[🍌] jealousy without a relationship?

Mulai dari awal
                                        

“Masa hujan-hujan gini kamu malah pesen Iced Americano sama Yogurt Parfait, sih? Emang nggak dingin apa? Kamu nggak takut kena flu habis ini?” Putih memutar bola matanya malas, benar-benar Biru ini cowok aneh.

“Nggapapa lah gue flu, asalkan in the end dirawat lagi sama lo kayak waktu itu pas gue demam, inget nggak?” Biru sengaja menggoda Putih dengan mengingatkan kejadian dimana Putih merawat Biru yang pada saat itu sedang terkena demam dan tidak ada siapapun di rumah cowok itu. Ditambah dengan ekspresi super menyebalkannya itu, Biru malah menaik-turunkan alisnya.

Putih tidak dapat menahan rasa malunya lagi, karena kejadian pada saat itu menurutnya sangatlah absurd dan menggelikan. Kenapa juga sih Biru harus mengingatkan Putih dengan kejadian ketika cowok itu demam di cafe seperti ini? Kan banyak orang, Putih jadi tambah malu. Mukanya kini bahkan jadi terasa panas, padahal cuaca sedang dingin karena hujan.

“Nggak! Nggak inget dan aku juga nggak sudi buat ngingetnya, bikin geli doang.” Elak Putih.

“Ya iyalah geli, orang badan lo waktu itu nempel ke badan gue pas gue nggak make baju.” Biru justru malah semakin kurang ajar.

“Biru kamu bisa diem nggak? Hot Matcha Latte aku panas tau?! Mau aku siram?”

“Ampun dahh... galak bener calon pacar gue.”

Malas menanggapi, Putih hanya berdecih. Kan apa yang Putih duga benar-benar terjadi, kalau dia pergi dengan Biru. Yang ada hanya akan membuat dirinya semakin naik pitam karena tingkah menyebalkan cowok itu.

“Kak.” Panggil Biru, kali ini nada cowok tersebut berbeda. Tidak seperti sedang bercanda atau berniat menggoda Putih lagi.

“Kenapa?” respon Putih singkat, sambil sibuk memakan Croissant Butter-nya.

“Sebenernya hubungan lo sama Teo itu apasih? Gue lihat-lihat dan denger-denger dari beberapa kawan gue dan anak-anak yang lain. Mereka sering ngelihat lo pergi dan interaksi sama Teo. Dia anak pindahan yang pindah belum lama ini, kan?”

Putih mengangguk, mengiyakan pada pertanyaan Biru yang berada di kalimat terakhir. “Nggak ada hubungan spesial apapun sih. Aku sama dia pure temenan.”

“Yakin cuma temenan?” Biru ragu, namun Putih langsung mengangguk yakin (karena memang faktanya tidak ada hubungan spesial apapun diantara Putih dan Teo) “Tapi kok tadi dia sampai mau ngajak lo buat beli sesuatu buat Mamanya? Emangnya lo kenal sama Mama Teo?”

“Iya, aku kenal sama Mamanya. Pernah ketemu, dan pernah main ke rumah Teo juga, sih..” Putih menjawabnya dengan jujur.

Mendengar hal itu, Biru sontak menajamkan pandangannya, terlihat tidak suka. Karena kalau sampai Putih sudah ada ditahap kenal dengan Mamanya Teo apalagi sempat mampir ke rumah cowok itu, berarti hubungan mereka sudah sejauh itu?

“Terus Teo pernah main juga nggak ke rumah lo?” tanya Biru, semakin menginterogasi Putih. Karena dia semakin penasaran sudah sejauh apa hubungan Teo dan Putih selama ini.

“Pernah juga, makan malem sama Bunda dan Ayahku juga. Kenapa emangnya?”

“Apa?! Sampai makan malem?” Biru terlihat shock berat. “Emang ngapain dia main ke rumah lo sampai diajak makan malem segala?”

“Karena waktu itu kita ada tugas kelompok, jadi dia ngerjain tugasnya di rumah aku. Habis itu karena kemaleman, Bunda sama Ayah dan Kak Lana juga udah pulang. Akhirnya ya kita ajak Teo makan malam sekalian.” Putih tetap menjelaskan secara rinci dan jujur, tanpa dia sadari bahwa jawaban Putih barusan benar-benar mengundang kecemburuan Biru.

“Coy??? Si Monyet Alaska itu udah diajak makan malem sama calon mertua gua?!” Biru meninggikan nada bicaranya, membuat beberapa orang yang berada di cafe itu mengalihkan pandangannya ke arah Putih dan Biru.

Putih yang menyadarinya pun ingin menutup wajahnya karena malu. “Biru kamu apa-apaan sih? Kita lagi ada di tempat umum, tau. Kenapa teriak-teriak?”

“Masa temen sampai segitunya sih, Kak? Gila aja! Gue cemburu banget, cemburu buta!”

“Buat apa kamu cemburu? Apa urusannya sama kamu? Emang kita siapa? Punya hubungan apa? Kamu bukan siapa-siapa, Biru. Kita cuma tetangga biasa. Terus juga, untuk Teo. Apa salahnya dia makan malem dirumah aku? Itu udah umum dilakuin sama temen!” Putih menegaskan.

Yang mana langsung membuat Biru terdiam, karena semua yang dikatakan oleh Putih memang ada benarnya juga. Cuma, Biru tidak ingin menyerah begitu saja.

“Jadi maksud lo, gue baru bisa marah kalau gue sama lo ada hubungan spesial gitu?”

“Mungkin.”

“Hubungan spesial kayak gimana?”

“Pacar(?)” Putih mengangkat satu alisnya, sembari menatap Biru yang mana Putih sendiri tidak mengerti apa arti tatapan Biru padanya.

Oke fix! Gue pegang omongan lo, Kak. Setelah lo jadi pacar gue, gue udah boleh marah kalau lo deket sama cowok lain.”

Mendengar tekad Biru, Putih jadi sulit menelan ludahnya sendiri. Entah mengapa jantungnya semakin berpacu dengan cepat.

“Kalau kamu gagal gimana? Kamu bisa jadi pacar aku itu juga tergantung sama aku, aku nerima kamu atau enggak. Itukan tergantung sama aku.”

“Lah?” Biru merasa tertantang. “Nantangin gue nih ceritanya?” Biru terkekeh.

“Kak. Perlu lo inget satu hal, sekali gue tertarik sama sesuatu, gue bakalan berusaha ngedapetin hal itu, kalau belum dapet, gue nggak akan nyerah sampai kapanpun itu.”

Mendengar Biru yang mengatakan hal tersebut dengan yakin, Putih jadi takut. Dia justru takut dengan keyakinan dirinya sendiri, takut kalau suatu saat nanti memang Putih akan goyah dan berujung takluk pada Biru.

🌷 ˑ ִֶ 𓂃

[15/11/25]
“Biru & Putih”
© bilaalovelya
on insta : bilaalovelya



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Biru & Putih | JaesooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang