Chapter 06| Caily?

66 23 9
                                    

HAPPY READING 📖 and ONLY FUN MY BAE🤍

SORRY FOR TYPO.

JEJAKNYA, JANGAN LUPA YA, SAYANG!!

••

"Akhhh!" Geram Arvin. Cowok itu hendak melayangkan handphone-nya ke lantai, namun mengingat bahwa handphone-nya baru diservis, langsung dia urungkan niatnya itu. Akhirnya benda pipih tersebut mendarat mulus di kasur.

Mata Arvin sudah berkaca-kaca, bulir-bulir air mata sudah hampir meluap dari kelopak matanya. Sungguh, sudah satu Minggu berlalu dan puluhan hingga ratusan pesan yang dia kirim ke nomor seorang gadis yang pada akhirnya hanya dibaca saja.

Pernah sekali Arvin memberanikan diri untuk menelpon, dan hasilnya nomornya diblokir oleh Caily. Lagi-lagi gadis itu menghindar, entah apa alasannya.

"Ily, tolong balik, Ly." Bergetar juga serak suara Arvin, dia menatap satu foto gadis berseragam putih biru dengan rambutnya yang dikepang.

Arvin duduk di pinggir kasurnya, dia menunduk membenamkan wajahnya ke telapak tangannya. Menangislah dirinya di sana, sekuat tenaga menyembunyikan suara, tetap saja isakkannya terlepas.

"Ily, bilang kalau kamu masih baik-baik aja. Bilang ke aku, kalau kamu masih sekolah, bilang kalau kamu belum jadi istri orang." Sungguh sesak dadanya, hingga Arvin pukul-pukul dengan tangannya sendiri.

Memori dimana Caily dikabarkan keluar dari sekolah, lalu pindah rumah. Itu membuat Arvin hancur. Kala itu, dia hanya memiliki Niel dan Caily sebagai temannya.

Itu sebabnya, kebahagiaannya sedikit bergantung pada dua orang itu.

"Kamu masih remaja. Se—rusak-rusaknya kamu, jangan jadi istri orang, dulu. Ily, kasih kabar ke aku, udah hampir tiga tahun kamu pergi, Caily." Arvin berbicara seolah gadis yang dia sebut-sebut itu ada di hadapannya, berbicara dengannya, sedang menatapnya. Padahal tidak sama sekali.

Ditengah-tengah kesedihan yang menyelimuti Arvin, tiba-tiba saja ada suara orang yang sedang berdebat dan saling meneriaki satu sama lain.

Arvin mendongak. "Terjadi lagi, ya Allah," lirihnya pelan, dia hapus air matanya sebelum dia berdiri mengambil peci dan sarung yang ada di gantungan baju.

Tujuannya adalah Mushola dan mungkin setelah dari sana dia akan pergi ke rumah Nielsen, sahabat karibnya itu menjadi tempat pulang yang juga nyaman.

Keluarga Arvin itu lengkap. Menurut Niel, Arvin itu manusia paling beruntung yang pernah dia kenal. Tampangnya sudah tampan, cukup pintar, berbakat, keluarganya harmonis, dan hidupnya tercukupi.

Padahal, tidak sesempurna itu hidupnya. Sesempurna apa kehidupan seseorang di mata orang lain. Tetap saja, Tuhan memberikan kekurangan untuk membuat makhluknya tetap ingat. Bahwa, tidak ada yang sempurna selain diri-Nya.

•••

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak 15 menit yang lalu, sekolah sudah berangsur sepi, tertinggal segelintir orang saja yang masih berada di sana.

Di koridor kelas sepuluh, empat orang gadis sedang berjalan beriringan, mengobrol, dan saling melempar candaan.

Sampai semuanya hening tatkala gadis berambut pendek di antara mereka langsung berlari memeluk pinggang seorang cowok dengan rambut bergaya ceter part mullet yang sedang berjalan bersama teman-temannya.

"I miss you so much," ucap Luisa.

"I miss you more than you, Sayang," jawab Liam yang langsung berbalik memeluk gadis yang hanya memiliki tinggi sedadanya saja.

9'Lintang; ArvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang