"Tidak tau"

"Yasudahlah,,, kau fikirkan saja sendiri, kau sangat egois ternyata"
Peter berdiri dan meninggalkan Haizen yang diam terpaku.
.
.
.
.
.
Lize memasuki kamarnya, hari ini ia banyak menghabiskan waktunya diluar. Bukan untuk menghindari keberadaan Ayah mertuanya, hanya saja ia ingin menjernihkan pikiran.

"Kau sudah pulang ? "

"Kau.. Sejak kapan disana"
Lize melirik Haizen yang duduk dikasur sambil memegangi IPadnya.

"Sejak kau masuk, lebih tepatnya setelah aku menyelesaikan makan malam"

"Oooo... "Lize hanya ber o ria mendengar jawaban Haizen.

" Kau sepertinya lelah"

"Wah kau cenayang juga ternyata.. "

"Pergilah mandi, tubuhmu pasti terasa lengket seharian diluar"

Lize menatap heran Haizen, sejak kapan dia bersikap lembut begini. Itu terlihat mengerikan baginya.
"Apalagi yang kau tunggu, sana ke kamar mandi "

Haizen melanjutkan pekerjaannya.
.
.

Lize keluar dari kamar mandi dengan piyama tidurnya. Berjalan menuju kasur,ia benar-benar merasakan lelah sekarang.
"Kau kenapa masih disini ? "

"Jika kau tidak lupa, Ayah masih dirumah"

"Hemm.. Ya ya lalu ? "

"Lalu apa??, tentu saja aku akan tidur disini, cukup semalam aku tidur diruang TV"

"Aku tidak bisa  tidur dengan mu"

"Kau tinggal meletakkan kepala mu disni dan pejamkan mata mu, gampang kan???! "
Ucapnya enteng

"Aku tidak bisa tidur jika ada lintah disebelah ku"

Lize masih ingat betul dengan apa yang Haizen lakukan pada sebelumnya, lagi pula wajarkan jika ia was-was. Tidak ada seorang pun yang ingin jatuh pada lubang yang sama untuk kedua kalinya.

"Tenang saja, lintah mu ini sedang tidak berselera "
Haizen menatap kesal Lize, ia menyudahi pekerjaannya.

"Siapa yang percaya"

"Lalu kau mau apa, tidak mungkin aku tidur di lantai, aku bisa mati membeku semalaman"

Lize memutar malas bola matanya. Ia mengambil selimut beserta gulingnya.

Melihat itu Haizen dengan cepat menarik kerah piyama Lize. Tampak seperti anak kucing yang ditarik paksa.

"Apa yang sedang kau lakukan"
Lize berusaha melepaskan dirinya.

"Kau mau kemana?? "

"Aku akan tidur di sofa sana"
Tunjuk Lize pada sofa yang berada disudut kamar.

"Apa kau sebegitu takutnya? "

"Heiii.. Aku tidak takut, ini namanya pertahanan diri tau!!! "

"Terserah mu saja, tapi jika keesokan pagi tubuh mu terasa pegal maka jangan menyalahkan ku"

Haizen melepas cengkramannya. Lize berjalan menuju sofa dan segera mencari posisi yang pas untuk tidur malam ini. Ia menatap remeh Haizen yang masih melihat ke arahnya.
"Dasar wanita, awas saja jika kau menyalahkan ku"

Haizen menarik selimutnya. Menutup seluruh tubuhnya. Ia tampak seperti daging yang dibungkus.

Beberapa jam telah berlalu, namun Lize belum memasuki alam mimpinya. Ia membuka kedua matanya.
"Hei suami, ternyata wanita pujaan mu itu  tak sebaik yang kau fikirkan"
Ia berbicara pada langit-langit kamar seolah ia sedang berbicara pada Haizen.

.
.
.
.
Pagi ini sesuai dengan permintaan Tuan Amerd, Haizen, Lize dan Karin, ikut ke bandara. Hari ini Tuan Amerd akan kembali ke New York, ia tak ingin berlama-lama dirumah Haizen. Ia tau Putranya itu tak suka ia lebih lama tinggal di rumahnya. Baru sehari saja ia sudah diusir.

"Ayah akan kembali, kalian tak perlu merindukan Ayah"
Tuan Amerd sedikit berdrama. Ia sangat berbanding terbalik dengan kepribadian Haizen.

"Ayah.. Kembalilah dengan sehat"
Ucap Haizen.

Sementara karin masih menempel pada Tuan Amerd.
"Ayah tidak bisakah lebih lama lagi?? "

Haizen memicingkan pandangannya.

"Apa? Kenapa kakak menatap ku begitu"

"Tidak ada"

"Sudahlah Ayah juga memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan"

Lize mendekat , "Ayah Mertua semoga sehat selalu"

Tuan Amerd tersenyum lembut , ia memeluk menantunya itu. Ia berbisik
"Menantu... Kau wanita hebat"

Lize hanya tersenyum mendengar perkataan Ayah Mertunya. Benar-benar lembut.

"Apa yang Ayah katakan padanya"
Haizen mendekati Ayahnya.

"Tidak ada, ini hanya rahasia Ayah dan Menantu"

Tuan Amerd melepas gengangan Karin.
Haizen tolong perhatikan menantuku dan juga, jangan lupa tugas mu, beri aku cucu."

Haizen hanya tersenyum kikuk mendengar permintaan Ayahnya.

.
.
Tbc

Transmigrasi Zea KeylardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang