1. Luna

189 11 1
                                    

Hai, aku Luna. Laluna Werida Aghni. Baru saja naik ke kelas dua belas beberapa minggu yang lalu, tapi sudah disibukkan dengan tugas-tugas. Saat ini saja Bu Atma, guru Matematika, memberikan tugas untuk mengerjakan lima latihan soal.

Lima latihan, bukan lima nomor.

Padahal meja belajarku di rumah belum dibersihkan dari ceceran kertas-kertas untuk menghitung molalitas, tugas mata pelajaran Kimia.

Disebelah kiriku, ada Yola. Dia sedang menyalin catatan Matematika dari papan tulis, sedangkan anak-anak lainnya sudah mulai mengerjakan Latihan 1. Aku sendiri sudah hampir sampai nomor enam. Yola dari tadi sibuk memainkan ponsel,sih. Aku sendiri heran, kok masih bisa dia main-main begitu ditengah padatnya aktivitas kelas dua belas. Kadang sampai ku marahi, sebab dia taruh tugas-tugas yang membludak di prioritas nomor dua, dikalahkan oleh music-video boyband Korea yang dia gandrungi.

Kalau sudah sampai batas keteteran, ujung-ujungnya juga aku yang akan direpotkan. Seringkali Yola menginap dirumahku malam sebelum ulangan harian atau ujian-ujian lain yang sudah terjadwal. Seperti kemarin malam, aku dilarang tidur sampai dia benar-benar memegang bahan yang akan diujikan. Ujian hari ini adalah mata pelajaran Kimia, sebentar lagi, setelah istirahat yang belnya akan berbunyi dua menit lagi.

Ku tarik tanganku keatas dan menolehkan kepala ke kanan-kiri. Peregangan sangat dibutuhkan sebelum leher dan punggungku menjadi kaku. Ada bunyi kretek dari tulang-tulang yang tertarik, ah, rasanya lega.

"Lun!"

Aku menjingkat dan reflek menghadap kebelakang ketika ada yang mencolek bahuku, itu Sara, gadis yang perawakannya semampai dan berwajah agak ke-araban. "What?"

"Nomer ini gimana caranya?" tanya Sara, telunjuknya terarah ke soal nomor 2 pada buku tugasnya. Tulisan Sara parah sekali, saking penuhnya dengan angka-angka yang tidak tersusun rapi, aku sampai tidak bisa membedakan mana yang soal dan mana yang jawaban.

Saat aku mencoba memahami tulisan Sara, bel berdering tiga kali. Waktunya istirahat pertama.

"Aah, tulisanmu. Nih, lihat aja punyaku. Pahami dulu aja, nanti aku jelasin." Kataku pada Sara yang langsung bermuka masam. "Janji, deh. Hehe, laper" lanjutku.

Yola sudah berdiri dan berkacak pinggang menghadapku, meninggalkan catatannya yang belum selesai. Dia tersenyum tengil ketika melihatku mendecakkan lidah. "Ayo! Nanti keburu rame" dan ia tarik tanganku menuju keluar kelas.

"Santai,dong." protesku karena aku sampai berlari kecil mengikuti langkah Yola yang terburu-buru. Jarak antara kelasku dan kantin tidak jauh, makanya aku dan teman-teman sekelas sering mendapat kesempatan emas untuk tidak mengantri terlalu lama. Asalkan begitu bel berbunyi langsung melesat menuju kantin. Palingan yang menjadi saingan mengantri cuma anak dari kelas MIA 3, karena cuma dua kelas itu yang jaraknya paling dekat dengan kantin.

"Nasi soto satu sama air mineral, berapa Mbak?" tanyaku kepada Mbak Puji, salah satu penjual di kantin.

"Sembilan ribu" mangkok soto yang ku pegang, kutaruh diatas meja terdekat. Lalu merogoh saku, kuangsurkan pecahan sepuluh ribu rupiah kepada Mbak Puji. Ia bilang tidak ada kembalian maka aku bilang, "yaudah, aku ambil keripik pisang aja."

Ketika aku keluar dari dalam kantin Mbak Puji yang mulai sesak, Yola sudah menunggu di salah satu bangku panjang, belakang sendiri dan dekat dinding. Disana juga sudah ada Selly yang membeli nasi padang di kantin Bu Pur. Yola melambaikan tangan begitu melihatku berjalan menghampiri. "Wah, gercep banget dapat tempat disini." ujarku.

Yola menyombongkan diri, betapa hebat dirinya dalam hal menyelinap, setelah ia mengataiku, "bacot, duduk!" terlebih dahulu.

"Hush!" kataku sambil meninju pelan lengannya, Selly tertawa.

LALUNA || High School CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang