8

133 16 3
                                    

Episode 8.

Naila Ayudya. Itu nama wanita yang pernah aku cintai dan masih aku cintai.

Naila duduk di tepi ranjang pasien yang aku gunakan.

"Kenapa? Kamu sekaget itu ya?" tanyanya.

Tentu!

Tapi aku hanya berteriak dalam hati.

Siapa yang tidak terkejut jika bertemu dengan mantan kekasih secara mendadak. Terkebih jika dipertemukan dengan ikatan hubungan baru yang rumit!

"Jadi, Mas Tedi sepupumu?" tanyanya.

"A-ha... dan juga adik iparmu?" aku balik bertanya.

"Iya..." jawabnya lirih namun masih terdengar.

Kami diam beberapa saat, aku hanya masih meraba-raba apa yang harus aku lakukan.

Tuhan mengatur pertemuan kami dengan cara yang rumit.

"Maaf..." ucapnya lirih. Aku hanya menatapnya tanpa tau harus merespon apa. "Aku gak tau kalau Mas Ardi---masih memiliki hubungan darah sama kamu."

Aku terkekeh, aku harap tawaku tak terdengar dipaksakan. Ini bukan salahnya. Ini rencana Tuhan. Memang menyebalkan!

Selama enam tahun aku meminta pada-Nya untuk memberiku isyarat tentang kabar wanita yang aku cintai ini, ia tak pernah menjawab permohonanku. Dan beginilah caranya menjawab do'aku. Mempertemukan kami dalam keadaan rumit.

"Sebaiknya aku pergi sekarang," ucapku sembari turun dari ranjang. Aku menatap Altha yang tertidur karena kelelahan. "Jaga Altha, dia sedikit lebih hiperaktif."

Baru akan melangkah, lenganku sudah di tahan Naila.

"Al... kamu punya---hutang sama aku. Ingat?"

"Hutang?" ucapku mengambang.

Tanpa melepas tanganku, wanita itu berdiri. "Kamu pernah janji, kalau kita ketemu aku boleh peluk kamu."

Belum sempat aku merespon apa-apa, Naila sudah memelukku.

Kalian pikir apa yang bisa aku lakukan?

Hanya mematung!

Tanpa membalas, menolak pun tidak.

"MAMAAAAA!"

Aku hampir kena serangan jantung!

Bocah kecil itu membuatku meloncat dan jujur saja merusak dilema romantis ku.

"Ma---maaf, aku---," ucap Naila tergagap melepas pelukannya. Aku hanya menganggukkan kepala cepat, dan memberi isyarat agar dia segera menghampiri Altha.

"MAAA!" teriak bocah itu dan mulai membuatku sakit kepala.

"Iya sayang... Mama di sini," sahut Naila dengan membuka tirainya lebih luas lagi.

Dan entah mengapa Altha melompat dengan kekuatan penuh ke arah Naila yang posisinya membelakangi ku.

Dan yah kalian tau bagaimana akhirnya. Tubuh Naila oleng ke belakang dan menubruk ku. Oke, tidak hanya itu, kepala si bocah satu itu membentur hidungku.

"Aih, Al.... Maaf-maaf aku oleng," ucap Naila dengan segera membenarkan posisi berdirinya dan segera berbalik. Tangan Altha sukses mendarat di pipiku karena tangannya merentang saat Naila berbalik.

Aku menahan geram dan malu...

'Dasar Alll kecilllllll!!!' umpatku dalam hati.

"Tante Al hidungnya merah tuuuu," ucap Altha dengan menunjuk wajahku.

Meminta Restu TuhanWhere stories live. Discover now