“Tadaima,” ucap Michi sambil melepaskan sepatunya dan meletakkannya di rak sepatu.
Setelahnya, Michi melepaskan kaus kakinya dan memakai sandal rumah untuk melangkah masuk ke dalam rumah.
“Okaerinasai,” balas Sae, mamanya Michi. Ia menyambut hangat kepulangan anaknya. Namun, pandangannya mendadak berubah jadi kekhawatiran saat melihat kaki putrinya diperban.
“Michi, kakimu kenapa?”
“Daijoubu desu,” ucap Michi sambil menggelengkan kepalanya.
“Kamu terluka, bagaimana mungkin tidak apa-apa? Katakan apa yang terjadi!” Sae tampak mendesak putrinya untuk mengatakan yang sejujurnya.
“Michi hanya terjatuh, Okaa-san.”
“Bagaimana bisa kamu sampai terjatuh?” Lagi, Sae mengajukan pertanyaan kepada Michi. Tentu ada penyebab putrinya dapat terluka.
Michi pun mulai bercerita bahwa ia tanpa sengaja terdorong jatuh saat berusaha melerai pertengkaran teman sekelasnya.
“Astaga! Harusnya kamu tidak perlu mencampuri urusan anak lelaki, Sayang. Biarkan saja mereka berkelahi atau orang lain yang melerai mereka.”
Tapi mereka berkelahi karena Michi, Kaa-san, galau Michi dalam hati.
Tidak ingin membuat mamanya semakin mengkhawatirkannya, Michi pun mengiyakan ucapan Sae. “Baik, Kaa-san.”
“Aku mandi dulu,” lanjut Michi setelah beberapa saat terdiam.
“Jangan biarkan kakimu yang diperban terkena air yang banyak ya,” ucap Sae mengingatkan.
Michi hanya menganggukkan kepalanya dan berlalu masuk ke kamarnya. Mengambil handuk dan pakaian ganti, lalu masuk ke kamar mandi.
***
Keesokan paginya, seperti biasa, Michi dan Ryota pun berjalan bersama ke halte bus setelah selesai sarapan. Adik laki-lakinya itu tampak asik memainkan ponsel selama berjalan bersamanya, tidak terlihat peduli dengan sekelilingnya. Entah sibuk mengetik apa. Tampak seperti membalas pesan seseorang.
Michi melihat ke arah ponsel adiknya itu, tapi cukup sulit baginya untuk membaca pesan yang diketik adiknya karena tinggi badannya.
Saat tersadar, Ryota langsung mematikan layar ponselnya dan menyimpannya di saku celana.
“Lihat apa, sih?”
“Kirim pesan sama pacar, ya?”
Michi yakin jika adiknya itu sedang dekat dengan seseorang. Ia melihat sekilas foto profil orang yang berkirim pesan dengan Ryota adalah seorang perempuan.
“Sok tau.”
Sesekali, Michi mendapati adanya senyuman yang terlukis di wajah adiknya tersebut. Jika bukan pacar, mungkin perempuan tersebut adalah gebetan Ryota, dan mereka sedang pendekatan.
“Onee-chan masih belum cukup tinggi untuk mencampuri kisah asmara aku.” Ucapan Ryota yang berikutnya entah kenapa membuatnya mendadak jengkel. Tampaknya, tiada sehari pun tanpa Ryota membuatnya kesal.
“Berarti benar pacar, kan?! Aku bakal aduin ke okaa-san kalau kamu udah pacaran.”
“Kalau Onee-chan mengadu, aku akan bilang ke otou-san bahwa dulu yang merusak jam tangannya adalah Onee-chan.”
Michi bungkam. Ia tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Jam tangan mahal kesayangan papanya tanpa sengaja telah dirusaknya saat ia menjatuhkannya.
Sekeping ingatan beberapa waktu silam terputar di benaknya. Ia diam-diam meletakkan kembali jam tangan milik papanya setelah menjatuhkannya. Kemudian, segera meninggalkan ruang baca sebelum ketahuan oleh Hoshi, tempat favorit papanya menghabiskan waktu mengerjakan tugas kantor maupun sekedar membaca.
YOU ARE READING
Minimum Height Maximum Love
Teen FictionCerita collab @TatsuyaMichi buat event ✍🏻 Bab genap bisa dibaca di akun wattpad @hendysetiawan21 🍃 Blurb: Tentang seorang gadis SMA bertubuh pendek yang memiliki teman sekelas seperti tiang listrik. "Ganteng sih, tapi kok nyebelin?" - Nakamura M...
