Dimitri menemukan Syna tidur membelakanginya. Istrinya meringkuk bagai bayi malang tak berdosa. Tidak ada isak tangis. Hanya keheningan yang mencekam hati Dimitri. Dimitri ikut merebahkan diri di sebelah Syna. Tangannya membelai rambut halus Syna. Kemudian mendekatkan dirinya dan menenggelamkan wajahnya pada harum rambut Syna, sementara tangannya memeluk tubuh Syna dari belakang.

"Tolong biarkan aku pergi, aku tidak bisa melanjutkannya lagi. aku akan mengabarimu jika aku hamil." Seperti yang sudah bisa Dimitri tebak, Syna menangis dalam diam. Suaranya serak dan itu lebih menyakitkan. Dimitri semakin mengeratkan pelukannya. Walaupun Syna benar, mereka hanya tinggal menunggu sampai bulan depan, Dimitri tidak menyukainya. Syna istrinya dan tempat seorang istri adalah di sebelah suaminya.

"Kau pikir aku bisa membiarkannya? Selama kau menjadi istriku kau akan tinggal bersamaku."

"Aku hanya istri kontrak untukmu, dan tugasku hanyalah memberikanmu anak, biarkan aku tinggal di apartemenku sendiri. Aku akan memohon bila perlu berlutut padamu," Syna membalikkan tubuhnya dan Dimitri bisa melihat bagaimana airmata menggores kecantikannya. Betapa ia memang pria brengsek.

"Oh Syna," Dimitri selalu melihat Syna adalah perempuan kuat dan percaya diri. Tapi saat ini, Syna terlihat serapuh bayi kucing. "Aku minta maaf sudah berlaku kasar padamu. Tapi Syna aku tidak bisa membiarkanmu pergi." Dimitri mencium mata Syna yang basah.

"Tapi kenapa? Kita sudah berhubungan dan aku tidak ada gunanya lagi untukmu."

Tidak ada gunanya, Syna mengatakan seolah-olah dirinya hanya barang yang akan dihempaskan jika sudah dipakai. Tapi Dimitri tidak bisa menyalahkan Syna atas pemikirannya. Bukankah ia memperlakukan Syna seperti itu? Andaikan Syna tahu, perempuan itu sudah menguasai setiap sel tubuh Dimitri, apa yang yang akan ia katakan.

"Kau istriku bukan barang yang akan dibuang jika sudah terpakai?"

"Bukankah memang seperti itu hubungan kita sejak awal!" Jika Syna pernah bertemu dengan orang yang paling membingungkan, Syna yakin dia tidak ada apanya dibandingkan Dimitri.

"Aku suamimu, apapun yang mendasari aku adalah suamimu Syna."

"Aku tahu tapi hubungan kita tidak pernah seperti suami istri."

"Syna," Dimitri menangkupkan wajah Syna, tubuhnya menindih Syna."Kita bisa mengubahnya, aku memang brengsek. Tapi kita bisa berteman baby." Dimitri kemudian mengcup bibirnya. Dan mengubah kecupan itu menjadi ciuman manis.

"Dim."

"Sshh... kita bisa mencoba berteman baby, jangan katakan hal-hal untuk pergi dariku," potong Dimitri.

"Aku benar-benar tidak mengerti akan dirimu."

"katakan kau mau mencoba."

Syna terdiam, kata berteman itu menggiurkan untuknya. mungkin berteman jalan yang terbaik saat ini daripada saling mengumbar emosi setiap hari.

Syna mengangguk,"aku rasa itu lebih baik."

"Syna," Dimitri mencium bibir istrinya."Aku senang mendengarnya," ungkapnya. Dimitri kembali melumat bibir Syna, menyapukan lidahnya pada bibir Syna. Pinggulnya menekan pinggul Syna. Kedekatan mereka dan ditambah rasa haus Dimitri akan Syna yang tidak pernah terpuaskan melesatkan gairah Dimitri.

Syna mendelik ketika ada sesuatu yang keras menusuk perutnya. Apalagi kemudian Dimitri menciumnya dengan panas. Tangan Dimitri meremas sebelah payudaranya sementara tangannya yang lain menelusup kebalik celananya.

"Dim, saat ini... saat ini bukan jadwal kita." Syna mendadak gugup. Tapi suara hampir mirip desahan. Dimitri selalu membuat otaknya tidak bisa berpikir. Dan ketika Dimitri meminta, Syna selalu susah mengatakan tidak.

Stupid WeddingOnde histórias criam vida. Descubra agora