I. Dunia Kecilnya

7 0 0
                                        

Suasana sekolah siang itu jauh lebih riuh dari biasanya. Spanduk bertuliskan,

"Festival School 2024"

terbentang di lapangan sekolah, berayun pelan tertiup angin.

Semua kelas tampak sibuk dengan persiapan masing-masing. Mengingat setiap perwakilan kelas wajib menampilkan sesuatu— entah band, dance, ataupun penampilan solo.

Tapi berbeda dengan kelas 12-6.
Suasananya sedikit tegang, mereka sudah menyiapkan penampilan band sejak bulan lalu. Tapi, seminggu sebelum tampil, vokalisnya malah jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit.

Di deretan bangku depan sibuk rapat kecil dan menyusun rencana cadangan,
"Gimana nih? Masa kita tampil tanpa vokalis," keluh salah satu anak laki-laki, sambil menatap gitar ditangannya.

Ditengah keributan itu, Mezzaluna Farra Lucy Urshia— duduk dipojok ruangan. Jemarinya mengetuk pelan meja, mengikuti irama yang cuma dia dengar sendiri. Jika sudah ribut begini, ia lebih memilih untuk diam dan mengamati saja.

Sahabatnya sendiri tengah sibuk membantu anggota OSIS lainnya untuk persiapan acara nanti.

"Alunaaaa.."
Suara Agista, sahabatnya, terdengar dari arah depan kelas. Ia mendekat, membawa senyum penuh rencana. "Apa lagi?" Tanya Mezzaluna saat mendapati Agista terus menatapnya.
"Lu kan bisa nyanyi. Gantiin aja vokalisnya."

Mezzaluna mendongak pelan, tatapannya datar tapi cukup tajam untuk membuat Agista salah tingkah.

"Satu lagu aja kok, sumpah. Suara lu bagus banget, gua bisa jamin itu, kan gua followers setia lu.."

"Enggak."
Mezzaluna kembali memasang earphone di kedua telinganya lalu menelungkupkan kepalanya diatas meja dengan kedua tangan sebagai bantalan.

Agista menyerah jika disuruh berdebat dengan sahabatnya itu, karena itu otaknya harus berputar cepat. Hanya ada satu cara agar gadis keras kepala itu mau turun tangan, tapi Agista harus siap dengan resiko yang akan dihadapinya.

Suara Mezzaluna memang sebagus itu, tapi tak ada seorang pun di sekolah ini yang mengetahuinya. Bahkan Agista mengetahuinya secara tidak sengaja, saat dirinya membuka postingan dari akun favoritnya yaitu @mz_gallery, dimana kontennya berisi seorang gadis faceless yang meng-cover lagu dengan gitar putihnya. Dan kerap kali Agista mengunggah ulang postingan tersebut.

Tapi ada yang berbeda kala ia membuka postingan terbaru milik akun @mz_gallery itu, dimana sang pemilik akun lupa memotong bagian frame atas.

Wajah itu terlihat sangat jelas.

Di sana sahabatnya begitu lembut dan hangat. Jadi selama ini suara yang selalu menyayat hatinya itu ternyata milik sahabatnya— sang pemilik akun yang selama ini ia idolakan juga. Setelah kejadian itu Mezzaluna mengunci akunnya, dan mendiamkan Agista selama dua hari karena Agista ingin sekali memberitahukan semua orang tentang dunia kecilnya.

Mezzaluna memang cuek dan dingin tapi ia bukan tipe orang yang akan sejahat itu pada orang yang begitu sabar dan baik padanya. Mereka berbaikan dengan syarat Agista diam tentang akun insta miliknya.

Mengingat kejadian itu, Agista terpikirkan sesuatu dengan tersenyum liciknya. "Okay, gua bakal terima resikonya."

Tak lama Mezzaluna mendapati notifikasi ponselnya tak berhenti bergetar bersahutan dengan kericuhan teman sekelasnya. "Ini Mezzaluna, kan?" "Keren banget suaranya!" "Kok lu bisa nyanyi, Na?" "Mezzaluna suara lu sebagus ini kenapa diam aja daritadi, oh my goddd." "Sekre tulis nama Mezzaluna ya vokalisnya." "Buru kasih ke anak OSIS kelas 11, biar di data ulang." "Udah final ya guys, Mezzaluna yang tampil."

Kelas 12-6 mendadak heboh. Rahasia yang selama ini hanya diketahui oleh Agista akhirnya bocor juga. Mezzaluna menarik napas panjang setelah tau penyebab semua kericuhan ini.

Agista Carissa— si pembuat onar, ia membuat story dari postingan Mezzaluna kala itu, hari dimana Agista baru mengetahui Mezzaluna ternyata sang pemilik akun @mz_gallery.

"Gisaaa..." Nada suaranya datar namun ada kepasrahan disana. Jika sudah begini Mezzaluna bisa apa, selain mengikuti kemauan teman-temannya yang sudah frustasi. Lagipula kapan lagi ia bisa membantu kelasnya, selama ini ia pikir dirinya selalu pasif.

"Jangan diamin gua lagi, please. Lu tau kan gua takut kalo lu diam lagi kaya dulu. Serem banget, swear." Agista memberi V sign, "besok gua traktir deh, kentang goreng sama kopi latte kesukaan lu di kantin."

Mezzaluna menatap tajam sang negosiator, sedikit kesal karena Agista bersikap seenaknya. Tapi sahabatnya itu tidak mungkin berniat jahat kan? Ia hanya ingin Mezzaluna berpartisipasi dan lebih banyak interaksi dengan orang lain selain teman sekelasnya.

"DEAL!"

"Tiga porsi fried fries sama dua cup kopi." Mezzaluna mengulurkan tangannya untuk membuat kesepakatan.

"Ini mah perampokan namanya." Gumam Agista dengan tawa pasrahnya, Mezzaluna menarik kembali tangannya, "suruh siapa di-posting! Males deh gua sama lu, Gis."

Agista cengengesan, berharap Mezzaluna memaklumi tindakannya. "Hehe, okay deh deal!" Kali ini Agista yang mengulurkan tangan dan di balas oleh Mezzaluna, menandakan kesepakatan itu berlaku. Mereka kemudian tertawa mengingat begitu tegangnya suasana tadi.

Ini benar-benar sebuah kebahagian yang tak terbendung bagi Mezzaluna. Untuk pertama kalinya, senyum kecil itu muncul di wajah Mezzaluna— tipis, tapi nyata. Dimana sebentar lagi semua orang akan tau tentang dunia kecilnya, dunia yang hanya berisi gitar dan nyanyiannya.

Dunia kecil yang selama ini hanya miliknya, kini perlahan terbuka.
Tapi Mezzaluna tak tahu—sejak hari itu, hidupnya takkan pernah sama lagi.

A͟k͟s͟a͟r͟a͟ ͟&͟ ͟C͟o͟d͟a͟Where stories live. Discover now