BAGIAN 4. Rumah Tangga

7.7K 760 83
                                        

Happy reading~
.
.
.

"Kita lupa untuk menjaga bicara di depan pasangan sehingga menimbulkan perdebatan, seakan lupa bagaimana pernah memuji seperti saat di hadapan orang lain."


Tengku Astungkara Adinatha💌
Saya pulang telat karena ada meeting di luar kota.
Tidur saja, nggak perlu menunggu saya pulang.

Antarini Arumi Gumilar💌
Iya.

Adinatha mengerutkan kening, terheran-heran dengan pesan jawaban Arumi yang terlihat begitu monoton. Bahkan tidak pernah sekali pun Arumi bertanya mengenai di mana luar kota yang Adinatha maksudkan. Atau dengan siapa saja suaminya bekerja sampai pulang terlambat. Arumi akan selalu membalas 'iya' atau bahkan 'hm' saja.

Menandaskan puntung rokoknya ke dasar, Adinatha menatap gedung perkantoran dari balkon. Pikirannya tertuju pada bayangan sosok Arumi yang baru saja sembuh usai demam selama tiga hari. Adinatha mulai mengkhawatirkan bagaimana kalau kondisi Arumi kembali buruk sementara di rumah hanya ada Mbok Nimas yang menemani.

Menghela napasnya yang berat, Adinatha memijat tengkuknya yang terasa begitu kaku. Ingin sekali segera beristirahat namun pekerjaan belum selesai. Adinatha bahkan mencuri-curi kesempatan untuk mengabari Arumi di sela waktu istirahatnya.

Suara ketukan langkah kaki terdengar mendekat, Adinatha melengoskan kepala untuk melihat sisi lain. Enggan untuk melihat siapa yang datang mendekat. Dari ketukan langkah kakinya saja Adinatha sudah dapat menebak kalau itu adalah Gemani Indira.

"Suntuk sekali dilihat-lihat, boleh aku temani?" Sapa wanita itu, ikut mendekatkan diri bersama Adinatha yang tengah bersantai di tepi balkon berbahan kaca sembari menikmati angin dan pemandangan kota.

Entah memang sengaja atau bagaimana, Adinatha bahkan langsung mengetahui aroma parfum yang menguar saat ini. Aroma yang sama semasa dulu Adinatha menghadiahkan parfum mewah di hari ulang tahun Indira. Sekelibat kenangan masa lalu terlintas, tidak perlu terlalu dikenang karena Adinatha bukanlah sosok yang terlalu mengistimewakan sebuah kenangan percintaan di masa lalu.

"Kalau pun saya bilang nggak boleh, toh kamu juga tetap sudah di sini, kan."

Indira tertawa pelan, tatapannya masih tertuju pada Adinatha. Seakan-akan tidak ada pemandangan lain manakala perasaannya masih begitu menggelora untuk sang pria.

"Anak-anak masih suka sekali jodohin kita, menurut kamu gimana? Niat mereka baik."

Adinatha menyeringai tipis, ingin tertawa akan tetapi khawatir menyingung harga diri Indira. "Anak-anak didengerin. Pantas kamu nggak bisa bedakan mana niat baik dan niat buruk." Telak, Adi menyindir Indira saat itu juga.

Sudah cukup lama Adinatha mengetahui kalau Indira pun memanfaatkan dukungan kolega demi menyambung kembali hubungan yang sudah kandas. Adinatha tidak pernah menyinggung secara terang-terangan, namun sabarnya habis saat dirinya diberi obat perangsang. Adinatha yakin sekali kalau Indira ikut terlibat.

"Saya sudah menikah, sebaiknya kamu sudahi juga perasaan kamu. Memangnya apa baiknya jadi perempuan simpanan dari pria yang sudah beristri."

"Aku rela jadi istri kedua, atau menikah siri pun aku nggak masalah, Di. Aku masih sayang sama kamu. Aku semakin nggak rela lepas kamu setelah tau kalau kehidupan rumah tangga kamu nggak harmonis."

Adinatha tertawa sengau, membalik tubuhnya untuk menatap Indira. Adinatha memang penuh pesona, wajar saja Indira berpikiran konyol hanya agar dapat tetap menjadi wanitanya Adinatha. "Jangan memaksakan hal yang nggak mungkin terjadi. Lagi pula tau dari mana kalau hubungan rumah tangga saya dan Arumi nggak harmonis?"

ASTUNGKARA (selesai)Where stories live. Discover now