"Jika tak bisa menepati janji, Jangan membuat harapan yang tak pasti."
—Fracture—
(♡)
Orang yang sehat bukanlah orang yang pandai menyembunyikan lukanya tapi, orang yang bisa merawat lukanya dengan baik dan benar.
Tanpa menyembunyikan luka apapun, dia bisa berdamai dengan semua masalahnya. Mulai dari masa lalu, kini, dan nanti di masa depan.
Ternyata rasanya jatuh cinta itu berat ya, di saat kau menyukai orang lain. Orang itu sudah ada yang punya, di saat orang itu menyukai dirimu malah sebaliknya, kau sudah ada yang punya atau tak suka.
Di saat yang tepat cinta dipertemukan, saling melepas rindu, berbagi kehangatan satu sama lain, dan mencumbu. Mesra? Tentu saja, mereka adalah pasangan yang serasi. Kau bisa apa? Menghalangi jalan mereka? Menjadi selingkuhan atau pengkhianat? Berbohong? Bermain dibelakang dan menyusun strategi untuk menghancurkan hubungan mereka?
Itu semua hanya sia-sia. Kau bisa melakukannya semaumu, tanpa kendali dan pegangan. Namun, akankah hubungan kalian berakhir dengan kisah yang bahagia? Huh! Aku tertawa melihatnya.
Sunyi, Aku tak ingin menaruh rasa apapun darinya lagi.
______
Sepertinya aku tidak akan menikah, melihat bagaimana tabiat ayah yang semena-mena kepada anak-anaknya, lepas tanggung jawab, dan menjadi pecandu rokok. Sedangkan ibu, kurangnya berpendidikan tinggi yang mempuni. Walaupun tumbuh di keluarga kaya raya dari pihak orangtuanya dulu sebelum memutuskan menikah dengan ayah karena sebuah perjodohan. Namun, ia pemalas, bodoh dan mudah dimanipulasi.
Aku cukup trauma dengan itu semua. Sakit? Entahlah, sudah seberapa lebar luka itu menganga, berapa kali cairan kental merah keluar. Mencoba mendekati orang lain, ingin memulai hubungan baru tapi, ada saja masalah yang datang. Ia sudah punya kekasih, diriku, terkadang bila ada orang baru yang menyukai. Kadang suka atau tidak, aku muak dengan semua ini.
Dilema, Ya! Aku dilema, aku sudah putus asa dengan itu semua. Sepertinya aku tidak layak mencintai dan dicintai, lihat saja aku selalu gagal, jika ingin memulai atau sedang berhubungan dengan sesuatu. Aku sampai bertanya-tanya pada diriku sendiri, apakah aku ini tidak pantaskah atau diguna-guna supaya orang yang mau mendekati diriku berakhir gagal?
______
Awal perkenalan manis, biasa saja. Namun, lama-kelamaan semua itu hanyalah dusta. Topengnya sangat tebal, terkesan misterius, sikapnya dingin bagaikan belati yang menusuk tajam dirimu berulang kali.
Sakit, mati rasa, hampa dan nestapa. Saat ia menusuk berulang kali belati itu ke dalam tubuhku, aku tak dapat merasakan apapun perasaan yang ada, hambar. Semuanya musnah begitu saja di dalam jiwa dan raga.
Darah mengenang membasahi lantai pualam, membanjiri semua tetesan permukaan lantai dengan cairan air pekat, merah, dan berbau anyir yang amis. Bagaikan besi berkarat dari seujung bilah pisau, ia tancapkan terus-menerus ke seluruh tubuhku.
Lidahku kelu, mulutku membisu, gaun putih yang ku kenakan kini telah sempurna seluruhnya oleh merah darah. Ia berusaha keras menusukkan belati itu ke seluruh tubuhku, bibirnya menyeringai, tenaganya terkuras, sumpah serapah dan cemoohan terus ia ucapkan berulang kali seraya mengamati ekspresi wajahku untuk waktu terakhir di dalam kehidupannya.
Dendam telah terbalaskan. Sekarang ia tertawa puas bak iblis yang kelaparan, beringas. Menunggu mangsa dihadapannya benar-benar mati mengenaskan, tubuhku terkapar tidak berdaya, napas ku tercekat di detik terakhir saat malaikat maut tiba untuk menjemput ku. Kini aku telah sepenuhnya tiada. Suara sahutan perayaan kemenangan menggema keras di seluruh ruangan milik dunianya.
YOU ARE READING
Dear Diary
Non-FictionKumpulan goresan pena yang berawal dari atma, lalu bersatu menjadi aksara senja.
