Seulgi tidak pernah berpikir bahwa suatu hari hidupnya akan menjadi seperti ini dibawah kuasa orang lain. Cinta yang menyesakkan yang dia terima dari Jaeyi membuat dia menyadari kalau itu terlalu berat untuk dia tanggung. Kadang kala dia bertanya pa...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
.
.
Seperti sebuah kebiasaan, Seulgi tidak pernah menunggu siang hari untuk membuka mata. Begitu matahari sudah mulai nampak sedikit saja, kesadarannya akan otomatis terjaga. Hal pertama yang dia sadari begitu membuka mata adalah sebuah tangan yang masih melingkar di pinggangnya, seolah itu adalah sabuk pengaman yang melindungi Seulgi dari mimpi buruk semalaman.
Seulgi berhati-hati melepaskan tangan yang menempel padanya itu. Tapi saat baru menggeser badannya sedikit, dia malah dijerat lebih dalam dan terkurung.
"Jaeyi-sshi.." panggil Seulgi lembut. "Aku mau-"
"Sebentar saja.. tetap seperti ini dulu sebentar saja." bisik Jaeyi di telinga Seulgi, mengubur wajahnya di perpotongan leher Seulgi.
Seulgi menggeliat sedikit, merasa geli saat nafas Jaeyi berhembus di kulitnya. Seulgi bisa saja tegas dan menepis tangan Jaeyi, melepaskan dirinya. Tapi yang dia lakukan justru sebaliknya. Gadis itu memilih untuk memejamkan matanya sekali lagi.
Kehangatan seperti ini, Seulgi bahkan tidak pernah merasakannya dari Byeongjin sebelumnya. Apa terlalu cepat baginya untuk merasa senyaman ini dengan Jaeyi?
Seulgi yakin ini semua karena cerita yang Jaeyi ucapkan semalam. Entah kenapa Seulgi merasa mereka memiliki kesamaan. Rasa sakit yang sama, trauma yang sama dan kesepian yang sama.
Mungkinkah itu alasannya Seulgi membiarkan Jaeyi melekat padanya secepat ini?
"Kamu..." Jaeyi kembali berbicara, dengan mata yang masih menutup. "Kenapa masih memanggilku begitu?"
Pertanyaan itu membuat mata Seulgi kembali terbuka. Memanggilnya seperti apa?
"Jaeyi-ya..."
Dua alis Seulgi bertaut mendengar Jaeyi menyebut namanya sendiri.
"harusnya kamu memanggilku seperti itu." "kita sudah berteman, kan?"
Seulgi tidak mengerti sama sekali kenapa Jaeyi seperti ini. Semalam dia belum berpikir panjang soal apa yang Jaeyi maksud sebagai berteman. Apa ini cara Jaeyi untuk melakukan pendekatan?
"Ayo coba... aku akan bangun kalau kamu mulai memanggilku begitu." Ucap Jaeyi seperti sebuah penawaran yang harus Seulgi ambil tidak perduli dia mau atau tidak.
Sesuatu seperti sedang mengganjal di tenggorokan Seulgi. Mereka seumuran, seharusnya itu mudah bagi Seulgi untuk memanggil Jaeyi dengan santai. Lagipula Jaeyi juga sudah memanggil namanya dengan nyaman, seolah dia sudah berlatih bertahun-tahun untuk itu.