Happy reading~
.
.
.
"Ada banyak cara untuk menumbuhkan perasaan, maka mari lakukan perlahan."
"Non, baju yang kena ice cream nggak bisa bersih. Masih ada bekas nodanya, apa sebaiknya Non belikan kemeja yang baru saja buat Mas Adi? Barangkali dicari lagi kemeja warna yang ini."
Padahal sudah beberapa kali dicuci dengan berbagai cara yang diikuti lewat video tutorial, namun bercak kecil noda bekas ice cream dua hari lalu masih tidak mau hilang. Arumi sampai turun tangan untuk mencucinya sendiri secara manual, namun tetap saja meninggalkan noda pada kemeja tersebut.
Setiap kali melihat kemeja tersebut, pikiran Arumi mendadak kacau. Ingatannya selalu berputar-putar mengingatkan malam dingin namun cukup panas di dalam mobil. Jantungnya berpacu kencang seperti tengah berada di posisi seperti malam itu.
"Mbok heran kenapa pakaian kalian jadi kotor kena ice cream, apa karena bertengkar di tengah jalan?"
Arumi hanya tersenyum kecut, tidak berani mengatakan hal yang sebenarnya kepada Mbok Nimas. "Mbok, besok temani saya cari kemeja seperti ini ya. Sekarang kemeja yang ini kita sembunyikan dulu, jangan sampai kelihatan sama Mas Adi. Nanti dia marah-marah kalau tau pakaiannya masih kotor begini, tau sendiri kan kalau Mas Adi maunya kelihatan bersih dan rapi meskipun sering ke lokasi proyek yang banyak debunya."
Mbok Nimas hanya mengangguk-anggukkan kepala, raut wajahnya mendadak pias. Manik matanya bergerak gelisah, menatap ke arah Arumi yang tengah sibuk membicarakan sikap Adinatha di belakang sang suami. Ah sebenarnya tidak juga, saat ini bahkan Arumi tengah membicarakan sosok Adinatha di hadapan orangnya langsung tanpa sepengetahuan si puan.
Adinatha berdehem, kedua tangannya tersimpan rapi di dalam saku celana. Tubuhnya yang tinggi menjulang, berdiri menatap Arumi yang tengah berjongkok sembari menggenggam kemeja berwarna sage kepunyaan Adi.
Rahangnya begitu tegas, sorot matanya yang tajam seakan menatap Arumi dengan penuh kebengisan. Seperti akan memaki-maki Arumi saat itu juga perkara salah satu kemeja yang tidak dapat dibersihkan dari noda.
"Perkara satu kemeja saja bicaramu banyak sekali mengenai saya?" sindirnya Adinatha kepada sang istri, masih berdiri di tempatnya sembari menatap Arumi. "Kalau memang kotor tinggal buang saja, ngapain repot-repot dicuci berulang kali. Sudah dua hari ini saya lihat kemeja itu terus-terusan dijemur."
Adinatha melangkah menjauh, menghampiri Mbok Nimas untuk melihat sesuatu di belakang. Kepalanya menengadah memperhatikan atap yang menurut Arumi baik-baik saja namun tidak dengan Adinatha.
"Besok ada orang yang mau benerin tiang torennya, sementara waktu dipindah dulu ke tempat menjemur pakaian. Selama beberapa hari ini Mbok Nimas jangan menjemur baju di atas, pindah dulu di bawah nanti saya buatkan jemuran baru setelah makan malam."
Melihat Adinatha yang begitu tinggi dan memiliki bahu yang lebar terkadang membuat Arumi terpesona. Namun perasaan itu cepat sekali memudar begitu mengingat betapa kasarnya cara bicara Adinatha dan bagaimana semena-menanya sang suami memperlakukannya.
Hanya saja akhir-akhir ini Adinatha memang terlihat lumayan tenang, pria itu tidak mengungkit kejahatan mendiang Arya Gumilar yang biasanya diungkit hampir setiap kali sarapan. Setidaknya untuk sementara waktu Arumi dapat bernapas lebih lega, tidak menahan gemetar karena takut akan mendapat cacian Adinatha.
Arumi melangkah mendekati Mbok Nimas. Di tangannya masih digenggam kemeja yang semula menjadi buah bibir di antara dirinya dan Mbok Nimas. Kepalanya ikut menengadah, memperhatikan besi penyangga toren yang terletak tidak jauh dari tempat menjemur pakaian.
YOU ARE READING
ASTUNGKARA (selesai)
RomanceASTUNGKARA -sebuah harapan melalui ikatan pernikahan- . . Sebuah pernikahan dianggap dapat memutus sebuah tali kebencian. Sebuah pernikahan dianggap dapat menjadi jembatan baru untuk mengulang kembali hubungan erat dua keluarga yang sempat terputus...
