2. Juna

159 9 1
                                    

Dia Juna, Arjuna Reksa Dolohov. Absen tiga, lahir tanggal 8 Agustus 1999, ranking dua dikelas dan sembilan paralel, artinya dia satu peringkat di bawahku.

Tidak, aku bukannya senang dia berada tepat di bawahku. Sebaliknya, karena posisi  peringkat tersebut, aku banyak mendapat kesulitan. Dan semua kesulitan itu datangnya dari Juna.

Entah, kupikir-pikir aku mulai diganggu olehnya sejak pengumuman peringkat kenaikan ke kelas sebelas. Semenjak itu dia jadi sering mengangguku.  Ada saja tingkahnya , tiap bertemu denganku, dia pasti cari-cari masalah. Untungnya bukan jenis menganggu yang berupa kekerasan.

Nah, itu dia. Lelaki yang memakai rapat tudung hoodie ditengah panasnya hari. Sedang bercengkrama dengan Hanan dan Aprik di bawah papan tulis, menggelosor di lantai yang berkarpet.

"Eh! Luna! Minta jajannya,dong!" Tuh, ada saja tingkah dia kepadaku. Baru saja aku melepas sepatu didepan pintu, belum masuk kedalam kelas. Kutatap Juna dengan bosan, dan kulempar kripik pisang yang kubawa kepadanya.

"Wah! Makasih, Tante. Coy, ada wisatawan yang kasih kita pisang. Mau nggak?" Dibuka bungkus kripik pisang yang kulempar dan disodorkan pada Aprik dan Hanan.

"Makan aja, aku nggak mau, Nan. Takut udah kadaluarsa."  Celetuk Juna kepada Hanan keras sekali, sehingga satu kelas bisa mendengar. Padahal aku lewat tepat depan hidungnya.

Aku melirik pada Selly, menyatakan pembuktian 'tingkah Juna mana yang menunjukkan dia sedang mendekati seorang cewek?'. Kalau mau mendekati, bukan seperti itu pastinya. Alih-alih mengucapkan kadaluarsa, kalau niatnya mendekati, harusnya bilang seperti: takut diabetes, soalnya yang ngasih manis banget, atau kalimat gombal lain yang merefleksikan rasa suka.

Selly mengangkat bahu dan pergi ke bangkunya.  Tepat ketika aku duduk di kursi, bel berbunyi tiga kali lagi. Juna bangkit berdiri, mengulur badan sebelum melepas hoodie.

Mata kami bertemu, Juna tersenyum lalu ia berjalan menuju bangkuku. Sial.

"Hai!" Sapanya "Hari Kamis ini kosong nggak?" Juna bertanya dan ia sekarang duduk di kursi Rara, tepat didepan bangkuku.

"Ada apa?" jawabku tanpa melihatnya. Aku sedang mencari-cari LKS Kimia didalam tas.

"Kamis malam? Penting, nih" tanya Juna dengan nada agak terburu-buru, kutatap Juna dan mengerutkan dahi. Menilai apakah ia sedang bercanda atau tidak. Juna sekarang berwajah anteng, nampak serius tanpa senyum tengil.

"Iya, ada apa?" tanyaku pada akhirnya, setelah mengamati cukup lama.

"Mau gabung club Ngepet, nggak? Aku mau join tapi syaratnya harus berpasangan. Ntar aku yang jagain lilin, deh."

Nah? Ngaco. Juna memang seperti itu, menjahiliku dengan sesuatu yang sangat tidak penting. Suka  bikin naik darah. Tiap kali mengajak bicara, pasti tentang sesuatu yang sangat tidak mengandung arti. Sering juga ia memanggil namaku tanpa kepentingan apa-apa.

Aku berusaha mempertahankan wajah serius, lalu menjawab, "aku yang jadi babinya?"

"Boleh" jawab Juna juga masih tidak tersenyum.

"Boleh?" jawabku sok tertarik, lalu kulanjutkan dengan mengumpat, "matamu!"

"Widiiih! Good syekali, nak! Tidak sia-sia kau duduk sebangku bersama ibunda!" meja digebrak oleh Yola yang baru saja datang dan mendengarkan aku mengumpat. Yola bersedekap menyombongkan diri, seolah pengaruh yang ditularkan kepadaku adalah hal yang baik.

"Kasar amat"ucap Juna. Aku mendecih dalam hati, apa pedulinya kalau aku kasar!  Buku kimia kubuka asal-asalan, aku kesal.

"Eh, Lun. Dilihat-lihat, lubang hidungmu besar juga ya?" lanjutnya ,kali ini dengan wajah tengil, tidak kapok kulempari umpatan kasar.

LALUNA || High School CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang