Prolog

254 53 69
                                        

Bound Between Worlds” bukan novel yang ingin disukai semua orang, tapi novel yang ingin dikenang oleh mereka yang pernah mencintai sampai hancur.

(Penulis)

🥀🥀🥀

“TIDAK!”

Pria itu membentak. Untuk pertama kalinya, sepanjang usianya, ia bersuara keras kepada seorang perempuan yang ia dambakan. Rindukan. Yang ia cintai seperti orang gila—Reina.

“Tidak,” ulangnya, bergetar. Penuh penekanan. Mata indahnya menggelap. Membias gelombang emosi yang lama tertahan. Marah, kecewa, dan putus asa menjadi satu. “Kau tidak akan kulepaskan. Bukan sekarang. Bukan selamanya.”

Reina membisu. Memeluk tubuhnya dengan satu tangan. Seolah menahan agar tak jatuh dalam harapan semu.

“Jangan memaksa.” Reina membuang wajah. Suaranya parau. Matanya merah, menahan tangis yang hampir membobol benteng pertahanannya.

“Aku tidak punya pilihan lagi, Reina.” Pemuda tersebut melangkah. Pelan, hati-hati. Seolah takut mendekat bisa menghancurkan gadis itu, tapi menjauh malah membunuhnya.

Aku lebih baik hancur, daripada melihatmu lebur.

Pria itu berdiri di depan Reina. Tangannya terangkat, menyentuh lengan yang kecil dan terlihat rapuh itu. Lembut. Ragu-ragu. Seakan-akan ingin meyakinkan bahwa ia datang bukan membawa janji, tapi kepastian.

“Lihat aku,” pintanya, lirih. Tak lagi di kuasai emosi. Jemarinya kini membelai pipi sang belahan hati. Penuh kelembutan. Penuh pemujaan. Layaknya seorang tanpa daya, berpasrah pada sang penguasa alam semesta.

Mata mereka bertemu. Saling membaca dalam perasaan yang rancu. “Aku tak kan pernah menyerah untukmu. Meski … harus membumihanguskan Swantara demi dirimu.”

Lalu ia memeluk Reina. Menarik gadis itu ke dalam dadanya yang sesak. Tak peduli pada takdir. Tak peduli pada dunia.

Dan … ketika bibir mereka bersentuhan, itu bukan tentang kemenangan. Itu tentang kekalahan; oleh rasa yang tak bisa dibohongi lagi.

Tak peduli akan berakhir seperti apa, demi Astadewa! Aku akan memperjuangkan—kita!

Aku bersumpah!

_________🥀🥀🥀_________

Mitologi Swantara

Pada mulanya, jagad raya hanyalah lautan hampa. Antara alam roh dan alam nyata dipisahkan oleh tirai tipis, rapuh oleh ketidakseimbangan. Dari kekosongan itu, turunlah Istradewa, sang penjaga keseimbangan, pembawa harmoni dimensi. Dengan esensinya, ia menenun sebuah dunia baru: Swantara.

Di tanah inilah kehidupan bersemi—makhluk-makhluk gaib lahir, salah satunya Manusaara, manusia yang rupawan, panjang usia, dan dikaruniai sihir. Mereka hidup rukun pada mulanya, hingga benih keserakahan tumbuh.

Perpecahan melahirkan dua kubu: Kaum Wismara, penjaga cahaya dan keteraturan, dan Klan Niraksana, pengusung sihir terlarang dan kegelapan. Pertempuran panjang meledak, dikenal sebagai Perang Awal Dunia.

Untuk mencegah kehancuran total, Istradewa mencurahkan esensinya ke dalam satu wadah: Batu Somo, artefak purba, penstabil jagad sekaligus sumber kuasa tertinggi. Batu itu ditempatkan di Nadi Swantara, tanah salju abadi di pusat benua.

Bound Between Worlds (On Going)Where stories live. Discover now