Chapter 11| Mirip Lecya

62 13 37
                                    

HAPPY READING 📖 and ONLY FUN MY BAE🤍

SORRY FOR TYPO

Jangan lupa jejaknya, ya, Sayang!

•••

Di ruangan jurusan Teknik Komputer dan Jaringan, pada salah satu kelasnya. Ada empat gadis yang sibuk makan bekal mereka di istirahat pertama ini. Di satu meja, mereka duduk berhadap-hadapan, makan bersama, mengobrol, dan bercanda ria.

Hangat suasana memenuhi mereka, sudah hampir satu tahun mereka saling kenal. Benar-benar mengenal satu sama lain. Karakter, sikap, sifat, dan ciri khas masing-masing mereka sudah mengenal. Sepertinya.

"Gue tadi masak nasi pas subuh, bantuin Bukor gue, lah, ceritanya. Terus kalian tahu apa fun fact-nya?" Jelita heboh bercerita dan tiga temannya mendengarkan dengan antusias.

"Apa?" Tanya Luisa yang sedang memakan salad-nya. Manusia dari kota ini memang berbeda sendiri dari yang lain.

Jika teman-temannya memakan nasi dengan lahap, dia hanya makan potongan-potongan sayur atau buah yang diberi mayones.

Yang lain mendekatkan wajahnya ke Jelita, benar-benar menunggu jawabannya. Jelita hanya diam, mengunyah mie gorengnya yang sudah tercetak kotak, terbentuk seperti kotak bekalnya itu. Dia malah menatap satu-persatu temannya yang terlihat menunggu.

"Jadi...."

Bertambah mendekat Sheva yang duduk di sebelah Jelita, menggeser bangkunya mepet ke bangku Jelita.

"Bukor gue jatuh pingsan tiba-tiba, gak jelas banget. Tadi pagi dia di UGD, sekarang gue harap udah di ruang mayat, sih," jawab Jelita, santai-santai dia bicara, tanpa beban, tanpa penyesalan, juga tanpa keterpaksaan.

"What the?" Luisa melotot, matanya hampir keluar dari tempatnya. Kaget mendengar harapan Jelita. Mayones yang ada di mulutnya kontan meluncur bebas ke wajah Sheva yang ada di depannya.

"Eww, LUISAAAA!" Teriak Sheva, begitu murka.

Sedangkan, Caily yang mulutnya masih penuh dengan nugget dan nasi, mengunyah dengan tenang. Lantas dia berikan tisu pada Sheva, tapi matanya menatap Jelita yang berada di depannya, makan dengan santai sama seperti dirinya.

"Terus nanti ada niatan jenguk nggak?" Tanya Caily, wajahnya datar tanpa ekspresi.

Jelita menggeleng mantap, dia menatap temannya yang juga menatapnya. "Lo pikir sendiri, masa gue harus ke rumah sakit bawa bunga kantil, melati, dan mawar sambil bilang ‘Oh, Ibu Pelakor ku tersayang, bagaimana proses sekaratnya? Lancar?’ ya, gue mati, digebukin Bapak gue," celetuk Jelita, mengundang tawa Sheva yang tadinya sudah cemberut saja, sebab masalah mayones.

Di tengah tawa meriah mereka, ketua kelas mereka datang. Gadis berkacamata dan berjaket hitam itu mendekat ke meja mereka. Lalu berkata, "Caily di panggil Bu Dewi, katanya harus ke sana untuk ngurus kasus si Bagas."

"Bagas?" Serempak Sheva, Jelita, dan Luisa mengernyit.

Ada apa dengan kakak kelas mereka yang terkenal pintar, berbakat, dan tampan itu?

Ketua kelas itu pergi. Caily bergegas membereskan bekalnya. "Bagas pernah mau perkosa gue, pas gue masih kelas tujuh SMP. Semalem gue ngirim bukti-bukti yang udah gue simpen selama kurang lebih tiga tahun ke sistem bimbingan konseling, gak nyangka bisa sag-seg gini ngurusnya," jawab Caily pada pertanyaan teman-temannya.
cepat—

9'Lintang; ArvinWhere stories live. Discover now