"Semua orang berhak bahagia",
itu kata kata yang selalu Rinelle ingat. Namun kalimat itu sangat berbanding terbalik dengan kehidupannya, mulai dari kematian sang ayah, kehilangan sosok ibu, ribuan penolakan, dan sekarang terror nya bertambah setelah...
Rinelle Meneliti setiap sudut ruangan pada bangunan itu. Netranya menangkap sebuah pemindai sidik jari dan wajah yang berada di tengah-tengah dinding luas yang kosong. Daniel pun mendekati pemindai yang bisa dibilang hampir tak terlihat karena tata letaknya.
Seakan telah mendengar perintah dari Daniel, dinding kosong yang luas itu berubah menjadi layar yang sangat amat besar.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Perintah di terima. Permintaan apa yang kau inginkan, Tuan?"
"Pindai Tuan lain!"
Layar itu pun mulai memindai wajah dan sidik jari milik Rinelle. Rinelle yang belum bisa mencerna apa yang sedang terjadi pun hanya diam mematung. Tak lama kemudian pun perangkat lunak yang disebut dengan "Casey" itu selesai memindai data Rinelle.
"Selesai! Siapa nama anda, Nona?" Tanya Casey.
Rinelle berfikir sejenak, apakah ia harus menjawabnya atau tidak. Karena ia memang tidak ingin ikut campur dengan apapun yang berkaitan dengan polisi dan kejahatan. Sedangkan ia juga kebingungan jika ia tidak menjawabnya.
"Namaku.. Rinelle," ucapnya ragu.
"Baiklah Nona Rinelle! Anda telah menjadi tuan keduaku setelah Tuan Daniel."
Tak lama setelah itu pun layar di depan mereka terbelah menjadi dua seperti membukakan pintu untuk mereka menuju sebuah ruangan. Di dalam ruangan itu terdapat banyak sekali foto yang dipajang pada dinding ruangan tersebut. Dan di sana juga banyak koleksi pedang yang Daniel miliki.
"Kita ngapain sih ke sini..?" Bingungnya selagi menatap netra Daniel menuntut penjelasan.
Daniel menghela nafasnya, ia berusaha memikirkan cara untuk membuat Rinelle tidak merasa terancam ketika di berada sekitarnya.
"Kita sembunyi, polisi bisa ngelacak gue sekarang. Cuma di tempat ini gue ga bisa dilacak."
"Terus tadi ngapain muka sama sidik jari gue dipindai juga?"
"Biar lo ga mati, blok. Casey diprogram kalo ada orang asing yang masuk, walaupun dateng sama gue bakal tetep disetrum mati sama Casey."
Rinelle masih tidak puas dengan jawaban yang diberikan oleh Daniel. Ia pun tetap mencari jawaban yang pasti atas segala kegundahannya.
"Biar?"
"Buat mengantisipasi ada yang nyusup pas gue buka pintu," jawabnya yakin.
Daniel pun mengambil sebuah cutter yang tidak begitu familiar di mata Rinelle. Cutter tersebut lumayan panjang, namun bisa dilipat. Daniel pun memberikan cutter itu kepada Rinelle.
"Nih, buat jaga diri. Nanti gue ajarin cara make nya," ucapnya lalu pergi ke ruangan lain.
Selagi menunggu Daniel, pandangan Rinelle pun menjelajahi setiap sudut ruangan itu. Di salah satu sudut ruangan itu terdapat sebuah foto keluarga kecil yang tampak bahagia.
"Lucu ya.." gumamnya tanpa sadar.
Disaat Rinelle sedang fokus meneliti foto tersebut, tak ada angin maupun hujan, Daniel tiba-tiba muncul di sampingnya dengan seringai yang menyebalkan.
"Lagi ngapain sih?"
"Ini foto keluarga lo kah?"
"He'em, tapi udah dibantai habis dan.. sisa gue. Keluarga gue habis di tangan satu bajingan," jawab Daniel yang terlampau santai.
"Kok bisa?"
"Ya bisa lah, blok. Lo pikir keluarga gue manusia besi?"
Entah mengapa, sekarang tumbuh rasa iba dalam hati Rinelle. Ia merasa bersalah telah menanyakan hal yang sensitif seperti itu, walau ia tahu manusia di depannya ini nampaknya adalah seorang pembunuh berantai.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Btw foto-foto yang lo pajang itu siapa aja?" Tanya Rinelle lagi dan lagi.
"Foto-foto korban gue," ucapnya datar.
Apakah Rinelle tidak salah dengar? Korban korbannya? Bahkan foto-foto itu hampir menutupi sekujur ruangan itu.
"Wait, You're just joking right?" Tanyanya mencoba memastikan.
"Maksud lo?"
Rinelle menelan ludahnya sekali lagi. Jadi yang sedang bersamanya saat ini benar seorang kriminal?
"Tenang aja, yang gue bunuh bukan orang baik. Yang di belakang lo, Caroline. Dia pemimpin sekte sesat di negara ini. Yang di samping lo, Jake Hamilton. Dia udah ngelecehin kurang lebih lima puluh perempuan di kota ini. Lo bisa liat kasusnya persis di bawah fotonya."
"Tapi lo ga bisa main bunuh, Niel, bawa ke pengadilan aja!" Protes Rinelle.
Daniel mengambil nafas panjang dan menghembuskannya kasar. Jujur ia sudah sangat muak dengan pembahasan ini.
"Lo gak tau sebejat apa pengadilan sekarang!? Mereka bakal tutup mata dan telinga kecuali sama yang punya kuasa dan uang!" Sentak Daniel hingga semburat merah menyebar di wajahnya.
Rinelle pun tampak tak menyukai jawaban yang diberikan oleh Daniel juga. Ia berpendapat bahwa tak semua hal itu harus berhubungan dengan nyawa. Penjahat-penjahat seperti mereka pasti masih bisa diadili oleh pengadilan.
"Gue pulang sekarang." Balas Rinelle singkat.
Gadis itu segera melangkahkan kakinya menuju pintu yang tadi ia lewati. Mau tak mau, Casey pun membukakan pintu untuk Rinelle. la berjalan keluar dari bangunan tua itu dengan rasa kesal. Beberapa meter setelah la melangkah keluar dari bangunan itu, la melihat beberapa mobil polisi sedang bergerombol. Polisi-polisi itu tampak seperti sedang mencari seseorang. Dan benar saja, beberapa saat kemudian ada seorang polisi yang keluar dari salah satu mobil polisi sambil membawa sebuah poster.
"Malam, maaf mengganggu. Mbaknya pernah liat orang ini gak?" Tanya seorang polisi. Poster tersebut menampilkan wajah Daniel yang sedikit buram karena dipotret saat ia sedang melarikan diri. Lalu apa yang harus ia katakan sekarang?