Argumentasi yang bagus, bahkan aku pun bingung bagaimana membalasnya. Kulirik Rein yang sedang tersenyum bangga atas ucapan adiknya. "Maaf ya, Kana. Adikku ini memang keras kepala. Biarlah kami menemani kamu sampai ada yang datang menggantikan kami."

Oke. Aku mengaku kalah. Mau tak mau aku mengangguk setuju. Mereka kembali berceloteh riang. Aku senang mendengarkan mereka, percakapan ringan namun menunjukan hubungan baik kakak beradik itu.

Tak lama kemudian, pintu kamarku dibuka dengan suara yang membuat aku hampir melompat dari tempat tidur. Dan sahabatku menghambur masuk dan memelukku.

"Astaga, Kirana... Ini rumah sakit. Jangan berisik begitu dong." Suara kak Rio terdengar dari depan pintu.

Aku menepuk-nepuk ringan punggung sahabatku. "Ki. Sakit, Ki." kataku setengah geli.

Kirana dengan canggung langsung melepaskan pelukannya. "Sorry, Ka. Refleks." sahutnya sambil menyunggingkan seulas senyum penuh kekhawatiran. "Lo ngga apa-apa, kan?" Kirana mengusap pelan perban di kepalaku.

Kak Rio yang sudah tiba di sebelah Kirana mencubit gemas pipi Kirana. Aku tertawa pelan. "Aku baik-baik saja. Cuma luka sedikit. Jangan khawatir begitu." Lalu aku menggoyangkan kepalaku ke samping. "Itu Renata dan kakaknya Reinhart."

Kak Rio mengulurkan tangannya. "Rio Diantara." Ia memperkenalkan diri dan kemudian menunjuk Kirana. "Dan ini Kirana."

Reinhart terdiam sesaat. Kemudian tertawa riang. Tawanya memunculkan sepasang lesung pipi yang mengingatkanku pada seseorang dari masa lalu. Orang yang sangat aku rindukan.

"Rio Diantara. Putra tunggal Freddy Diantara?" Kak Rio mengangguk bingung. "Aku tak pernah menyangka akan bisa bertemu lagi denganmu."

Aku menatap kedua pria itu dengan bingung. Mereka saling kenal? Tapi kak Rio sepertinya bingung dengan ucapan Rein. Ada apa ini?

Reinhart menoleh dan tersenyum pada adiknya. "Rena. Coba tolong belikan minuman buat kita semua ya. Kakak mau ngobrol sebentar dengan mereka." katanya dan disusul anggukan Renata. Kirana memutuskan untuk menemani Renata. Tapi dari tatapannya aku tau ia akan menagih cerita nanti.

"Kamu lupa padaku, ya, Rio?" Tanyanya lagi kali ini dengan cengiran penuh percaya diri.

"Kak Dion?" Panggilku. Wajahnya memang berubah. Tapi lesung pipi dan cengiran itu tak pernah aku lupakan. Kak Rio langsung mengalihkan wajahnya menatap sahabat lamanya itu, berusaha meyakinkan diri kalau itu benar-benar Dion.

Dion menghela nafas. "Jadi ini benar kamu ya, Kana." Suaranya berubah menjadi sangat lembut ketika memanggil namaku. "Tuan putri mungilku sudah dewasa." Tangan besarnya menyentuh ringan pipiku. Aku tersenyum penuh haru mendengarnya.

"Kenapa gue ga pernah bisa nemuin lo? Gue udah cari ke semua sumber yang bokap gue punya tapi ga ada satu pun tentang lo." Kak Rio menarik kursi dan duduk di sebelah kanan ranjangku. Sedangkan kak Dion berdiri di sisi kiri ranjangku.

"Karena sudah tak ada lagi anak bernama Dion Mahendra. Aku diadopsi untuk menggantikan seorang anak bernama Reinhart Putra Raharja yang wajahnya persis denganku. Ia meninggal karena sakit. Ayahku mengadopsiku untuk menggantikan Reinhart agar ibuku tak hidup dalam keterpurukan. Walaupun tak bertahan lama sampai akhirnya ibu pun menyusul Reinhart. Ini penting, Rio. Hanya ayahku dan pengacaranya yang tahu soal ini." Kak Dion menekankan kalimat terakhirnya. Secara tak langsung meminta kami untuk merahasiakannya.

"Minumannya datang nih!!" Seru Kirana dari depan pintu saat Renata membuka pintu. Kirana memang gadis yang cepat tanggap. Ia bisa menebak kalau ada rahasia yang akan kami bicarakan. Maka sebelum masuk ia memberi peringatan terlebih dahulu.

Rein menoleh dan tersenyum riang pada adiknya. "Sudah kakak tunggu. Mana?" katanya sambil mengulurkan tangannya. Renata dengan cepat melempar kaleng minuman dingin kearah kakaknya.

"Jadi apa pekerjaanmu sekarang, Rein?" tanya kak Dion penasaran.

"Aku membantu menangani perusahaan cabang ayahku. Yang sekarang dipimpin ibu tiriku. Ibunya anak manja ini." Sahut kak Rein santai. "Sedangkan ayahku masih sibuk dengan perusahaan inti nya di Singapura."

Mereka asik membicarakan bisnis sementara mataku mulai tak bisa bertahan. Aku berdehem meminta perhatian mereka. Kak Rio dan kak Dion serta Renata dan Kirana menoleh. Aku menyunggingkan senyum. "Sudah malam. Rena besok masih harus sekolah kan kak Rein." Kataku sambil menahan mataku agar tak menutup dan membawaku lebih jauh ke alam mimpi.

Seperti tersadar oleh ucapanku, kak Dion menepuk pelan dahinya. "Maaf Rena. Kakak lupa. Baiklah ayo kita pulang." Renata bergegas mengambil tas sekolahnya sementara kak Dion memeluk ringan kak Rio. Lalu menoleh padaku. "Nanti kami datang lagi untuk menjengukmu, Kana." Ujarnya sebelum melambaikan tangan dan menutup pintu. Kemudian mataku tak dapat menahan kantuk lebih lama lagi, aku pun tertidur.

Author's note: maaf banget ya reader sekalian. Updatenya slow bgt. Diantara kerja, ngurus rumah dan menjalani masa hamil, saya kewalahan. Tapi ngga berarti ceritanya terhenti kok. Tetep lanjut hanya slooow bgt updatenya. Mohon pengertiannya ya. Makasiii
.. ^^

Forever MineWhere stories live. Discover now