1. New Life

910K 19.4K 744
                                    

Angin sepoi sepoi sedari tadi menerpa wajahnya dan membuat rambut panjang bergelombangnya menjadi tidak karu karu an. Tapi, tetap saja dia tidak berniat untuk pindah tempat ataupun pergi. Ia sengaja mengambil tempat outdoor karena dia lebih suka suasana di luar daripada di dalam. Dan sudah satu jam ia menunggu disini. Menunggu seseorang yang ia sendiripun tidak tau akan datang atau tidak.

Akhirnya, dia mengeluarkan ponselnya dari dalam tas dan mendial nomor telefon Josh, kakak kembarnya. Ia menjentikkan jari tangannya diatas meja sambil menunggu Josh menjawab telefon.

"Kurang ajar," gumamnya sambil menekan tombol end.

Ia memutuskan untuk membayar ice chocolate nya yang sudah tidak dingin lagi dan pergi dari sana. Dalam hati, ia terus mendumel dan mengeluarkan berbagai kutukan untuk Josh. Padahal, Josh sendiri yang mengajak dia untuk menemuinya di tengah tengah acara meetingnya dengan client. Jelas saja ia menolak mentah mentah. Tapi, karena Josh memohon mohon padanya dan berkata bahwa ini adalah hal yang sangat penting, akhirnya ia menyetujuinya. Dan setelah dia berusaha menyelesaikan meeting dengan cepat dan buru buru datang, Josh malah tidak muncul. Benar benar kurang ajar.

Ia masih emosi walau ia sudah sampai di ruang kerjanya. Melempar tasnya ke sofa, dia menghempaskan dirinya ke kursi kerjanya. Dia menarik nafas dalam dalam dan menghembuskannya perlahan untuk meredakan rasa jengkel yang ia rasakan.

Tiba tiba, terdengar ketukan dari arah pintu. Ia menoleh dan mendapati Abigail, partner kerjanya sekaligus teman baiknya yang sudah bekerja dengannya sejak pertama kali dia membuka boutique ini. Mereka bertemu di hari pertama kuliah, sejak saat itu mereka menjadi teman baik sampai sekarang. Dan akhirnya, mereka memutuskan untuk membuka boutique ini bersama.

"Ca," panggil Abi.

"Ada apa?" tanya Bianca dengan nada malas.

Abi berjalan mendekatinya. "Ada telfon dari Josh. Mau terima? Kalo lo lagi ngak mood, gue bilangin ke dia."

"Cepetan sambungin ke gue!" Bianca berucap dengan cepat saat mendengar nama Josh. Dia sudah siap untuk meneriaki Josh dengan segala bentuk kutukan.

Abi mengangguk dan langsung keluar dari ruangannya tanpa bertanya banyak. Ia tau sahabatnya ini pasti sedang kesal dengan Josh. Ia sudah cukup mengenal sikap sikap sahabatnya.

Beberapa saat kemudian, telefon di meja Bianca berdering.

"Halo!" sapanya dengan ketus.

"Wow, santai dong."

Emosi Bianca semakin meningkat saat Josh masih bisa berkata dengan santai. Bahkan, Josh tidak meminta maaf terlebih dahulu padanya.

"Sialan lo, Josh!! Gimana gue bisa santai kalo lo udah buat gue nungguin lo satu jam lebih? Lo gak tau apa gue udah rela cepet cepet selesaiin meeting buat ketemu lo? Eh, lo nya malah gak muncul muncul." Bianca mengeluarkan semua rasa kesalnya pada Josh.

Josh tertawa. "Maafin gue lah. Hp gue lowbat, ini aja gue minjem hp temen gue."

"Kan lo bisa nelfon hp gue!" Bianca masih meninggikan nada bicaranya.

"Masalahnya, gue lupa nomor telfon lo. Gue cuma inget nomor boutique lo doang."

Bianca menghembuskan nafasnya dengan berat. "Demi Tuhan, Josh. Nomor telfon gue itu dari gue SMA 1 sampe sekarang gak pernah ganti.

Masa nomor hp gue yang udah 6 tahunan lebih lo gak hafal? Sedangkan nomor boutique gue yang baru satu tahun aja lo hafal."

"Hehehe, masa sih udah 6 tahun? Mungkin gue gak bisa hafal nomor yang panjang panjang."

The ChanceWhere stories live. Discover now