Bab 3; 운명

1.5K 96 14
                                    

Cho Kyuhyun mengumpati belanjaannya setelah sampai di pom bensin untuk mengambil jeligennya. Dasar kurang ajar sekali, dipikirnya aku pengemis apa? Kyuhyun komat-kamit di sepanjang jalan menuju flatnya. Hampir saja ia pingsan karena sekarang perutnya kelaparan. Demi Tuhan, Kyuhyun benci orang kaya sombong!

Bagaimana pun Kyuhyun punya harga diri. Tidak seorang pun berhak atas kehidupannya sendiri. Tapi barusan, di E-Mart ia bertemu orang songong.

"Sulit dipercaya," Mulutnya kembali komat-kamit sambil menenteng kantong plastik dan jeligen bensin. Mirip orang depresi yang kehilangan mobil bututnya.

Ya, mobil butut. Kyuhyun hampir lupa menelepon bengkel untuk mengambil tebeng-tebeng di rumahnya. Kyuhyun rindu Zoozoonya. Tapi lagi-lagi ia ingat si berengsek di E-Mart tadi. Ia kembali mengumpat.

***

Mungkin dari sekian ribu kata di dunia ini yang indah, orang-orang lebih suka kata 'takdir'. Entah mereka bertemu atau pun berpisah dengan takdir. Terkadang semua yang harus dibuang jauh, itulah takdir. Mereka datang tanpa paksaan.

Sama halnya ketika Kyuhyun sampai flatnya. Kakinya bertarung dengan puluhan anak tangga besi yang nyaris keropos. Susahnya hidup di lantai atas memang seperti ini. Kyuhyun tahu betul, Jungnang tidak sebagus Gangnam atau pun Myeongdong. Apa-apa di Jungnang itu murah. Hidup di Seoul memang tidak semudah di Incheon atau di Jeonju. Serba mahal.

Jadi setelah Kyuhyun mendapati pintu flatnya sedikit menganga, ia berpikir sejenak. Aku ingat betul bahwa aku menutup pintu, tidak membiarkannya terbuka. Ini bukan musim gugur, angin tidak mungkin sekencang ini kecuali engsel pintu rusak.

Cho Kyuhyun ragu. Dengan perasaan was-was ia membuka pintu rumahnya dan tersentak. Seseorang dengan jaket kulit mahalnya sedang duduk di kursi dan menghadap jendela.

Kyuhyun terkesiap. "Siapa?" Ia bertanya lantang. Tapi tunggu, sepertinya postur tubuh pria asing itu malah terlihat tidak asing. Sepertinya Kyuhyun pernah melihat yang seperti itu.

***

Meskipun sedang kesal setengah mati--bagaimana tidak, seseorang menolak uangnya, dan itu terjadi pertama kali dalam kehidupannya--Siwon bersyukur bahwa Cho Kyuhyun orang miskin. Siwon tahu kelemahan orang yang hidup pas-pasan. Jadi ia bersyukur karena terlahir kaya. Setidaknya Siwon juga sedikit menyesal kenapa harus nilainya yang jadi korban. Ini salah gadis-gadis kampusnya.

Setelah Siwon menemukan rumah Cho Kyuhyun--yang artinya kaki Siwon harus bengkak gara-gara tangga curam yang sudah tua--Siwon mengetuk pintu rumah Kyuhyun.

"Halo," Ketuknya yang pertama. Tak ada sahutan.

"Permisi." Masih sama.

"Ya Tuhan...." Siwon bukan tipe pria yang sabar sebenarnya. Lakunya yang sedikit angkuh dan raut wajahnya yang manis sangat tidak cocok untuk ukurannya. Siwon sedikit kaku. Tapi bagi Changmin, Siwon satu-satunya teman masa kecil paling menyenangkan.

Choi Siwon tidak bisa meredam hasrat ingin menendang pintu rumah Cho Kyuhyun. Tapi tunggu, ia ingat kata-kata pria di E-Mart yang mengatakan tentang kesopanan. Ia berdecak sebal. Kenapa sial sekali aku.

Dengan perasaan gundah, Siwon mencoba memutar-mutar knop pintu--barangkali yang punya rumah sedang tidur di dalam atau semacamnya. Siwon mau tanggung jawab semisal apapun terjadi pada dirinya. Ia bersumpah. Tapi benar dugaannya. Rumah ini tidak dikunci. Jika Kyuhyun tidur, pasti ada di kasur dan jika Kyuhyun mandi, mungkin ada suara air bergemericik. Tapi kedua-duanya memiliki kemungkinan nol. Siwon sudah berkeliling dan hanya menemukan kamar Cho cerdas Kyuhyun itu berantakan. Siwon menemukan tebeng-tebeng bertumpuk di ruang tengah. Kamarnya--Siwon hanya mengintip--tidak ada orang.

InkonfesoWhere stories live. Discover now