30. What Should've Stayed Buried

Comenzar desde el principio
                                        

Cleo menghela napas. "Eumm, gue ... masih mikir. Takut Galen malah nggak suka."

"Yaelah Cle, lo nikah sama suami lo, bukan sipir penjara." Eizen mendesah panjang. "Kalau lo takut terus, kapan lo mau majunya? Pikirin masa depan lo juga, Cle. Jangan Galen mulu."

Cleo menggigit bibir, tak menjawab. Masalahnya, Eizen tidak tahu separah apa kelakuan Galen waktu ia ketahuan 'menjual diri' itu.

"Mending lo jangan bilang dulu ke Galen. Gas aja." lanjut Eizen serius. "Kadang kesempatan itu datang cuma sekali. Lo nunggu izin, nanti udah keburu ditikung orang. Jangan sampai lo nyesel, Cle."

Begitu Eizen pergi untuk membantu stan sebelah, Cleo kembali tenggelam dalam pikirannya. Ia belum sempat benar-benar menyentuh kopi yang dibawakan Eizen, ketika langkah kaki asing berhenti di depan mejanya.

"Mbak, ini yang best sellernya yang mana, ya?" tanya seorang wanita anggun dengan rambut pendek dan poni tipis.

Cleo menengadah, bermaksud melakukan eye contact pada pelanggan itu namun seketika, atmosfer di sekelilingnya mendadak hampa. Bahkan suara bising festival pun terasa menjauh.

Itu Viska.

Perempuan yang dulu pernah mencoba merebut Galen saat mereka SMA—bahkan nekat memaksa Galen minum alkohol. Dan kini ... perempuan itu berdiri di hadapannya dengan wajah yang dewasa, elegan, dan tidak lagi seperti gadis gila yang dulu ia kenal.

"Oh ... L—Lo Cleo, kan?" Viska bertanya pelan, seolah tahu bahwa kehadirannya memancing guncangan.

Cleo tidak langsung menjawab. Matanya terpaku pada wajah Viska sejenak. Tunggu. Rasanya ia belum lama melihat raut wajah dan bentuk rahang seperti itu. Tapi siapa?

Jangan-jangan ... Pak Gabriel?

Jadi itu yang terasa familiar dari wajah Pak Gabriel waktu gala dinner kemarin? Pantas saja, ia seperti pernah lihat.

"Gue beli crepesnya dua ya," kata Viska pelan. "Hmmm, kalau boleh sekalian ... gue juga minta maaf."

Cleo terkejut. "Hah?"

"Ya gue tahu gue banyak salah. Waktu SMA, gue terlalu terobsesi sama Galen, sampai nekat pisahin lo sama dia. Dan—" Viska menunduk. "Gue bener-bener nyesel. Sejak hari itu, gue selalu dihantui rasa bersalah. Jadi ... mulai sekarang gue nggak akan ganggu lo mau pun Galen lagi."

Cleo masih diam seribu bahasa. Tapi sebelum ia sempat merespons, suara bariton yang hangat terdengar dari samping mereka.

"Viska!"

Cleo menoleh, dan mendapati Pak Gabriel di sana.

Kini pria paruh baya itu berdiri tak jauh dari mereka, dengan raut terkejut saat matanya bertemu Cleo.

Sekarang semuanya makin jelas. Rasa penasaran Cleo terjawab sudah.

"Oh ... Cleo?" Nada Pak Gabriel terdengar gugup, sekaligus kaget. Sorotnya berpindah dari Cleo ke Viska, seolah baru sadar bahwa dunia mereka kini tumpang tindih. Suasana mendadak canggung.

"Waah, kalian sudah saling kenal, ya? Ya... mungkin saya harus bilang langsung. Cleo, ini Viska. Putri saya, yang project kafenya sedang dikerjakan oleh Galen," jelas Pak Gabriel pada Cleo yang kebingungan.

Sementara Viska tersenyum kecil, tampak agak malu. "Surprise, ya?"

"Oh begitu ya..." ucap Cleo akhirnya, mencoba bersikap profesional meski napasnya masih tercekat. "Saya harap kerja sama kalian berjalan lancar."

Pak Gabriel tersenyum simpul. "Saya juga berharap begitu. Dan Cleo, saya sungguh menghargai etos kerja kamu. Kamu perempuan hebat."

Cleo hanya mengangguk sopan. Tapi di balik senyumnya yang tenang, pikirannya bergolak.

Too Late To Escape [End]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora