"Elder tadi kemari?" Tanyanya.

"Benar Kapten, karena itu saya kira beliau datang bersama kapten. Saya cukup kaget melihatnya, biasanya yang datang ke kuil tiap minggu itu hanya anda." Jelasnya.

Jayden tidak lagi menyahut, selepas menyiapkan persembahan, alpha muda itu pamit untuk memasuki area dalam kuil.

Langkahnya semakin melambat, saat sudah terlihat patung Moon Goddess di depannya. Terlihat sisa dupa yang baru saja terbakar menandakan memang ada orang sebelum dia kemari.

Mengenyahkan segala pemikirannya. Jayden meletakkan persembahannya. Mengambil sebatang dupa baru dan membakarnya melalui lilih khusus yang memang dijaga untuk tetap menyala sepanjang waktu.

Tubuhnya membungkuk saat meletakkan dupa yang telah dibakar pada area persembahan. Sementara kedua tangannya menyatu. Mata dengan bulu mata lentik itu terpejam, kepalanya tertunduk dalam, menyuarakan seluruh kesah dan doanya pada sang dewi.

'Aku tau, setiap takdirmu pasti selalu yang terbaik. Tolong kuatkan aku.'

*

*

*

Shelton tak tahu apa yang merasukinya, pagi-pagi buta, bahkan langit belum terang sepenuhnya. Namun entah kenapa Elder baru itu kini telah memasuki pelataran kuil Moon Goddess.

Shelton memang cukup sering mengunjungi kuil terlebih saat di lingkungan manusia biasa. Dia masih mengingat jati dirinya dengan setiap minggu menyempatkan diri ke kuil.

Kali ini pertama kalinya, Shelton entah atas dorongan apa mengunjungi kuil sepagi ini. Penjaga kuil menyapanya dengan ramah, bahkan mengantarkan sampai memasuki area berdoa.

Elder muda itu meletakkan persembahan dan membakar dupa. Namun bukannya menangkupkan tangan. Enigma itu malah menatap patung sang dewi yang tengah memeluk serigala di depannya.

Cukup lama, sembari memikirkan kembali setiap kejadian yang berlalu beberapa hari terakhir ini. Terutama pertemuan dengan sang mate tadi malam.

Pandangannya menajam, "Kenapa dewi? Doaku selama ini kurang? Persembahanku belum memuaskan? Kenapa? Kenapa harus dia?"

Ucapannya memang tidak nyaring, tapi rasa frustasi dapat didengar dari nadanya.

"Aku menunggu begitu lama. Kenapa? Aku tak bisa menerimanya." Lirihnya sebelum terdiam cukup lama.

Ingatan Shelton kembali mengawang, memutar ingatan lama. Alasan utama kenapa dia bersikeras menolak Jayden sebagai matenya.

Tak tau berapa lama, seorang Shinto (Kepala Panjaga Kuil) yang biasanya memimpin ritual tiap bulan purnama bersama para Elder menghampiri Shelton.

"Selamat pagi, Elder." Sapaan dengan nada hangat itu mengagetkan Shelton.

Sang Elder menetralkan ekspresi sebelum menjawab balik sapaan balik Shinto di depannya. Tak ada percakapan berarti. Shelton segera pamit beranjak pergi untuk meninggalkan Shinto itu yang terlihat akan memulai doa pagi.

"Elder, tunggu."

Langkah Shelton yang sudah mendekati pintu keluar terhenti. Berbalik menatap Shinto yang tengah menatapnya dengan senyum simpul. Sukses membuat sang Elder mengernyitkan kening.

"Penolakan anda, hanya akan menyakiti separuh lainnya. Sama seperti anda membunuhnya dan diri anda secara perlahan." Ucap Shinto itu.

Wajah Shelton mengeras mendengarnya. "Jangan ikut campur. Fokus saja pada kuil." Balasnya sebelum beranjak pergi dengan cepat meninggalkan kuil.

*

*

*

Memasuki rumahnya selepas dari kuil. Shelton langsung dihadapkan dengan sang ayah yang tengah bersantai dengan segelas kopi dan koran, sementara ibunya membolak-balikan majalah.

Kedatanganya sukses membuat atensi mereka teralih.

"Shelton?" Tanya heran sang ayah, yang mungkin mengira dirinya masih tertidur.

"Kau darimana?" Itu pertanyaan lanjutan sang ibu yang Shelton terima.

"Kuil."

Sahutan singkat itu cukup membuat kedua orang tuanya paham dan kembali melanjutkan kegiatan mereka, tak berniat bertanya lebih lanjut, sudah hafal diluar kepala tak akan Shelton jawab pula.

Tak langsung ke kamar, Shelton mengitari area luas rumahnya yang dekat dengan area pelatihan para guard. Dirinya tanpa sadar mendekat pada para guard yang terlihat tengah melakukan pemanasan dipimpin oleh Ni-ki, si wakil kapten guard cerewet.

Shelton berdiri dipinggir lapangan, sukses membuat para guard menghentikan kegiatan dan membungkuk hormat padanya. Bahkan Ni-ki menghampiri dan menyapanya yang dibalas gumaman saja oleh si empunya.

Pandangannya mengedar mencari satu sosok yang harusnya berada disini.

Sadar akan gelagat sang Elder, Ni-ki segera bersuara, khawatir kemungkinan kapten favoritnya terkena amukan karena tak ada disini.

"Kapten sedang berdoa di kuil, Elder. Memang sudah rutinitas setiap minggu. Kapten akan kekuil terlebih dahulu sebelum kemari."

Shelton menoleh, mengangkat satu alisnya atas penjelasan tanpa diminta itu. Namun belum sempat dirinya bersuara. Sosok Jayden sudah muncul dari kejauhan.

Berbanding terbalik dengan penampilannya semalam. Alpha muda itu hanya mengenakan poloshirt putih dengan celana kain. Wajahnya terlihat sedikit pucat namun aura kaptennya masih menguar jelas.

Melihat itu, Ingatan Shelton mengawang pada kalimat yang di ucapkan Shinto di kuil tadi. Lamunannya buyar seketika saat Jayden menyapanya, yang hanya di jawab ala kadarnya oleh Elder baru itu.

Tak lama berada di area dengan wangi cendana yang mengusik dirinya, Shelton beranjak pergi dengan tergesa. Meninggalkan Jayden yang jujur sedikit kecewa karena sang Elder pergi begitu dirinya datang.





*****




Alpha [Hoonjay] ✓Where stories live. Discover now