Pria itu diam saja tidak terpengaruh. Semua yang dibicarakan Mika tentu sudah menjadi pertimbangannya kala Kaila meminta deklarasi online.

Dan jujur saja kenekatannya kali ini akan merugikan diri sendiri sepenuhnya. Dia mungkin sudah biasa mendapatkan hujatan. Tetapi bagaimana dengan Kaila?

Benar, Kaila tidak akan siap. Apalagi wanita itu kini malah tengah mengandung anaknya. Apakah dia harus meminta Kaila berhenti mengandung saja.

Budi menghela napas. Dia cukup lelah dengan kehebohan yang dibuatnya sendiri.

Andai waktu bisa diputar ulang, dia tidak akan pernah menerima Kaila waktu itu. Tetapi demi tuhan, Kaila sangat menarik perhatiannya.

"Semua bisa saya selesaikan. Saya mohon agar kamu tidak mengganggu Kaila. Saya sendiri yang akan menyembunyikannya. Dan itu tidak akan mempengaruhi hubungan kita." Budi melewati Mika.

Dia harus mengecek keadaan Kaila. Membicarakan wanita itu membuatnya kepikiran. Karena Kaila sedang hamil muda.

Saat sampai di apartement Kaila, Budi tidak menemukan keberadaan wanita itu. Dia mencari ke seluruh sisi apartement.

Budi nyaris berteriak kala melihat tubuh mungil Kaila tergeletak tak berdaya di kamar mandi. Wanita itu meringis menahan sakit.

Di kakinya mengalir darah. Dan Kaila menatap horor hal tersebut.

"Hey, kamu kenapa?" Budi mendekati Kaila.

"Shhh, saya tergelincir pak." Kaila menyentuh bokongnya yang terasa nyeri.

"Ada darah, kita ke rumah sakit ya?" Budi bertanya khawatir.

Kaila tidak menjawab, dia hanya menganggukkan kepala. Sibuk dengan rasa sakitnya membuat Kaila tidak sadar mereka sudah tiba di IGD rumah sakit.

"Ada apa, pak?" Seorang suster membawa kursi roda datang mendekati Budi yang membopong tubuh Kaila.

Kaila di letakkan di kursi dan kemudian dibawa ke ruang penanganan.

"Dia sedang mengandung, tadi tergelincir saat di toilet." Budi menjelaskan singkat.

Suster itu mengangguk paham dan kemudian memberitahu dokter yang baru saja datang. Kaila segera diperiksa oleh sang dokter.

Budi dengan setia menunggu wanitanya diberi penanganan oleh dokter. Tidak lupa dia memanggil aspri beserta ajudannya untuk membantu registrasi Kaila.

"Bapak suami ibu Kaila?" Dokter keluar dari ruang penanganan.

"Iyaa, saya suaminya." Budi menjawab tegas.

"Sebelumnya saya akan memberitahu keadaan ibu Kaila saat ini. Pendarahan yang terjadi cukup serius. Bayi dalam kandungan ibu Kaila tidak bisa lagi diselamatkan. Sehingga harus segera dilakukan operasi untuk pembersihan rahim ibu Kaila untuk menghindari keadaan yang lebih berbahaya." Dokter berbicara dengan prihatin.

Kaila yang mendengar hal itu menitikkan air mata. Tanpa sadar tangannya mengusap perutnya yang masih rata.

"Jalankan yang terbaik untuk Kaila dok." Budi menjawab tegas.

"Baik saya permisi. Silahkan selesaikan registrasi dan operasi akan segera dilaksanakan." Dokter itu pergi meninggalkan Budi.

Budi mendekat pada Kaila yang berbaring di ranjang rumah sakit. Wanita itu menutup wajahnya dan menangis tersedu.

Budi mengusap pelan lengan Kaila. Dia menunduk dan membuka tangan Kaila yang ada di wajah. Kemudian dia cium kening wanita itu cukup lama.

"It doesn't matter. Don't cry." Budi berbisik pelan di tengah pelukannya pada Kaila.

Mendengar kalimat penenang Budi membuat air mata Kaila mengalir semakin deras. Tangannya membawa tubuh Budi kedalam pelukan. Dan dia buang air mata itu di baju Budi.

"Maafkan saya, pak. Saya tidak bisa menjaganya dengan baik. Maafkan saya." Kaila berbicara di tengah tangisnya.

"No, bukan salah kamu. Kamu sudah melakukan yang terbaik dengan bersedia mengandungnya. Hanya saja tuhan belum mengizinkan kamu untuk menjaganya dan melahirkannya. Bukan salah kamu, Kaila." Budi menatap wajah Kaila.

Suara gorden yang dibuka mengalihkan perhatian Budi. Seorang suster datang membawa berkas yang membutuhkan tandatangan persetujuannya.

Setelah menandatangani berkas itu, Kaila dibawa untuk operasi. Budi masih menunggunya hingga operasi berakhir.

Operasi berjalan dengan lancar. Setelahnya Kaila dibawa ke ruang rawat inap VIP.

Proses recovery Kaila cukup cepat. Dia hanya menginap 2 hari. Dan hari ini dia sudah diperbolehkan untuk pulang.

Budi selalu menemaninya. Itu membuat Kaila tidak pernah merasa sendiri.

"Bapak terimakasih." Kaila menyentuh tangan Budi.

Pria itu mengalihkan perhatiannya pada Kaila. Posisi mereka saat ini sedang duduk berdampingan di ruang keluarga dengan Budi yang sibuk pada pekerjaannya. Sedangkan Kaila sibuk menyaksikan tayangan televisi.

Budi tidak menjawab dia menarik Kaila dalam pelukan dan mencium kening wanita itu. "Sudah menjadi tugas saya untuk melindungi kamu, Kaila." Budi berbicara di pucuk kepala Kaila.

Kaila mengurai pelukan demi menatap wajah tampan Budi. Pria itu menaikkan kedua alis bertanya tanpa bersuara.

"Benar apa kata bapak waktu itu. Saya belum siap untuk memiliki bagian dari diri bapak. Tapi pak, saya sangat siap menjadi bagian dari hidup bapak. Saya mohon izinkan saya pak." Kaila memberanikan diri untuk berbicara.

"Apa maksud kamu, Kaila?" Budi sedikit tegang dengan pertanyaan Kaila.

"Jadikan saya istri kedua bapak." Kaila menjawab dengan tegas.



Happy Reading!
Jangan lupa vote dan komennya ;)

Internship with BenefitOnde as histórias ganham vida. Descobre agora