Mungkinkah Aku Yang Dia Cari?

12 1 0
                                    


Awalnya aku nggak selera makan tapi karena Didi yang temani akhirnya aku makan juga. Nasi Padang dan es teh dingin kesukaanku.

"Terus selama empat hari ini maunya kita kemana? Karena bagiku empat hari adalah waktu yang sangat singkat.

"Maunya pagi kita ketemu, siang ketemu, malam juga ketemu." jawab Didi tersenyum dengan keningnya yang berkeringat menahan rasa pedas.

"Pedas ya?" tanyaku pada Didi dan dia jawab dengan menggelengkan kepalanya pertanda dia tidak merasa pedas.

"Tambah sambalnya ya? tanyaku sambil menambah satu sendok sambal ke dalam piringnya.

"Udah Dita! Ini terlalu pedas! Didi memegang tanganku agar jangan menambah lagi sambalnya. Aku tertawa senang melihatnya kepedasan!

Keceriaan kami tiba-tiba terhenti seketika Saat Didi mengalihkan pandangan dariku ke seorang gadis yang nampak berjalan dari pintu masuk menuju ke tempat dimana kami duduk. Aku pun paham perubahan sikap Didi karena kehadiran gadis itu. Aku mencoba bersikap biasa saja dan perlahan mengaduk es teh dingin di tanganku.

"Katanya kamu akan menjauhi Didi!  Tapi kenyataannya kamu tetap mau diajak jalan sama dia!" Ujar gadis itu padaku dengan wajah memerah karena amarahnya. Suaranya menarik perhatian pengunjung yang lain. Aku mencoba untuk tidak terpancing emosi dengan membalas kata-katanya.

"Di, tolong jelaskan padanya gimana sebenarnya hubungan kita." Kataku pada Didi yang sedari tadi hanya diam seakan tak tahu harus bicara apa.

"Tenang … Kamu duduk dulu sebentar dan kita bisa bicara baik-baik." Didi menarik tangan gadis itu agar duduk di sebelahnya. Aduh! ... Kenapa seperti ada yang mencubit hatiku saat melihat adegan di depanku. Sakit!

"Aku dan Dita cuma berteman tak lebih dari itu. Percayalah!" Didi mencoba tenangkan gadis itu dan kemudian membujuknya untuk makan dan minum bersama kami. 

"Aku tidak mau makan di sini! Kita makan di tempat lain saja!" Kata gadis itu setengah merajuk dengan manja pada Didi. Aduuhh! Bukan cuma hatiku yang sakit seperti dicubit tapi mataku juga seperti kelilipan perih! Gadis itu menarik tangan Didi hingga Didi pamit padaku sambil berjalan.

"Dit! Maaf, Aku antar Nadya pulang dulu ya!" Kata Didi berjalan sambil tangannya terus ditarik hingga tak sempat singgah di kasir untuk bayar makan dan minum kami. Aku duduk terpaku sejenak sendiri dalam lamunan yang bermain di kepalaku sementara orang-orang menatapku dengan tatapan seribu pertanyaan dan prasangka. Mungkin mereka pikir aku seorang pelakor perebut kekasih gadis tadi …  Entahlah! Aku berdiri dan berjalan menuju meja kasir dan membayar tagihannya. Untung aku bawa dompetku dan untungnya lagi masih ada isinya!

Sesampainya di rumah jam enam sore …

Setelah mandi aku menyisir rambutku dan duduk di depan kaca teringat kejadian di kafe tadi. Hatiku masih sedikit terbakar rasa cemburu. Kupandangi seraut wajah di handphoneku yang sedang tersenyum manis, entah apa yang dia miliki hingga sampai saat ini dia masih menetap di hatiku. Aku melangkah kembali ke pembaringan dan menonaktifkan handphoneku karena aku tak ingin Didi menghubungiku malam ini. Kecewa sekali hatiku saat mendengar ucapan Didi bahwa aku hanya seorang teman biasa tak lebih dari itu! Kalau hanya teman mengapa dia bilang cinta padaku? Kalau hanya teman mengapa dia juga cemburu kalau aku dekat dengan yang lain?

Libur satu hari ...
Aku berdiri dari tempat dudukku dan berkemas untuk jalan-jalan keluar karena tanggal merah sangat membosankan bila hanya berdiam di rumah. Kemungkinan aku akan mempercepat  kepindahanku ke kota Yogyakarta dalam dua hari ini karena semua tugas dan laporan pekerjaanku semua sudah kuselesaikan. Pakaian dan semua barang di tempat kos ku juga sudah kebereskan, sebagian sudah kukirim lewat paket pos agar aku tidak terlalu repot dengan barang bawaanku.

"Halo Di! Ada apa? Aku lagi di jalan. Aku mau jumpa dengan seorang teman yang sudah lama tidak bertemu." jawabku saat telepon masuk dari Didi.

"Aku mau jumpa kamu! Dua hari lagi aku pergi Dit! Aku ingin melewati satu hari esok bersama kamu." Suara Didi terdengar hilang timbul alias tidak jelas karena gangguan sinyal.

"Aku tidak bisa Di, Aku sibuk sekali karena banyak pekerjaan di kantor." Aku semakin banyak alasan untuk menghindari Didi padahal aku sungguh kaget karena ternyata Didi juga berangkat di hari yang sama dengan pesawat dan jadwal penerbangan yang sama denganku! Bagaimana caraku bersembunyi dari Didi saat berada dalam satu pesawat yang sama?

Perpisahan di Bandara.
Aku menutupi wajahku dengan masker ditambah jaket sedangkan rambut kuikat lalu kututupi kepalaku dengan topi yang agak lebar. Aku berharap Didi tidak akan mengenaliku di tengah beberapa calon penumpang lainnya. Sejenak aku melirik Didi sedang berdua dengan gadis itu yang mungkin sedang melepas kepergiannya. Tangan gadis itu tak pernah lepas dari lengan Didi sementara mata Didi memutari sekian banyak orang di sini seakan mencari seseorang. Mungkinkah ia mencari keberadaan ku untuk mengucapkan kata perpisahan dan memandangku walau sebentar?

Aku mandang Didi dari kejauhan yang terlihat menebar pandangannya seakan terus mencari seseorang yang sedang dia tunggu. Mungkinkah dia adalah Aku?

Hatiku sangat sedih sekali karena hanya memandangnya dari kejauhan.

Dengan cepat aku menaiki tangga pesawat tak sanggup rasanya terus melihat Didi yang penasaran karena aku tidak datang ke bandara untuk sekedar melambaikan tangan padanya saat pesawat yang ditumpanginya terbang meninggalkan kota ini.

"Dita! Apa tidak ada lambaian tanganmu buat aku? Tidak adakah senyuman manis untuk aku?" 
Tanya Didi di telepon ketika kuangkat panggilan teleponnya karena kasihan namun aku tak sanggup bicara! Hingga ku tutup HP ku.

"Aku di sini Di! Tepat tiga kursi di belakangmu!" Bisikku lirih dalam hati sambil menghapus airmata yang jatuh perlahan dipipiku.

Aku menangis ...




INDAH Where stories live. Discover now