BAB 6 MY WEDDING

1.9K 87 3
                                    

Aku tidak mengerti, apa aku harus mengangis termehek-mehek karena sedih, atau aku harus tertawa kegirangan sambil melompat-lompat. Yang aku tahu saat ini jantungku berdetak dua kali lipat lebih cepat, tepat ketika telingaku mendengar sebuah kalimat sakral yang diucapkan oleh Dimas Anggoro, apalagi ketika aku mendengar nama Amanda Mayangsari terucap dibibir Dimas, jantungku seakan ingin melompat dari tempatnya.

Oh, Tuhan kenapa aku ini?

Hari ini adalah hari pernikahanku dengan Dimas. Aku harap ini hanya mimpi. Oh tidak, aku tidak sedang tidur saat ini. Lihat saja hari ini tubuhku telah dibungkus dengan kebaya putih yang indah. Perias itu hebat sekali, dia dapat merubah wajahku yang pas-pasan ini menjadi terlihat begitu cantik dan memposana. Setidaknya begitulah pendapatku.

"SAH," aku mendengarnya begitu jelas. Dan jantungku oh, Tuhan, sepertinya setelah acara ini aku harus meminta Dokter memeriksa jantungku.

Aku dituntun oleh kedua orang tuaku untuk menemui sang pangeran "Ndukk, ingat pesan ibu! jadilah istri yang berbakti pada suamimu!" kata ibu.

"Iya, Bu." Aku tidak tahu harus menjawab apalagi. Kedua orang tua sangat menyukai Dimas. Aku heran kenapa saat Dimas datang melamarku, Ayah dan ibuku langsung menerima, apalagi setelah tahu status sosial Dimas yang notabennya orang kaya.

"Ayah juga harus jaga kesehatan, jangan makan sembarangan, Maya masih akan terus mengirim uang untuk biaya kontrol ayah dan sekolah Reza," Kataku pada Ayah.

"Tidak perlu memikirkan soal itu, pikirkan saja rumah tanggamu, jadilah istri yang patuh pada suamimu."

"Iya, Ayah." Tak terasa aku sudah tiba dihadapan Dimas.

Apa ini? Dimas keren sekali dengan jas putihnya. Semoga saja tidak ada yang mendengar detak jantungku yang sudah seperti orjen tunggal.

Aku berdiri berhadapan dengan Dimas, mencium tangannya dan.. Ahh, tolong siapa saja selamatkan jantungku!
Dimas meraih wajahku dengan tangannya dan menempalkan bibirnya dikeningku. Semoga aku tidak pingsan setelah ini!!!!

Semua orang bertepuk tangan, aku tersenyum ke arah mereka.
Memperlihatkan jika aku bahagia, semoga Tuhan mengampuni dosaku yang membohongi diriku dan semua orang yang ada disini.

"Maya, lo beruntung bisa nikah sama Mister ganteng maksudku pak Dimas. Huh, sebenarnya aku ingin memukulmu karena cemburu. Apa di kantor aku harus memanggilmu Bu Maya, itu nggak pantes banget," Kata Nina yang kini tampak anggung dengan dress merah marunnya.

"Tapi gue bingung deh, kenapa tiba-tiba lo bisa nikah sama Pak Dimas, padahal kan, lo bilang nggak pernah kenal" Anita meninpali.

"Ya, sebenanya gue udah pacaran lama kok, cuma gue gak mau pamer aja" Aku sengaja berbohong pada mereka. Mana mungkin aku mengatakan yang sebenarnya.

Tampaknya wajah Nina juga mulai sedang berpikir. "Gue pergi dulu ya, gue pengen nemuin Ratih" kataku, aku harus cepat pergi sebelum mereka bertanya lebih banyak lagi.

Aku datang menemui Ratih. Kenapa dia murung sekali wajahnya. "Rat, lo gak papa?"

"Kok, gue si, May. Seharusnya gue yang nanya, lo kok bisa tiba-tiba mutusin mau nikah sama Dimas? Ya, gue emang sempet bilang lo gila kalau sampai nolak tawaran Dimas, tapi itu sumpah gue cuma becanda"

"Dan lo sekarang merasa bersalah, karena lo mikir gue nikah sama Dimas gara-gara ucapan lo? Lo naif banget deh," Aku berusaha tersenyum, sebenarnya aku bisa saja memberitahunya, jika ini aku lakukan untuk Ayahku, tapi untuk saat ini biarlah aku sendiri yang menyimpan masalahku. "Setelah gue pikir-pikir, sebenarnya nikah Sama Dimas cukup menguntungkan, gue bisa makan gratis, tingaal gratis dan masih tetep bisa kerja," sambungku.

"Tapi...."

"Lo tenang, gue pasti baik-baik aja."

Akhirnya semua pesta pernikahanku berakhir juga, dan di sinilah aku berada, di Apartement Dimas yang super luas dan super keren. Tempat tidurnya saja besarnya berkali lipat dari kasurku.

Dimas keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk yang dililitkan dipinggannya memamerkan perut kotak-kotaknya. Ahhhh... Dia seksi bingit, tangannya bergerak ingin melepaskan handuknya. Eh, Oh, TIDAK!!

"Stoppppp!!! kamu sudah gila ya, tega sekali kamu ganti baju di depan wanita perawan sepertiku," Teriakku sebelum dia berhasil melepaskan handuknya.

"Perawan, apa kau yakin?"

"Apa maksudmu, kamu meragukan keperawananku?" Enak saja dia meragukan keperawananku, demi Centini yang lagi naik daun aku berani bersumpah kalau aku masih suci dan bersih, kecuali bibirku yang sudah ternoda.

"Hmmm.... sedikit, bagaimana kalau kita buktikan?"

"Baik," Aku langsung menutup mulutku dengan kedua tanganku. Apa yang kukatakan barusan? membuktikan, itu berarti kita harus????

"Tidak tidak, tidak perlu dibuktikan, terserah kamu mau percaya atau tidak" Aku langsung pergi meninggalkan Dimas yang sekarang sudah tersenyum mirip iblis penghuni neraka.

Aku juga ingin mandi.

Sekitar 30 menit aku selesai mandi, hebatnya aku lupa membawa seperangkat pakaianku, aku membuka pintu mengintip apakah Dimas ada atau tidak dan ternyata Dimas sedang berbaring di atas tempat tidur dengan mata tertutup, bagus dia tidur.

Aku keluar dengan hanya menggunakan handuk, untung handuk ini cukup besar. Sial. Aku juga belum mengeluarkan pakaianku termasuk pakaian dalamku dari dalam koper.

Aku berjalan mencari dimana aku meletakan koperku, itu dia. Bagus koper itu tepat di sebelah tempat tidur Dimas.

Jangan bangun! jangan bangun! aku berjongkok untuk membuka koperku.

"Apa yang sedang kau lakukan..?"

✩✩✩

Cinta sejatiWhere stories live. Discover now