Senja Indah Tanpa Pelangi

11 1 0
                                    

"Pak! Nampaknya kita belum terlambat nih! Nanti mampir di pinggir jalan yang ada penjual gorengannya ya!" pintaku pada pak Adi sopir perusahaan yang sering ke lapangan bersamaku saat mobil  mulai melaju menjauhi keramaian kota.

Aku ingin ngemil gorengan karena perutku lapar minta diisi lagi. Aku turun dari mobil menghampiri salah satu pedagang gorengan saat mobil berhenti di pinggir jalan.

"Buk! Gorengannya kasih lima puluh ribu dicampur ya!" Pintaku sambil mencicipi pisang goreng yang crispy. Mantap pokoknya! Ibu itu langsung memilih goreng pisang, bakwan, tahu, tempe dan ubi goreng. Hemm ...! Pasti enak! Apalagi makannya sambil menikmati pemandangan pantai yang indah!

"Makasih ya Buk!" ujarku padanya kemudian aku melangkah masuk ke mobil sebelum akhirnya kami melanjutkan perjalanan.

"Ayo! Pak makan gorengannya. Pisang gorengnya enak banget loh!" Aku makan pisang goreng sambil melirik jam tangan yang ku kenakan. Masih ada tersisa waktu setengah jam bagiku untuk sampai di kantor pengawas lapangan. Tempat dimana beberapa staf lapangan seperti engineer mengecek progress project pembangunan rumah di sana. Pak Adi mengambil ubi goreng kesukaanya sambil fokus menyetir. Terdengar lagu bernada sendu yang diputar pak Adi membuat suasana hatiku sedikit terusik oleh kenangan bersama Didi ...

"Jangankan untuk bertemu, memandang pun sudah tak boleh ...

Ternyata kau tercipta memang bukan untukku ...."

"Aduuhh!!! Kata-katanya kena banget pas tertuju ke hatiku!" Aku meminta pak Adi mengganti lagu tersebut karena hatiku langsung menyebut namanya. Daripada dia keselek!

"Nggak suka lagunya ya Mbak Dita?" tanya pak Adi ketika melihatku mengganti lagunya. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan kepalaku kemudian menggantinya dengan sebuah lagu dari kelompok musik EYE dari negeri Jiran Malaysia  berjudul "Satu Nama Tetap Di Hati". Lagu yang tak kalah romantisnya dengan lagu tadi. Akh! Andai yang ada di sebelahku adalah Didi ... mungkin suasananya jadi begitu indah tapi ..
.  Kekasih ... Dimana dirimu? Tak pernah kamu mengingat diriku seperti aku teringat padamu?" bisikku dalam hati sambil memejamkan kedua mataku dan tergambar jelas raut wajahnya dalam ingatanku. Beberapa saat aku terlena dibuai angan namun tiba-tiba suara pak Adi menyadarkanku dari lamunan kemudian membuka mataku. Awalnya kupikir kami sudah sampai di lokasi tapi aku salah! Kami berada di perjalanan, kulihat ke sebelah kiri hamparan laut lepas nan biru dengan deru ombak yang berkejaran indah banget ciptaan Tuhan. 

"Ada apa Pak? Kenapa kita berhenti di sini? Semua baik-baik saja kan?" tanyaku mulai khawatir karena aku harus sampai dengan cepat di lokasi untuk membayar upah tukang karena sebentar lagi mereka pasti sudah berkumpul untuk mengantri nungguin kedatanganku maksudku mereka mengantri menunggu gajian Mereka."

