Chapter 6

232 15 2
                                    


Aku menatap handphone butut milikku dengan tatapan menerawang. Sungguh, aku tak menyangka akan secepat ini aku menerima kabar dari kak Rio. Tak terasa sudah 3 bulan sejak liburanku ke rumah ibu. Sepulang dari sana, aku langsung disibukkan dengan pertemuan-pertemuan pembahasan materi skripsi. Lalu, bosku memintaku meliput perjalanan ke beberapa pantai di NTT. Tentu saja dengan biaya kantor dan kali ini ada beberapa kru lain yang ikut denganku.

Karena kesibukanku inilah aku tak pernah memikirkan soal pencarian orang tuaku. Tapi tidak halnya dengan kak Rio. Rupanya ia masih mengingat permintaanku waktu itu. Baru saja kak Rio menelponku. Ia mengabarkan bahwa orang tuaku sudah berhasil ditemukan. Dan sms yang masuk kemudian adalah alamat mereka. Kak Rio berpesan untuk mampir ke kantor. Ada data-data yang ingin ia perlihatkan padaku.

Aku berjalan di area kampus sambil melamun. Tiba-tiba seseorang menepuk ringan pundakku. Aku menoleh, kulihat wajah cute kak Reza tersenyum riang.

"Bengong saja, Kana. Lagi mikirin apa?" Kak Reza mensejajarkan langkahnya denganku.

"Pusing sama skripsi, kak. Masih bingung mau bikin apa." Aku balas tersenyun.

Kami berbincang soal materi skripsi sambil berjalan santai di area taman kampus menuju ke ruang dosen, tempat aku harus menghadap dosen pembimbingku yang terlalu teliti itu. Sampai seseorang menjeritkan namaku. Aku kembali menoleh, mencari orang yang memanggilku. Kulihat sosok cantik dan tinggi Kirana tersenyum lebar sambil melambaikan tangan. Ia segera berlari menghampiriku.

"Pagi kak Reza!!" Kirana merangkul lenganku sambil menyapa riang cowok imut di sampingku itu.

Kak Reza dengan wajah asia nya tersenyum ramah. "Pagi, Kirana. Seperti biasa ya kalian tak terpisahkan." Kak Reza tertawa melihat Kirana mengerucutkan bibir mungilnya.

Aku menggelengkan kepalaku. Tak habis pikir juga kalau mereka akhirnya akan akrab seperti ini. Aku mengenalkan Kirana pada kak Reza saat aku lembur di kampus mengerjakan tugas dan Kirana datang mencariku karena khawatir aku tak kunjung pulang ke kos-an. Sedangkan kak Reza ada disana menungguiku menggunakan komputer kampus. Mereka berkenalan dan beberapa kali bertemu karena kebetulan aku ada urusan dengan salah satu dari mereka. Tapi itu saja ternyata bisa membuat mereka akrab. Padahal Kirana bukan orang yang mudah akrab, apalagi dengan cowok. Hmm... Setahuku Kirana termasuk cewek yang terlalu ketat menyeleksi teman prianya. Tapi sepertinya dia santai saja dengan kak Reza dan kak Rio. Mungkin ia akan berjodoh dengan salah satu dari mereka??

"Kanaaaaa... tuh kan ngelamun lagi..." Kirana mencubit pipiku, menyadarkanku dari lamunan.

Heran juga, belakangan ini aku sering sekali melamun. "Maaf, maaf... banyak pikiran nih." sahutku dengan wajah penuh penyesalan.

Kirana menunjuk ke arah ruang dosen. "Tuh, dosen lo udah dateng. Sana gih buruan bimbingan. Gue tunggu disini ya. Abis itu kata kak Rio kita disuruh ke kantor."

Aku manggut-manggut mendengar cerocosan sahabatku itu. Menoleh kearah kak Reza. Lagi-lagi wajahnya seakan menunjukkan ketidak sukaan. Mungkin sebenarnya dia ada rasa sama Kirana? Makanya wajahnya tak suka mendengar nama kak Rio keluar dari bibir mungil sahabatku itu. Setelah pamit pada kak Reza dan melambai pada Kirana, aku segera berlari ke ruang dosen.

Kukeluarkan lembaran-lembaran kertas dari dalam tasku. Skripsi bisnis ini sungguh memakan banyak kertas. Apalagi dengan Bu Melisa sebagai dosen pembimbingku. Dosen paling perfeksionis, kalau menurut para senior. Beliau hobi sekali mencorat-coret kertas skripsiku sehingga aku harus mem-print ulang beberapa kali. Kulihat dosenku itu tengah duduk di mejanya dengan spidol merah di tangannya. Aku menghela nafas berat. Lalu menghampirinya dan menyerahkan skripsiku.

Sungguh menyebalkan melihat hasil print perjuanganmu merangkai teori selama sebulan penuh dengan coretan spidol merah. Apalagi mengingat berapa banyak biaya yang kau keluarkan untuk membuatnya. Astaga... sungguh pemborosan yang sia-sia. Aku keluar dari ruang dosen dengan wajah kusut. Kesal pada dosen pembimbingku. Jurusan bisnis ini memang bukan jurusan mudah. Harus benar-benar memahami materi yang sudah dijelaskan. Beda dengan tugas akhir design-ku.

Kirana menepuk ringan pundakku saat aku berhenti di depannya. "Jangan putus asa begitu dong. Nanti buat lagi yang baru. Print di kamar gue aja. Siapa suruh lo ngotot mau ke warnet aja." Kirana mengoceh ceria sambil mencibir. Lalu mengambil skripsiku dan membuka-bukanya.

