira. Tante ira terlihat lebih tegar. Dimas yang menyaksikan itu tak heran dia kan taunya devy pacar angga jadi wajar kalau mereka udah kenal. Dimas memutuskan kembali ke sekolah karena telpon dari guru bk nya.

"Tante, dev....aku pamit dulu ya, tadinya mau liat angga tapi masih diperiksa. Ini aku di tunggu bu retno. Buat ngasih penjelasan."

"Makasi ya nak dimas"

"Iya tante...dev gua cabut dulu ya."

"Dim, makasi. Ati-ati dijalan"

Dimas meninggalkan rumah sakit dan menuju sekolah. Tante ira menggiring devy duduk di kursi sebelah mereka.

"Dev, kamu masih cinta sama angga?"

Devy hanya menangis sambil berusaha menenangkan hatinya.

"Tante ngerti kalian berdua masih dalam perasaan yang salah, ini semua salah kami. Mamamu dan tante. Kami menjodohkan kalian yang masih smp. Angga frustasi sampai nyalahin kamu atas perjodohan ini, karena kamu mencintai dia dulu. Angga makai doping karena ditinggal cindy
, tapi om yang seorang polisi gak bisa diem gitu aja liat anak lelakinya kayak gitu. Angga di rehabilitasi dan dia nyalahin kamu penyebab kekacauan ini."

"Iya tante. Ini emang salah aku. Harusnya dulu aku menolak perjodohan ini seperti halnya angga, aku jahat tante. Aku yang bikin angga benci sama aku. Aku yang udah bikin cindy pergi dan ninggalin angga. Angga cinta banget sama cindy tante."

Devy menangis di pelukan tante ira. Rasanya perasaan devy begitu lega berbagi cerita bersama tante ira.

Bukannya dalam cinta tidak ada hal yang salah. Setiap orang berhak mencintai siapapun dan dengan keadaan apapun. dibandingkan harus bersikap sok suci, lebih baik tetap jadi diri sendiri. Terkadang hitam lebih nyaman dipandang daripada putih.

Why, You ?Where stories live. Discover now