5. Sagi dan Leo

6 4 12
                                        

Selamat hari selasa guysss, hope u like it💫💫💫


*

*

“Mi! makan yuk! Laper, nih,” ajak Laura salah satu staff divisi perencanaan. Gemi mengangguk dan tidak lupa untuk menyimpan hasil pekerjaannya dan mematika komputernya.

“Ra, kan kamu lebih senior di Widowee. Kira-kira kamu tahu nggak tentang Pak Sagi?” tanya Gemi memulai pembicaraan dengan Laura, sedangkan gadis itu tampak berpikir terlebih dahulu sebelum menjelaskannya.

“Kalau yang aku tahu selama kerja di sini ya, Pak Widodo selaku direktur utama Widowee Corp itu punya tiga anak, nah anak sulungnya itu Pak Sagi, anak keduanya Pak Satria beliau direktur pemasaran, kalau anak bungsunya perempuan kalau nggak salah Sonya namanya, dia masih kuliah di Jerman. Tapi, selama aku kerja di sini ada satu hal yang harus kamu tahu, Mi. Jangan pernah berurusan sama Pak Satria, soalnya dia itu direktur terburuk yang pernah ada, Pak Widodo pasti kasih posisi itu cuman karena dia anaknya aja, dan dia itu selalu iri sama Pak Sagi yang keren banget, pokoknya Pak Satria 0 banget, deh,” jelas Laura panjang lebar, entah mengapa Laura sangat bersemangat menjelek-jelekkan orang yang bernama Satria itu.

“Ekhm! Kalau udah ambil makan bisa minggir?”

“Eh iya, maaf Pak Sat—RIA?” Gemi yang melihat kepanikan muncul di wajah Laura pun langsung menoleh ke arah laki-laki yang dipanggil Pak Satria itu, memang benar garis wajahnya cukup mirip dengan Pak Sagi.

“Maaf pak, kami permisi dulu,” ucap Gemi yang langsung menarik Laura sejauh mungkin dari keberadaan Satria.

“Mampus gue, Mi!” gumam Laura, Gemi yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya, padahal tadi Laura sangat semangat membicarakan keburukan Pak Satria namun ternyata saat bertemu langsung gadis itu tetaplah karyawan biasa yang digaji lewat uang keluarga Satria.

Jam istirahat telah selesai, Gemi dan Laura pun kembali ke ruangan mereka. Namun karena kejadian di kantin barusan, mereka berdua pun memilih untuk melewati lift terjauh yang jarang dipakai karyawan guna menghindari pertemuan dengan Pak Satria. 

“Tuh kan, emang serem banget Pak Satria. Pokoknya jangan berurusan sama dia, okay?” Gemi yang mendengar itu hanya mengangguk mengiyakan saja. 

Setelah mereka sampai di lantai divisi perencanaan, mereka berdua kembali ke kubikel masing-masing karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. 

.
.

“Mau nyumbang kemana, Lo?” tanya Shereen keheranan melihat Leo membawa dua paperbag yang berisi roti.

“Ke Widowee.”

“Buset, nyumbang ke gue aja belum pernah, ye. Padahal usaha yang lagi merintis gue, bukan si Widowee, jahat bener my Lion,” ucap Shereen yang dibuat se dramatis mungkin. 

Leo tidak mengindahkan ucapan Shereen dan langsung memasukkan semua roti itu ke bagasi. Lagipula kenapa Shereen sangat santai seperti ini? Padahal ia memiliki butik yang harus dikelola dengan baik.

“Pasti lo kasih ini buat pdkt sama Gemi kan, ngaku deh lo. Yeuu bocah kemarin sore juga,” sindir Shereen membuat Leo ingin sekali melempar mulut ember itu menggunakan sepatunya.

Tanpa menanggapi ucapan Shereen, Leo pun langsung masuk ke dalam mobilnya dan melaju menuju Widowee Corp.
“Woi, minimal ajakin, kek! Kan gue bisa study banding!

Tidak perlu waktu lama, mobil Leo sudah terparkir rapi di halaman Gedung Widowee, Leo langsung membuka bagasinya dan mengambil dua paperbag tadi. Ia langsung melangkah masuk, namun seorang satpam bernama Joko tiba-tiba saja menghadangnya.

