Lucian mulai menggerakkan telunjuknya, mencoba menghitung bintang-bintang. Awalnya, Ia menganggap bodoh hal ini. Maksudnya, tidak mungkin bisa menghitung bintang-bintang? Tapi, lagi-lagi, Gabriella mengubah pandangannya akan hal itu.
Melihat bintang-bintang di langit malam, mengingatkan Lucian tentang gadis itu.

"Wah, bintangnya bagus banget," puji Gabriella saat Lucian membawanya ke taman dimana khusus hanya untuk mengamati bintang-bintang. Gabriella dapat melihat betapa banyaknya orang yang berada di taman itu sambil membawa teropong masing-masing.

"Coba tebak. Menurutmu,itu rasi apa namanya?" Tanya Lucian dan menggenggam hangat tangan Gabriella.

Gadis itu mengamati rasi yang ditunjukkan Lucian dengan tajam.
Rasi apa ya?, pikirnya bingung.

"Err.., Andromeda?"

Lucian tertawa.
"Bukan. Ayo tebak lagi,"

Kali ini, Gabriella berpikir keras.
"Err.. Rasi Scorpio?"

Lucian tersenyum dan mengusap lembut rambut Gabriella.
"Hm.. mendekati. Tapi bukan itu. Ayo,coba tebak lagi,"

Gabriella mencebikkan bibirnya, tanda gadis itu sangat kesal.
"Aku tidak tahu, Lucian."

"Oke,oke. Aku akan beritahu. Jangan cemberut oke? Rasi itu adalah Rasi Pisces."

"Rasi Pisces?"

"Yap. Rasi Pisces adalah rasi dari zodiak yang kau miliki,Gab. Nah, setiap melihat Rasi bintang ini, aku selalu teringat dirimu. Maksudku, kau kan berzodiak Pisces."

Entah kenapa, Gabriella merasa tersentuh dengan perkataan Lucian.
Gabriella sangat tau, bahwa Lucian bukanlah pria yang bisa mengumbar kata-kata romantis ataupun menjelaskan perasaannya.

"Terimakasih sudah mengingatku,Lucian. Jika saja, kau tidak ada,maka aku--"

'"--Ssh. Tidak,Gabriella. Seharusnya, aku yang berterima kasih. Kau telah membawa cahaya lagi di hidupku. Jika saja kau tidak datang menyelamatkanku dari usahaku untuk membunuh diriku sendiri, aku takkan ada disini."

Keduanya diam, berusaha menyelami pikiran masing-masing. Hingga akhirnya, Gabriella membuka mulutnya untuk berbicara.
"Besok pagi, mereka akan mengoperasiku. Aku..aku takut,Lucian. Mereka bilang jika aku memilih untuk operasi, persentase kemungkinanku untuk hidup hanya 10% saja,Lucian. Tapi aku akan tetap berjuang, biarpun hanya 10% saja." Katanya pelan. Ada terselip nada penuh keberanian di perkataanya.

Lucian mematung.
Ia tahu betapa beresikonya, operasi yang akan dijalankan Gabriella. Awalnya pria itu ingin gadis itu menolaknya. Lucian berusaha bersikap realistis. Kemungkinan hidup sebanyak 10% hanyalah harapan semu belaka. Tapi melihat Gabriella yang begitu semangat, mau tidak mau Ia menyetujuinya. Demi Gabriella-nya, Ia rela mengorbankan apapun.

"Apa yang lo lakukan disini, Lucian?"

********

"Apa yang lo lakukan disini Lucian?" Tanya Alex heran, saat melihat Lucian berdiri di depan balkon dengan tatapan menerawang.
Alex dapat melihat betapa kagetnya Lucian saat melihat dirinya.

"Bukan urusan lo,Alex. Ngapain lo disini?" Balas Lucian dingin.

Alex mengepalkan tangannya. Niatnya semula hanya mengatakan agar kakakknya itu segera tidur, tapi batal melihat sikap ketus Lucian.
"Terserah gue dong. Bukan urusan lo juga kan?" Balas Alex sengit.

Lucian hanya menatap Alex datar lalu berjalan meninggalkan balkon.

"Apa lo mencintai Lucy?" Tanya Alex tiba-tiba.
Sesaat, Alex merutuki kebodohannya.
Ia sendiri bingung. Dari ribuan topik, kenapa Ia harus membicarakan Lucy pada kakaknya ini. Tapi bagaimanapun, Ia harus tau. Karena ini menyangkut Lucy-nya.

IF ONLYWhere stories live. Discover now