Malam telah larut, hampir Pukul 23:45.
Udara di kamar Wakel terasa berat dan pengap, seolah kelembapan malam dan ketakutan telah menyatu. Meskipun AC disetel rendah hingga membuat ruangan dingin menusuk, Wakel bisa merasakan keringat dingin membasahi pelipisnya.
Suara bantingan pintu di lantai bawah datang seperti guntur yang mengoyak kesunyian palsu rumah kontrakan itu.
"AKU BILANG JANGAN PERNAH MENYENTUHNYA LAGI!"
"MAU JADI APA KAU SEKARANG?! JALANG?!"
Wakel 17 tahun tersentak, punggungnya menempel ke dinding yang kasar. Teriakan penuh kebencian itu, yang disertai bau alkohol samar-samar, adalah lagu pengantar tidur yang sudah lama ia kenal. Dinding kamar yang dicat hijau pucat, yang kini hanya diterangi oleh lampu tidur kusam, tidak mampu meredam kekejaman verbal yang rutin terjadi di bawah sana.
Ia menatap kosong ke langit-langit. Rembulan sabit berwarna perak kusam terlihat di balik tirai putih tipis yang kotor. Matanya yang indah namun tampak lelah dengan kantung mata tipis, mencerminkan hampa, cemas, dan ketakutan yang telah lama bersarang.
Wakel menarik napas dalam dalam hingga dadanya terasa sakit, lalu segera memeluk lututnya, berusaha mengecilkan tubuhnya dari dunia. Telapak tangannya gemetar, dan jari-jarinya mencengkeram erat celana piyama abu-abunya. Di samping tumpukan kardus yang tak sempat ia sentuh, tergeletak sehelai foto keluarga yang retak tepat di bagian tengahnya.
Di luar jendela, suara kucing mengeong panjang, menambah lapisan melankolis pada malam yang suram.
Waktu bergerak lambat menuju 23:51.
Tiba-tiba, rasa sakit tajam menyerang sisi pinggangnya, seperti tusukan belati dingin. Itu adalah rasa sakit yang sudah menjadi teman setia, mengingatkannya pada tubuhnya yang rapuh. Wakel menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, menahan erangan yang nyaris lepas. Di bawah bantalnya terselip kartu kecil rumah sakit, simbol rahasia yang ia sembunyikan.
Ginjalnya. Hatinya. Semuanya sudah rusak.
Ia menutup mata, berharap kegelapan bisa menelannya. Besok adalah hari pertamanya di SMA Bina Tunggal. Ia harus bersikap normal, menyembunyikan sisi kelamnya, menyembunyikan penyakitnya. Ia hanya berharap tidak bertemu siapapun yang bisa melihat kerapuhan di balik tatapan sendu itu.
Namun, ia tidak tahu, di sekolah itu, ada iblis bermata tajam yang sudah menunggu. Iblis yang pada akhirnya akan menjadi karat yang menggerogoti, sekaligus pelabuhan terakhirnya di tengah hujan yang tak terhindarkan.
-*-
Jangan lupa Coment dan Vote yaa...
Minggu, 19 October 2025
YOU ARE READING
Rust & Rain [ BL ]
Teen Fiction"AKU BILANG JANGAN PERNAH MENYENTUHNYA LAGI!" "MAU JADI APA KAU SEKARANG?! JALANG?!" Teriakan itu. Selalu teriakan itu. Nada penuh kebencian yang memecah gendang telinganya, mencabik-cabik sisa kedamaian yang coba dia kumpulkan. Dinding tipis rumah...
![Rust & Rain [ BL ]](https://img.wattpad.com/cover/402972321-64-k796454.jpg)