ANOTHER LOOP

2 0 0
                                        

Pagi itu seharusnya seperti biasa—seperti pagi pada umumnya di sekolah yang akhirnya kembali ramai setelah sekian lama sepi dari anomali. Tidak ada glitch, tidak ada suara aneh, tidak ada bel patah nada yang menggemakan waktu yang sama berulang-ulang. Semuanya terasa… normal. Tapi, justru karena terlalu normal, Adiraka mulai merasa aneh.

Ia berdiri mematung di depan ruang kelas 11 IPA 2, menatap sudut taman di seberang koridor. Angin pagi bertiup lembut, menyentuh pipinya, membawa aroma rumput basah dan bau cat dinding yang baru dipulas. Tapi bukan itu yang membuat napasnya terhenti sejenak.

Itu perasaan. Perasaan yang tak asing. Seperti berjalan di jalur yang pernah ia lewati, meski dunia berkata ini baru. Tangannya bergerak perlahan ke saku, mencari sesuatu yang bahkan ia tidak tahu apa. Hanya naluri yang membawanya ke sana, seperti déjà vu yang mencubit halus pikirannya.

Langkah kaki terdengar dari ujung koridor. Zaylena berjalan mendekat, rambutnya tergerai, ransel hitam menggantung di punggung, dan wajahnya—ya, wajah itu—tersenyum dengan cara yang membuat jantung Adiraka berdetak aneh.

Lalu kalimat itu jatuh dari bibirnya.
"Tadi malam gue mimpiin Syaka."
Pelan. Datarnya biasa. Tapi bagi Adiraka, dunia runtuh dalam sekejap.

Ia menatap Zaylena tanpa kata. Napasnya tercekat.
Itu… persis. Persis seperti awal dari loop. Kalimat yang memulai semuanya tiga tahun lalu. Kalimat yang memicu penyelidikan, memecahkan rahasia, membuka luka, dan menjungkirbalikkan hidup mereka.

“Zay…” Adiraka mengatur napas. “Lo yakin itu mimpi pertama tentang Syaka?”

Zaylena mengangguk. “Iya. Aneh ya? Udah lama nggak kepikiran dia, tapi tadi malam mimpi kita di atap sekolah. Kayak… gue lagi nyari sesuatu. Tapi nggak tau apa.”

Adiraka merasakan kepanikan yang halus—bukan seperti ketakutan biasa, tapi seperti alarm sunyi yang hanya bisa dirasakan, bukan didengar. Matanya menatap sekeliling. Taman, kelas, jam dinding… semua tampak normal. Tapi jiwanya tahu, ini bukan pagi biasa.

Apakah ini loop baru?

Apakah semua perjuangan mereka sebelumnya hanya mengantarkan ke siklus lain?
Apakah sistem yang rusak itu tidak benar-benar berhenti, hanya... berevolusi?

---

"Hidup terkadang seperti lingkaran yang tidak kita sadari. Kita berpikir telah melangkah maju, padahal hanya berputar pada poros yang sama. Tapi bukan waktunya yang salah, bukan semestanya yang jahat. Kadang, yang harus berubah adalah keberanian untuk menghadapi kenyataan—bahkan jika kenyataan itu menyakitkan."

"Dan cinta? Cinta adalah satu-satunya kompas dalam labirin waktu. Jika kita kehilangan arah, cinta adalah satu-satunya yang bisa membawa kita pulang."

---

Zaylena menatap Adiraka dengan raut bingung. “Kenapa lo liatin gue kayak gitu?”

Adiraka menunduk, lalu tersenyum tipis. Bukan karena semuanya baik-baik saja, tapi karena meski waktu berulang, pilihan selalu baru.
Selalu ada ruang untuk tumbuh, berubah, dan mencintai dengan versi diri yang berbeda.

“Kalau pun ini loop lagi…” Adiraka menggenggam tangan Zaylena, “...gue nggak masalah. Selama lo di sini.”

Zaylena diam. Senyumnya merekah, lalu ia menjawab, “Kalau harus mengulang ribuan kali pun, asal bareng lo, gue jalanin.”

Dan entah itu adalah awal dari loop baru atau hanya permainan memori yang belum sembuh, Adiraka dan Zaylena tahu satu hal: mereka akan saling menemukan—lagi dan lagi—hingga dunia benar-benar memberi mereka akhir yang utuh.

Karena bahkan jika waktu terus mengulang,
cinta tidak pernah kembali dalam bentuk yang sama.
Ia selalu tumbuh, menyembuhkan, dan menyelamatkan.

CTRL+LOOP (TAMAT) Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