20 | Aakhh...

262 20 10
                                        

Hari-hariku berjalan dengan baik, manis, dan mendebarkan. Kami berkirim pesan, bertemu diluar sesekali, dan berkencan sebagaimana pasangan lainnya. Ya walaupun kami harus berhati-hati agar tidak bertemu orang-orang kantor.

Pak Jeff benar-benar manis dan penuh perhatian. Si pemarah ini bisa lembut dengan caranya sendiri, si kutub utara ini punya kehangatan yang tak habis-habis. Tiap hari aku dikejutkan dengan hal baru darinya.

Bibirnya yang selalu cemberut ternyata memiliki senyum cerah yang memikat atau terkadang senyum tipis yang hangat. Tapi aku lebih suka ketika bibirnya membentuk seringai miring, benar-benar menggoda, ini bukan kiasan. Senyum miringnya entah kenapa bisa membuat perutku bergejolak geli, membuatku bergairah tanpa alasan.

Tatapannya yang intimidatif ternyata bisa lembut penuh cinta, ah belum lagi tangannya yang kasar dan seringkali tampak mudah menghancurkan ternyata bisa menggenggam tanganku dengan nyaman dan hangat. Bisa menepuk-nepuk punggungku, menenangkan.

Bahu lebarnya yang kokoh, dadanya yang bidang, kakinya yang jenjang, ototnya... Ah, tak akan ada habisnya jika aku menceritakan semua kekagumanku terhadapnya.

Seminggu setelah makan siang di restoran tradisional Indonesia kemarin, kami pergi menonton bioskop. Dan dia benar-benar menyewa satu studio. Sampai sekarang aku masih belum terbiasa melihat betapa borosnya dia menghabiskan uang.

Mobil mewah yang biasanya hanya aku lihat dipakai artis atau pejabat negara kini sering aku naiki. Restoran mewah yang namanya tidak pernah aku dengar sekarang sering aku datangi. Betapa aku masih sulit percaya kalau aku sekarang berpacaran dengan bosku yang kaya raya.

Lalu seminggu setelah kami menonton bioskop pak Jeff mengajakku kencan berkuda di arena berkuda private miliknya. Arena kuda yang luas dan istal yang megah.

"Ini milik pribadi pak? Beneran?" Rasanya masih sulit untuk mempercayainya. Dalam pikiranku orang yang kaya raya itu kesehariannya selalu mengenakan stelan jas lengkap, bahkan supir pribadinya pun mengenakan jas. Beda sekali dengan pak Jeff yang kemana-mana sering memakai hoodie.

"Ya, karena aku suka berkuda." Pak Jeff menjawab enteng.

"Wah! Jangan-jangan pak Jeff punya helikopter beserta landasannya disuatu tempat," kelakarku. Tapi kemudian aku lihat dia tidak ikut tertawa, dia hanya menggaruk tengkuknya dengan kikuk.

"Oh no... Jangan bilang beneran punya?" Aku terbelalak tak percaya.

Dia mendengus kemudian berujar, "itu bukan hal besar."

Aku menutup mulutku dengan satu tangan, "hah? Beneran pak Jeeefff?"

Dia terkekeh kemudian menggandengku berjalan menuju istal kudanya yang megah. Dia berbicara kepada karyawan yang menyambut kami dan memilihkan kuda untukku.

Aku lagi-lagi terpesona dengan geraknya yang gagah dan mantap, bagaimana mimik wajahnya ketika membelai kuda juga ketika dia mengangkat tubuhku agar bisa naik dengan mudah. Semuanya sempurna dan mendebarkan.

Seminggu setelah berkuda kami berkencan di restoran super fancy, restoran tertinggi di Jakarta. Makanannya super enak, tempatnya juga sangat romantis, dan sangat Instagramable. Aku benar-benar takjub dengan pelayanan dan rupa makanannya. Jantungku berpacu atas semua pengalaman yang aku dapatkan.

Namun setelah semua itu, tetap saja ada rasa kecewa yang menyusup dihatiku. Aku merasa pak Jeff sangat menjaga jarak denganku. Walaupun kami bersama seharian bisa dihitung berapa kali dia menggenggam tanganku. Berciuman pun sudah tak pernah.

Kadang aku melihat tatapannya yang tajam seolah-olah aku santapan lezat, namun detik berikutnya tatapannya kembali hangat dan tersenyum. Sentuhannya yang ringan seringkali memberi efek kejut seperti sengatan listrik di tubuhku, sehingga aku mendambakan lebih. Namun lagi-lagi aku kecewa karena dia memilih bersikap sopan layaknya pria sejati.

LOVING MR. MONSTER!Where stories live. Discover now