"Iya. Iya... besok print di tempatmu aja, deh, Ki. Kapok aku." Aku nyengir miris sambil mengiyakan semua perkataannya.

Kirana mengamit tanganku dalam pelukkannya. "Sudah sudah... ayo lah kita berangkat saja sekarang. Kita kan mau bersenang-senang sama kak Rio."

Aku mengangguk gembira sambil sedikit berlari memyamakan langkah Kirana yang panjang. Tak berkomentar ketika dia memanggil taksi dari depan kampus. Kirana memang tak pernah memintaku membagi ongkos perjalanan yang kami keluarkan. Atau bahkan biaya makan. Dia terlalu sering mentraktirku. Maka ketika uangku lebih, aku memaksa mentraktirnya makan atau hanya sekedar ongkos taksi. Aku tersenyum. Sahabatku itu memang luar biasa baik.

Setengah jam kemudian kami tiba di kantorku. Ku gesekkan kartu pegawaiku pada pintu masuk lift dan turun di lantai tempatku bekerja sementara Kirana kuminta langsung ke ruangan kak Rio. Sekalian aku mau menemui bosku, menanyakan perjalananku berikutnya ke Papua. Usai menerima semua instruksi dari Pak Miko, aku langsunh menyusul Kirana ke ruangan kak Rio. Sekertaris cantik kak Rio langsung mempersilahkanku masuk.

Kak Rio menyambutku dengan senyum santainya. Aku langsung beranjak duduk di kursi dihadapan kak Rio, sementara Kirana menghilang ke toilet. Kak Rio menyerahkan map putih ke hadapanku.

"Ini. Sesuai janji kakak. Semua yang berhasil kakak temukan soal orang tuamu. Simpanlah. Alamat ada di dalam. Kamu menemui mereka atau tidak semua terserah padamu." Kak Rio lagi-lagi tersenyum tenang. Aku mengangguk mengerti dan langsung memasukan semua berkas itu ke dalam tas ranselku.

Terdengar pintu terbuka. "Ayo berangkat. Sudah selesai kan? Aku lapar nih." Suara ceria nan manja Kirana terdengar dari arah pintu. Aku nyengir sambil menggelengkan kepala. Anak ini benar-benar, deh. Tidak ada yang namanya jaga image dalam kamus sahabatku itu.

Kak Rio mentraktir kami makan malam di rooftop sebuah gedung. Menyaksikan pemandangan malam di kota dari atas gedung seperti ini baru pertama kali kurasakan. Sungguh pemandangan yang membuat mataku tak dapat berpaling. Selesai acara makan, kak Rio mengantar kami pulang. Saking lelahnya, aku langsung terkapar di ranjangku. Itulah hasil mengerjakan skripsi tanpa tidur semalaman.

Aku membuka mataku dengan malas. Kulirik jam dinding di kamarku, menunjukkan pukul 10 pagi. Perlahan aku bangkit dari tempat tidurku dan meraih tasku. Kukeluarkan map putih yang kak Rio berikan kemarin. Ada foto keluarga. Ayah dan ibuku serta seorang pria muda. Kakakku kah? Ku kesampingkan foto itu. Dibelakangnya banyak informasi-informasi perusahaaan yang didirikan ayahku. Dan yang terakhir adalah alamat mereka. Dengan cepat aku menyalin alamat itu dan membuka aplikasi petunjuk arah di handphoneku. Tempatnya lumayan jauh.

Aku bergegas mandi dan berpakaian. Saat akan pergi, kuketuk pelan pintu kamar Kirana. Dengan wajah setengah tidur, sahabatku itu membuka pintu. "Ha? Kenapa, Ka?" tanyanya tak jelas.

Aku tersenyum geli. Untung saja para cowok yang mengejar Kirana tak pernah melihat wajah bangun tidurnya. Bisa-bisa mereka lari ketakutan.

"Aku mau keluar, Ki. Nanti kalau mau cari aku, telepon saja, ya." kataku. Kirana mengangguk-angguk. Aku ragu dia menyimak ucapanku. Lalu kembali menutup pintu kamarnya. Lagi-lagi aku terkekeh geli.

Aku mampir ke mall yang jaraknya lumayan jauh dari tempat kosku tapi sudah cukup dekat dengan tujuanku. Toko buku di mall itu sangat lengkap. Aku membeli beberapa buku untuk panduan skripsiku.

Arah tujuanku berada di arah yang berlawanan dengan mall itu, aku harus menyebrang. Saat akan menyebrang jalan raya di depanku, seorang remaja SMA tanpa memperhatikan jalan, memyebrang dengan handphone mungil di tangannya. Dan tak jauh darinya ada mobil yang melaju kencang. Tanpa sadar aku berlari mengejarnya dan mendorongnya keras. Kami berdua jatuh tersungkur dan kepalaku terantuk pembatas jalan. Dan kemudian semuanya menjadi gelap...


Author's note:

Hai reader sekalian... maaf ya kalau update nya lama. Sibuk banget sama kerjaan dan rumah. Tapi diusahakan supaya lebih cepet lagi updatenya. Kirim vote dan komen yang banyak ya biar authornya semangat. ^^
Buat yang menanti-nantikan sosok Dion. Tadinya mau dikeluarkan si chapter ini. Tapi kok jadi panjan. Jadi dipotong ke chapter berikutnya. Jadi ditunggu ya next chapternya. Makasiiiih. ^^

Forever MineWhere stories live. Discover now