Tempat Menjaring Ikan

16 0 0
                                    

Tiba hari pernikahan Gilang digelar, Bunga memilih tidak datang meskipun mendapatkan undangan.

Entah apa maksudnya Gilang berani mengirimkan undangan itu ke rumahnya, sementara dia tahu betul, Nindi adalah duri yang menjadi sebab bubarnya pernikahan mereka.

Kalau hanya karena alasan mereka masih bertetangga sebab tinggal di kampung yang sama, harusnya Bulek Wiwik yang tinggal di depan rumah Bunga juga mendapatkan undangan yang sama.

Nyatanya, di gang tempat tinggal Bunga dan Narsih, hanya Bunga saja yang menerima undangan itu. Sementara lainnya tidak. 

"Ini namanya ingin menghina kau secara terang-terangan, Bunga." Narsih langsung membuat kesimpulan di hari yang sama dengan dirinya menemukan undangan pernikahan itu di depan pintu rumah.

Tak tahu siapa yang berani menaruhnya di sana. Sebab benda itu sudah ada sejak saat pertama Bunga membuka pintu rumah di kala pagi untuk mengeluarkan kotoran dari lantai yang dia sapu. 

"Kita nggak usah datang. Mending kita senang-senang di luar biar nggak dikira meratapi pernikahan mereka hingga segan untuk memberikan doa restu dan memilih sembunyi di rumah."

*

Jadi di sinilah Bunga berada setelahnya, di sebuah warung makan yang cukup ramai di depan pabrik kayu usai jalan-jalan ke beberapa tempat wisata lokal bersama sang ibu guna menghibur diri. Menikmati makan siangnya di tempat yang sudah jadi incaran Narsih semenjak awal untuk menjadi target operasi mencari mangsa. 

"Pabrik ini cukup stabil dari tahun ke tahun. Nggak pernah terdengar ada konflik atau berita miring sejak pertama dibangun." Narsih yang duduk di pojokan bersama Bunga, terus mengamati wajah-wajah pegawai pabrik lelaki yang berbondong masuk warung untuk makan siang.

Terlihat mereka semua yang kelaparan namun beberapa masih sempat melirik ke arah Bunga yang memang cantik jelita secara alami. 

"Warung di sini juga besar-besar. Kelihatan banget kalau para pedagang pun ikutan makmur karena dagangannya laku terus. Sudah pasti ini tempat yang bagus buat menjaring ikan."

"Maksudnya Ibu apa?" Bunga masih tak mengerti ke mana arah pembicaraan ini menuju.

"Duh. Masa tak paham kau?" Narsih gemas. "Carilah pengganti Gilang di sini. Kau masih cantik, kalau bisa dapatkan manajer atau direktur di pabrik ini, kau bisa balas si b3deb4h Gilang itu. Kau harus menikahi pria yang jauh lebih kaya dan mapan darinya."

"Ibu mau Bunga lamar kerja di sini?" Bunga mulai paham.

"Ya. Lihatlah betapa ramai warung ini. Sampai pemiliknya kewalahan. Mungkin saja, mereka butuh pegawai baru. Dan nanti bisa saja ada atasan yang ikutan makan juga di sini lalu kecantol sama kau. Di sini rasa sotonya mantul. Pasti banyak yang suka datang, termasuk para atasan."

Tak ingin menyiakan kesempatan untuk mencoba peruntungan, Bunga mengangguki gagasan sang ibu dengan memberanikan diri untuk menanyakan lowongan sembari membayar makan siangnya.

"Wah, kita sih mau saja menerima karyawan karena kebetulan karyawan lama kami baru keluar dua hari lalu tanpa pamit. Cuma ya, apa gadis secantik kau ini nggak keberatan kerja serabutan di sini? Gajinya pun masih di bawah UMR."

"Tidak, Pak. Saya bersedia bekerja apa saja yang penting  ada bekal buat menyambung hidup."

"Wah, syukurlah kalau gitu. Ya sudah, mulai besok kau boleh mulai kerja di sini. Jam kerjanya dari pagi mulai jam enam sampai jam lima sore."

Setelah menyepakati kerja sama itu, Bunga pun pulang bersama Narsih dengan hati gembira. 

Janda kembang berusia 27 tahun itu sudah bertekat untuk membalas sang mantan suami. Karenanya, dia tidak protes saat kemudian Narsih memberi tahu padanya, "Sekarang, kita temui teman Ibu yang pintar itu. Kita pasang susuk pemikat buat kau, sekalian cari pegangan supaya kau bisa lebih mudah menjaring ikan besok. Mau ya? Biar dapat tangkapan yang besar!"

"Mau, Bu! Bunga juga sudah nggak sabar ingin melihat Bang Gilang menyesal karena sudah mencampakkan Bunga dan bahkan meminta Bunga untuk menggugurkan calon anak pertama kami."

"Ya sudah, kalau begitu, kita berangkat sekarang." 

TERSESAT DALAM PALUNG DENDAM Where stories live. Discover now