Prolog

31 2 0
                                        

"Kita putus," lelaki itu terdiam menatap wajah datar gadis disampingnya. "Aku nggak bisa lanjutin hubungan ini, aku capek,"

"Capek? Maksud kamu?"

"Kamu terlalu sibuk sama organisasimu, kamu melanggar semua yang jadi perjanjian kita, kamu masih ngerokok dibelakangku, kamu nggak pernah peka sama perasaan ku Sam!!"

"Biar aku jelasin dulu..."

"Cukup!! Aku udah terlalu capek. Hubungan kita udah terlalu lama nggak baik-baik aja, tapi kamu bertindak seolah semuanya masih baik-baik aja,"

"Kamu tenang dulu yah, aku minta maaf, tapi tolong kasih aku waktu untuk jelasin semuanya. Soal aku yang terlalu sibuk organisasi, bulan depan aku udah selesai dengan organisasi ini, aku bisa lebih fokus perbaiki hubungan kita. Soal merokok, aku salah, aku udah melanggar perjanjian kita lagi, tapi kamu tau kalau hal itu tidak bisa hilang begitu saja, kasih aku waktu," Kirana tertawa miris, matanya mulai berkaca-kaca, namun sebisa mungkin dia tahan air mata itu tidak keluar.

"Lakukan apapun yang kamu suka, nggak ada yang perlu kamu perbaiki, kita selesai," Kirana berdiri dari tempat duduknya hendak melangkah pergi, namun tangan Samudra lebih dulu mencekalnya.

"Aku biarin kamu pergi sekarang, aku kasih kamu waktu untuk berfikir, Minggu depan aku akan menemui kamu dan aku harap keputusan kamu berubah," Samudra melepaskan cekalannya ditangan Kirana. "Kirana, kamu akan selalu jadi bagian terpenting dihidup aku,"

Kirana melangkah pergi meninggalkan Samudra ditaman itu, akhir-akhir ini pikirannya sangat kacau, salah satunya karena masalah keluarganya. Kirana berharap Samudra ada disaat-saat dia menghadapi masalah itu, setidaknya menjadi pendengarnya, namun lelaki yang ia cintai itu, yang dirinya anggap sebagai rumah malah tak pernah sekalipun ada. Samudranya berubah, tidak seperti awal-awal hubungan mereka, yang masih bertahan adalah cara bicara pria itu padanya, masih lembut dan tak pernah sekalipun meninggikan suaranya walau suara Kirana tinggi.

Kirana sampai disebuah bangunan mewah yang katanya adalah rumah, namun ini bukan lagi rumah baginya semenjak ayahnya selingkuh.

Suara-suara pertengkaran memasuki indra pendengarannya saat dia melangkah memasuki rumah, Kirana berusaha menulikan telinganya, pertengkaran ini sudah berlangsung kurang lebih 4 bulan lamanya, yah dirinya cukup lelah mendengarnya.

"Kita cerai, aku sudah tidak mencintaimu lagi," Kirana menghentikan langkahnya ditengah tangga yang dia naiki kala mendengar kalimat itu terucap dari lelaki yang ia sebut papa, dia menunggu apa yang akan mamanya katakan.

"Yasudah, pergi kamu dasar tukang selingkuh, aku tidak membutuhkan kamu disini. Kamu sama perempuan itu sama-sama murahan!"

Dan inilah akhir dari pertengkaran itu, perceraian.

Kirana memasuki kamarnya, perlahan tubuhnya merosot kebawah, dia terduduk diatas lantai kamarnya, air mata itu perlahan demi perlahan keluar dari matanya. Dia sendirian, semuanya hancur entah itu kisah percintaannya atau pun keluarganya, lalu dimana gadis itu akan bertumpu.

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya dia ingin mati, Nila Kirana Rahendra tak ingin tinggal di bumi lagi.

Tok...Tok...Tok

Suara ketukan pintu kamarnya membuat Kirana segera menghapus jejak air matanya, dia menarik nafas panjang sebelum membuka pintu itu.

Dihadapannya kini berdiri seorang pria, cinta pertamanya, sekaligus luka pertama dalam hidupnya.

"Papa pergi, kalau butuh sesuatu telfon papa yah," Kirana hanya mengangguk walau dia tau kata-kata itu akan sirna bersama perginya papanya dari rumah ini.

Setelah ini, apa mungkin seorang Prameswara Rahendra itu akan ingat padanya, apa mungkin selingkuhan papanya itu akan membiarkan dirinya berkomunikasi dengan papanya, Kirana rasa semuanya akan menjadi sulit.

"Boleh Kirana peluk papa," Pram langsung membawa Kirana dalam pelukannya, Kirana meminta ini karena firasatnya mengatakan pelukan ini akan jarang dia dapatkan lagi.

Pelukan itu sangat hangat, boleh kah dirinya berharap papanya tetap untuk dia dan mamanya, boleh kah waktu terulang kembali dan papanya tidak pernah melakukan perselingkuhan.

"Papa sayang kamu nak," kata Pram membuat Kirana melepaskan pelukannya.

"Apa ini sudah jadi keputusan final?"

"Tidak ada yang bisa dipertahankan lagi diantara papa dan mama,"

"Apa yang membuat papa mencintai perempuan itu lebih dari mama dan aku?" Sayangnya perkataan Kirana ini hanya dia ucapkan dalam hatinya, dia tidak memiliki keberanian untuk mendengarkan jawaban papanya, dirinya sudah sangat hancur hari ini.

_________________________________________________

Haloo guyss, gimana nih sama prolognya??

Yuk yang penasaran beri bintang dulu yah, jangan lupa follow author yang belum follow

Nantikan part selanjutnya.....

Salam hangat, author

Days Without YouWhere stories live. Discover now