BAB 9 SUASANA BARU

2.1K 86 1
                                    

"Cepat habiskan susunya, Sat!" Kata Dimas sambil menengak kopinya, aku kira Dimas cuma suka air putih, tapi ternyata doyan kopi juga toh.

"Dia membuatnya terlalu manis, aku tidak suka" Jawab Makhluk kecil yang diberi nama Satria.

Sungguh sifatnya jauh dari kata Satria. Memang aku yang membuatkannya susu, tapi aku rasa aku tidak memberikanya terlalu banyak gula.

"Lain kali buatkan dia susu dengan gula setengah sendok saja." ucap Dimas padaku.

Huhh, bukannya terima kasih, masih untung aku kasih gula, kalau aku ibu tiri yang jahat sudah aku kasih garam satu toples, asin asin deh. 

"Nanti kita antar Satria ke sekolahnya dulu, tapi mulai besok kamu yang harus mengantar Santria sendiri ke sekolah, karena aku harus masuk kantor lebih pagi" Lanjut Dimas.

Hebat. Ternyata selain aku dijadikan pembantu dia juga merangkapku sebagai babysister. Aku hanya bisa pasrah. Tidak mungkin aku menolak, karena itu hanya akan sia-sia.

"Kamu menyuruh Mak lampir ini mengantarku, Dad" tanya Satria.
Aku langsung menengok ke arah Satria, bocah ini bisa nggak sih kalau ngomong inget dosa dikit.

"Hey, kamu berhenti memanggilku Mak Lampir. Aku ini masih muda,  rambutku juga masih berwarna hitam, jadi aku sama sekali tidak memiliki kemiripan sama Mak Lampir, paham." Aku masih harus sabar, bagaimana pun dia adalah anak tiriku. Menyadari itu aku jadi butuh obat sakit kepala.

"Tapi aku tetep tidak mau memanggilmu Mommy."

"Ya sudah, Panggil tante saja."

"Sudah-sudah ayo cepat. Aku harus buru-buru sampai di kantor," kata Dimas menyela aku dan Satria.

✩✩✩

Setelah mengantar Satria ke sekolah, kini hanya tinggal aku dan Dimas yang masih duduk berdampingan di dalam mobil menuju kantornya.

Sebenarnya aku juga merasa takut di kantor baru Dimas. Aku takut tidak memiliki teman. Aku jadi teringat pada teman kantorku yang lama. Aku sangat merindukan mereka.

"Eeeeee... Memangnya ibu kandung Satria di mana?" Entah mengapa pertanyaan ini yang keluar dari mulutku, mungkin karena saking penasarannya aku dengan ibu kandung Satria.

Meski baru berusia 6 tahun aku tahu Satria akan tumbuh menjadi laki-laki yang tampan. Tapi setelah dilihat-lihat Satria tidak mirip Dimas sama sekali. Mungkin lebih mirip ibunya, pasti ibunya cantik.

"Itu tidak ada urusanya denganmu, lebih baik kita bicarakan mengenai kesepakatan" Kata Dimas yang masih setia dengan kemudinya dan memandang lurus kedepan.

"kesepakatan apa yang kamu maksud?"

"Kesepakatan mengenai statusmu di kantor"

"Ok .Lalu?" tanyaku.

"Yang paling penting semua isi kantor tidak boleh mengetahui bahwa kamu adalah istriku. Jika bertemu di kantor anggap saja kita tidak saling mengenal. Kamu tidak boleh menjalin hubungan special dengan salah satu karyawan kantorku. Dan mulai besok aku akan menyediakan kamu mobil untuk mengatar satria dan pergi ke kantor, jadi mulai besok kita bisa pergi sendiri-sendiri."
Memangnya punya istri sepertiku sesuatu yang memalukan sampai-sampai harus merahasiakan segala. Tentu saja kali ini aku tetap mematuhinya, ingat pesan Ayah.

"Baiklah. Kamu tenang saja, Pak Dimas, aku bakal tutup mulut mengenai status kita, kamu tidak perlu menyediakan mobil untukku, aku masih bisa naik kendaraan umum."
Huh, bagiamana Dimas mau memberiku Mobil, nyetir mobil saja aku tidak bisa. Dan aku tidak akan mengatakan padanya tentang hal ini, bisa semakin dihina aku olehnya.

Cinta sejatiWhere stories live. Discover now