"Ban mobilnya kempes Mbak Dita! Saya akan coba mengganti ban secepatnya." Pak Adi segera turun dari mobil dan mendekatkan ban cadangan bersama peralatan untuk ganti ban. Lima menit berlalu aku mulai gelisah dan turun dari mobil berharap keajaiban akan datang menghadirkan pangeran penyelamat yang biasanya muncul seperti yang ada dalam kisah percintaan di sinetron televisi. Aku masih berdiri di pinggir jalan berpikir mencari ide untuk sampai di lokasi tepat waktu karena aku tak sampai hati bila membiarkan para tukang yang sudah lelah bekerja seharian harus menunggu lama saat akan mengambil sesuatu yang menjadi hak mereka karena keterlambatan ku. Dari kejauhan aku melihat sebuah sepeda motor besar berwarna merah yang meluncur dengan kecepatan tinggi dimana semakin lama ia semakin mendekat ke arah tempat aku berdiri. Tanganku langsung melambai ke arah pengendara motor itu dengan harapan ia mau berhenti dan memberiku tumpangan! Begitu cepatnya ia melaju hingga ia hanya menoleh sekilas padaku dan terus berlalu tanpa berhenti! Beberapa saat aku hanya memandang sepeda motornya dengan perasaan kecewa. Tak kusangka ia berhenti dan memutar kendaraannya dan kini ia sedang menuju ke arahku ....

"Ehm ... Bisa saya menumpang ke arah sana, mobil yang saya tumpangi bannya kempes sedangkan saya harus secepatnya sampai di lokasi yang ingin saya tuju." kataku bertanya sekaligus memberi alasanku meminta tumpangan. Cowok itu hanya mengangguk tanpa bicara. 

"Huh! Sombong banget! Kalau saja aku tidak sedang buru-buru siapa juga yang mau ikut naik sepeda motornya." ucapku kesal dalam hati. Setelah bilang sama pak Adi aku langsung naik sepeda motor bersama dia orang yang tidak kukenal. Ya ampun! Aku baru tersadar kalau aku belum tahu siapa dia, bagaimana kalau ia adalah orang jahat? Angin yang berhembus kencang membawa aroma parfum yang sepertinya kukenal, parfumnya Didi! Apa nggak ada sesuatu yang tidak mengingatkanku pada sosoknya? Sepintas dia memang mirip dengan Didi hanya aku kurang bisa mengamati wajahnya dengan jelas karena ia memakai kacamata hitam di balik kaca helm yang ia kenakan terlebih lagi ia menggunakan jaket Jeansnya, penampilan dirinya cukup memberi kesan pertama cukup berkesan. Tiba-tiba tangan kirinya menarik tangan kiriku dan melingkarkan nya ke pinggangnya aku kaget! Refleks kutarik tanganku namun ia kembali mengulanginya dan kini meletakkan tanganku di pundaknya sama seperti yang biasa dilakukan Didi.. Mungkinkah cowok di depanku ini adalah Didi? Belum lagi terjawab rasa penasaranku aku meminta ia berhenti karena aku sudah sampai di lokasi tujuanku. Ketika aku turun dari sepeda motornya untuk mengucapkan terima kasih tapi ... Aku terperangah tak percaya saat dia membuka helm dan kacamata hitamnya! Didi! Dia menatapku dengan binar indah di matanya sambil tersenyum penuh kemenangan karena berhasil membuatku tak mengenalinya! Kami terdiam dan hanya saling memandang. Awas! Nanti akan aku balas!

"Ehem! Ehem! Buk Dita! Cepetan dong! Kita sudah nungguin Buk Dita dari tadi nih!" Suara engineer dan beberapa tukang yang berdiri dekat kami kompak menyapaku hingga membuat aku tersipu malu.

"Gimana pulangnya? Aku tunggu kamu atau kamu pulang dengan mobil perusahaan?" tanya Didi sebelum aku melangkah menuju tempat pembagian upah tukang.

"Kenapa dia jadi so sweet gini? ....

"Aku mungkin pulangnya habis Maghrib. Kamu duluan saja. Makasih ya." Rasanya hari ini merupakan senja yang paling indah walaupun tanpa pelangi karena ternyata Didi tak lagi marah membuatku juga tak lagi marah padanya. Aku tersenyum sendiri mengingatnya sambil melakukan  pembayaran gaji tukang dengan tersenyum kecil bahagia banget!

INDAH Where stories live. Discover now