[ Fantasy - HTM ]
***
Bagaimana jadinya jika seseorang kecanduan membunuh hanya agar bisa menembus ke dimensi lain?
Itulah hal yang dirasakan oleh Han Bindra, laki-laki yang selalu punya rasa penasaran yang tinggi akan sesuatu. Termasuk saat sebuah...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
열하나 : Like Returning Home
***
Iris coklat itu melayangkan tatapan tajam pada seekor burung hitam di hadapannya. Lantas bergantian mengalihkan atensinya pada danau yang kini separuhnya berubah warna menjadi merah darah.
"Maafkan saya, Madam," ucap burung itu sambil menunduk takzim. Menghayati betapa merasa bersalahnya ia pada wanita di hadapannya.
Wanita yang dipanggil Madam itu tak bereaksi banyak, napasnya menderu masih dengan tatapan tajamnya. Ia membawa kakinya melangkah ke arah danau. Rahangnya mengeras begitu seluruh danau menjadi merah sempurna.
"Apa kau tau konsekuensi dari tindakanmu ini, Heukjo?"
Gagak itu yang masih menunduk itu mengangguk pelan. Ia sangat paham dengan peraturan sang Madam. Namun, yang ia lakukan sekarang adalah untuk menyelamatkan habitatnya. Ia ingin tempatnya hidup kembali dipenuhi cahaya. Kembali seperti benar-benar hidup setelah lima belas tahun lamanya mereka tak mendapat cairan merah itu.
"Bukankah kau sudah berjanji hanya akan menikmati makanan dunia manusia, Heukjo?"
Gagak yang dipanggil Heukjo itu masih tak menjawab. Ia merasa bersalah, tetapi ia akan tetap pada pendiriannya. Sebab, dunia yang ia tinggali adalah tempat yang tidak bisa hidup tanpa darah.
"Bahkan saat dua manusia itu mengakhiri hidupnya sendiri dan meninggalkan pesan, kau masih menginginkan cairan menjijikkan itu?"
Suara yang bernada penuh tekanan itu membuat Heukjo tak bisa mengatakan apa pun. Lagi, ia sadar bahwa tindakan memancing manusia lain untuk masuk ke tempat ini adalah hal yang salah. Namun, bagaimana ia bisa bertahan hidup lebih dari lima tahun lagi jika tidak dengan darah?
"Katakan sesuatu yang harus aku dengar, Heukjo. Aku tidak akan menerima permintaan maafmu, tetapi ... bereskan semua hal yang telah kau lakukan ini."
"Baik, Madam. Akan segera saya bereskan." Heukjo menunduk lebih dalam. Kali ini ia lebih dari sadar, bahwa ia ternyata masih lebih takut pada wanita itu. "Dan manusia itu sekarang sedang berada di sungai."
Setelah mengatakannya, Heukjo pamit undur diri. Menyisakan wanita itu yang menatap datar pada danau di depannya. "Benar-benar menjijikkan."
***
Langkah pelan itu menginjak rerumputan basah, yang seolah baru selesai diguyur hujan. Aromanya yang segar mengalirkan ketenangan pada diri Bin.
Laki-laki bermarga Han itu menatap berbinar pada pohon-pohon menjulang tinggi yang langit-langitnya dipenuhi kabut. Namun, tak menghalangi pandangan Bin pada pemandangan suram yang di mata laki-laki itu terlihat begitu mengagumkan.
Kepalanya bergerak ke kiri dan kanan, mengamati pepohonan yang menjadi pembatas jalan setapak yang kini tengah dilaluinya. Setiap melangkah, indera rungunya menangkap kata-kata sambutan seperti 'selamat datang' dan sebagainya. Seakan-akan ia sedang tak sendirian di tempat itu.