Bab 5: Hukum Kebangkitan dan Hukum Imunitas

644 85 4
                                    

"Niko, bagaimana dengan masalah CCTV itu?"

Aku menoleh. Setelah sekitar enam menit tidak bersuara Iskan  akhirnya berbicara kepadaku. Kugelengkan kepalaku lalu menjawab, "Tenang, dari sekian banyak CCTV di sekolah kita ada tiga buah yang rusak dan semuanya ada di daerah sini."

"Serius?" Tanyanya dengan nada tak percaya. Aku hanya tersenyum sambil terus menyirami rumput-rumput berwarna merah gelap dengan selang. Memang benar kalau sebelumnya aku hanya menggertak si Pembela agar dia mengurungkan niatnya dan memberikan kami kesempatan untuk kabur --meski gagal.

"Jadi Niko, kau sudah tahu tentang semua ini?" Tanya Iskan sambil mendekatiku.

"Yang aku tahu cuma alasan dari munculnya kekuatan kalian. Selain dari itu, aku tidak tahu."

"Jadi darimana kekuatan ini berasal?!"

"Aku akan menjawab, tapi sebaiknya kita menunggu anak ini sadar dulu supaya aku tidak perlu dua kali bercerita." Kataku merujuk kepada si Vokalis yang masih tergeletak pingsan di atas rerumputan. Iskan tiba-tiba dengan kasar mengambil selang yang kupegang dan menyemprotkan air ke si Vokalis, membuatnya segera terbangun sambil terbatuk-batuk.

"Hah?! Di mana ini? Apa aku sudah mati?!" Dia bertanya dengan nada sangat cemas dan ekspresi yang sangat ketakutan. Sebenarnya aku ingin ketawa kalau saja tidak teringat rentetan kejadian horor yang terjadi sebelumnya.

"Tidak, kau tidak mati. Aku dan Ardilah yang mati karena monster itu!" 

Dengan wajah yang basah kuyup dan setengah gelagapan anak itu menoleh ke kiri dan kanan, lalu dia berseru kaget saat melihat Ardi berdiri di sisinya dengan seragam yang bersimbah darah, "HAH!!! KAU MASIH HIDUP!!!" 

Ardi yang tadinya sangat tegang kemudian tersenyum kecil melihat tingkah si Vokalis. Kami membutuhkan waktu setidaknya sepuluh menit untuk menenangkan orang itu dan menjelaskan semua yang terjadi. Selama dijelaskan dia terus mengulang kalimat 'Masa sih? Kok bisa?' dan membuat kami harus mereka ulang kejadian sambil menunjukkan TKP agar ia percaya. Setelah saling berkenalan akhirnya kami mengetahui ia bernama Lucas dan ternyata ia pernah satu kelas dengan si Pembela saat masih SD.

"Aku hanya tahu dia sekelas denganku tapi aku tidak pernah berbicara dengannya. Namanya adalah Frederik. Ia termasuk siswa yang paling kaya di IRIS. Keluarga besarnya adalah pengusaha."

"Jadi sebenarnya aku telah membunuh manusia...." Iskan berhenti berkata-kata lalu terduduk diam sambil memegang kepalanya dengan kedua tangan.

"Tenanglah Iskan, kita belum bisa memastikan apa yang sebenarnya terjadi pada Frederik sampai Tony datang."

"Tony? Siapa dia?" Tanya mereka berbarengan. Karena aku sudah terlanjur menyebutkan namanya akhirnya kujelaskan kronologi peristiwa yang kualami dari sejak mengalami mimpi sampai bertemu dengannya. Setelah ceritaku selesai, baik Ardi, Iskan, maupun Lucas menatapku tanpa berkedip selama beberapa saat.

"Sebenarnya... aku juga mempunyai mimpi yang serupa. Dalam mimpiku, semua orang dikendalikan oleh pemerintah melalui pesan yang tersembunyi dalam lagu dan kekuatanku adalah... ehem, sepertinya melakukan teleportasi." Lucas menjelaskan sambil menundukkan kepalanya yang masih bercucuran air.

Iskan tiba-tiba saja berdiri dan membanting selang yang dipegangnya lalu berteriak, "Ini semua omong kosong! Tidak, pasti ada yang disembunyikan dari semua ini! Ini konspirasi dan aku terjebak di dalamnya!" 

Aku menatap prihatin kepadanya. Tanpa perlu dijelaskan kurasa aku tahu apa penyebab kemarahannya. Ia tidak sanggup menerima ceritaku bahwa nabi pertama yang imani adalah tokoh antagonis yang berusaha merusak dunia. 

Seven SerpentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang