BAB 1: langit tanpa cahaya

46 20 8
                                        


Hayy semuaaa, aku penasaran deh kalian nemu ceritaku di mana sihh, coba dong comen nemu cerita ku di mana 😉

Selamat datang di cerita pertama akuu
Semoga kalian  betah yaaa 🙏

Kalau ceritanya kurang seru atau ada kesalahan tolong kasih tau lewat komen yaaa biar,aku bisa perbaiki

Dan jangan cuman jadi readers goip yang cuman numpang baca doangg, kasih vote and comen buat ku itu berharga banget, jadi semangat buat lanjut nulis nihh okee 🥰😁😉

                   📖Happy reading📖


​Ezra menghela napas, uap tipis keluar dari mulutnya di udara malam yang dingin. Usianya baru genap delapan belas tahun dua minggu lalu, dan entah kenapa, tanggung jawab di pundaknya terasa jauh lebih berat dari itu. Ia berdiri di teras belakang rumah kayu kecil mereka, matanya terpaku pada langit di atas.

​Langit malam itu hitam pekat, tanpa satu pun titik cahaya bintang. Bahkan bulan pun tampak enggan menampakkan diri, tersembunyi di balik selimut awan tebal yang menggantung rendah.

​"Gelap sekali," gumamnya pelan.
​Gelap. Kata itu sudah seperti deskripsi permanen untuk hidup Ezra sejak beberapa tahun terakhir. Ayahnya menghilang tanpa jejak tiga tahun lalu, meninggalkan Ezra dan Ibu yang sakit-sakitan di sebuah desa terpencil di kaki pegunungan.

Uang yang ditinggalkan Ayah menipis cepat, dan kini, Ezra harus bekerja keras di ladang dan sesekali menjadi buruh angkut di pasar kota terdekat demi menghidupi mereka.

​Pendidikan formalnya terhenti di sekolah menengah pertama. Mimpi untuk menjadi seorang Astronomi—sebuah ironi mengingat kondisi langit di desanya kini—harus ia kubur dalam-dalam.
​Ibunya batuk dari dalam rumah. Batuk kering, namun terdengar menyakitkan.

Ezra segera membalikkan badan, rasa bersalah menyentak ulu hatinya. Ia harus mencari daun Sangit besok pagi. Daun Sangit, herbal langka yang tumbuh di lereng tertinggi Gunung Rinjani, dipercaya sebagai satu-satunya obat yang bisa meredakan penyakit paru-paru Ibunya.

​Selama ini, ia selalu menunda perjalanan itu. Bukan karena takut lelah, tapi karena cerita-cerita orang desa tentang tempat tumbuhnya Sangit—tempat yang disebut 'Puncak Keheningan', di mana konon, batas antara dunia nyata dan dunia mimpi menjadi kabur. Tempat di mana legenda mengatakan, hanya mereka yang memiliki ‘hati murni’ yang bisa melihat Bintang Jatuh Abadi.

​Omong kosong, pikir Ezra. Ia realistis.
​Ia melangkah masuk, mendapati Ibunya duduk di kursi goyang, tatapannya kosong ke luar jendela.

​"Ibu, kenapa tidak tidur?" tanya Ezra lembut, mendekat dan menyelimuti pundak Ibu dengan selimut wol tebal.
​"Aku mencari bintang, Nak," jawab Ibunya, suaranya serak. "Tapi tidak ada yang terlihat. Ayahmu selalu berkata, saat kita merasa sendirian, lihatlah ke atas. Bintang-bintang akan selalu menjadi panduanmu."

​Ezra memaksakan senyum, meskipun hatinya terasa perih mendengar nama Ayah. "Mungkin langitnya sedang malu, Bu. Besok pasti mereka muncul lagi. Ibu harus istirahat sekarang."

​Setelah memastikan Ibunya berbaring, Ezra kembali ke kamarnya yang kecil. Dia mengambil sebuah buku catatan lusuh dari bawah kasur. Itu adalah buku yang selalu Ayahnya bawa, penuh dengan sketsa rasi bintang dan diagram rumit yang tidak pernah Ezra pahami sepenuhnya.

​Di halaman terakhir, ada catatan tangan Ayah, tulisan yang buram terkena air hujan:
​Ezra-ku, di dunia ini, kegelapan adalah ujian. Cari Cahaya. Jika kau temukan Sangit, itu bukan hanya obat, tapi juga petunjuk menuju tempat Bintang Jatuh Abadi menunggumu. Jangan pernah kehilangan panduanmu.

​Ezra mendesah, menutup buku itu. Sangit. Bintang Jatuh Abadi. Hanya nama-nama dalam legenda.
​Namun, demi Ibunya, besok ia harus memanjat Puncak Keheningan.
​Ia membaringkan diri, memejamkan mata. Dalam kegelapan, ia melihat kilatan-kilatan cahaya. Bukan cahaya bintang, tapi kilatan harapan yang dipaksakan.

​Besok. Ia harus percaya. Ia harus menemukan Sangit, terlepas dari omong kosong bintang atau keajaiban.
​Tiba-tiba, sebuah suara halus berbisik di telinganya, seolah datang dari jauh: "Sangit tahu di mana letak cahaya."
​Ezra tersentak bangun, jantungnya berdebar kencang. Itu hanya mimpi, bisiknya pada dirinya sendiri, mencoba menenangkan diri. Ia menoleh ke jendela. Langit masih pekat, tanpa cahaya.

​Namun, di kegelapan itu, terasa ada sesuatu yang mengawasinya. Sesuatu yang tua dan misterius, tersembunyi di balik gunung tertinggi.

​Ezra tahu, perjalanan besok adalah awal dari segalanya. Perjalanan yang akan membawanya bukan hanya mencari obat, tetapi juga mencari jawaban atas hilangnya Ayah, dan mungkin, mencari kembali cahaya di langitnya yang telah lama padam.

﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏
 
                      𝑳𝒂𝒏𝒈𝒊𝒕 𝒅𝒂𝒏 𝒃𝒊𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈

Gimana gimana gess, seru ga niehh mau lanjut apa enggak? 🤔

Maap yaa ceritanya pendek🙏 😁

Kalau mau lanjut jangan lupa vote dan comen yaaa 😉❤

See youu ❤

𝒍𝒂𝒏𝒈𝒊𝒕 𝒅𝒂𝒏 𝒃𝒊𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 (END)Where stories live. Discover now