“Maaf, mas. Ada perlu apa, ya?”

“Oh, ini pak. Saya mau kirimin bingkisan yang teman saya pesan. Namanya Gemitri.” Tanpa kedua orang itu sadari, Sagi mendengar ucapan Leo yang membahas tentang nama Gemi, ia pun langsung menghampiri keduanya.

“Oh, Mbak Gemi. Sila—eh Pak Sagi.”
Leo yang tidak asing dengan nama itu pun menoleh, tatapan mereka berdua bertemu namun setelahnya Leo melemparkan senyum khasnya.

“Permisi pak, saya temannya Gemi. Saya mau mengirimkan bingkisan ini untuk dia,” ucap Leo ramah. Sagi melirik sekilas paperbag yang Leo bawa, kemudian menjulurkan kedua tangannya.

“Biar saya yang berikan kepada Gemi. Kalau orang luar tiba-tiba masuk takutnya mengganggu pekerjaan mereka,” sahut Sagi. Masih dengan senyum manisnya, Leo pun menyerahkan kedua paperbag itu kepada Sagi dengan berat hati.

“Itu isinya banyak pak, kalau bapak mau ambil satu juga nggak apa-apa. Itu buat Gemi sama teman-teman kantornya,” jelas Leo yang diangguki Sagi.

Setelah mengucapkan terima kasih, Leo langsung kembali ke mobilnya dengan perasaan tidak puas. Padahal ia ke sini ingin bertemu dengan Gemi, namun ternyata ia malah bertemu dengan saingannya … mungkin?
“Jadi itu yang namanya Sagi.”


Sagi langsung membawa tumpukan roti itu ke ruangan divisi perencanaan dan meletakannya di meja tamu. Laki-laki itu langsung berjalan ke arah kubikel Gemi, “Gemi, itu teman kamu tadi membawakan beberapa roti untuk kamu dan untuk teman-teman kamu, tapi dia sudah pulang tadi,” ucap Sagi santai, ada rasa senang saat ia dapat berinteraksi dengan Gemi.

“Roti? Temen saya? Pasti Leo!” Gemi langsung menoleh ke arah tumpukan roti di paperbag, ia sedikit berlari untuk melihat isinya dan tentu saja terdapat surat di dalamnya.

Ini sumbangan dari toko roti UMKM!

Semoga temen-temen kamu suka, ya. Aku masukin beberapa yang kamu suka juga, buat roti yang pake kotak itu khusus buat kamu, jangan dikasih ke orang lain!
Jangan lupa bagi-bagi, awas aja diembat sendiri, nanti pipinya kaya molen.
Dah ya, semangat kerja Gemicul!!

Gemi tersenyum kecil membaca surat dari Leo, memang Leo ada gila-gilanya.

“Cieee, roti dari siapa nih? Pacar kamu yaa, uhuyy Gemicull aaa lucunaa,” goda Laura saat ia berhasil mengintip sedikit isi suratnya.
Gemi yang digoda seperti itu pun hanya bisa menahan rasa malu, “Bukan, cuman temen, kok.”

“Alah, temen nanti juga demen. Any way mau satu, ya. Makaci Gemicul!” ucap Laura yang masih saja menggoda Gemi. 

Tanpa mereka sadari, seorang laki-laki yang masih berdiri di sana merasa sedikit … tidak suka? Entahlah, ia tidak suka jika Gemi tersenyum malu-malu seperti itu. 

“Makasih Pak Sagi, ini satu roti buat bapak.” Ucap Gemi sembari menyodorkan sebuah roti pisang.

“Saya nggak suka roti, kamu yang makan aja. Saya ke ruangan dulu.” Tanpa menunggu jawaban Gemi, Sagi langsung melenggang menuju ruangannya yang menyisakan tanda tanya di kepala Gemi, dirinya melakukan kesalahan lagi?

“Biarin aja Pak Sagi, lagi mood swing kali,” celetuk Cecil yang tengah memilih-milih roti. 

Pak Sagi jangan mau kalah sama Bang Leo dong🤓🤓

To be continue💫

Rasi CintaWhere stories live. Discover now