Biya, kamu tahu?

106 10 4
                                    

Tsabiya kaget bukan main ketika bangun dari tidur siang mendapati seseorang membajak dapur rumahnya. Yumna, mama mertua datang berkunjung.

Tsabiya terpaku menatap banyak makanan di atas meja yang mengepulkan asap. Di sudut meja yang lain terdapat banyak kotak bekal makanan.

"Mama?" Perempuan yang dipanggil itu menoleh.

"Tsabiya, kamu terbangun karena Mama berisik ya?" Yumna menghampirinya, memegang kedua tangan Tsabiya penuh perhatian.

"Maaf ya, Tsabiya, tadi Mama bawain makanan terus Mama hangatkan takut basi di perjalanan. Maaf pakai dapur tanpa izin kamu."

"Gapapa, Ma. Mama sama siapa ke sini?"

"Mama diantar Agil." Tsabiya ditarik perlahan untuk duduk di kursi meja makan. Yumna menarik kursi dan duduk lebih dekat dengan menantunya.

"Ada masalah apa? Kenapa balik ke sini sendirian tanpa ngasih tau Mama? Mikael berbuat jahat ke kamu?" Jelas terlihat begitu panik dari cara Yumna bertanya. Lagipula, Yumna pun paham, kebanyakan pasangan baru menikah, ketika bertengkar pasti ingin menjauhi satu sama lain. Maka tidak heran jika Yumna bertanya demikian.

Ada rasa menyesal di hati Tsabiya melihat kekhawatiran mertuanya. Dirinya disayangi seperti anak sendiri.

"Ga ada masalah apa-apa, Ma. Cuma kangen rumah aja. Maaf ya ga sempat ngasih tau, Ma."

"Mikael berbuat salah, ya?"

Tsabiya menggeleng, "Kita baik-baik aja kok, Ma." Tsabiya ingin berbohong dari Yumna tentang keadaan keduanya.

"Tsabiya, mau sampai kapan di sini? Mama takut kalau kalian cuma berdua di sini, kamu hamil besar, Mikael juga ga berpengalaman menjaga orang hamil, Mama perlu ada di samping kamu juga. Kembali ke rumah Mikael, ya?"

"Tsabiya masih rindu tempat ini, Ma."

"Iya gapapa. Tinggal beberapa hari lagi di sini nanti ikut Mikael pulang, ya? setelah melahirkan baru kembali ke sini lagi."

"Banyak hal yang harus Mikael urus di perusahaan, Mama paham Mikael bisa work from home tapi ada baiknya kamu banyak yang jagain."

"Apapun masalah kalian, jangan lari-larian tanpa kejelasan. Semua harus dibicarakan. Hindari hal-hal yang bisa membuat kamu dan Mikael menyesal suatu hari, Tsabiya. Mama percaya kalian bisa mengatasi masalah kalian, kok."

Tsabiya menatap mertuanya. Nasehat ini terasa cukup dalam. Entah kenapa rasanya seperti pesan tersirat agar kegagalan tidak mampir juga di rumah tangga Mikael dan Tsabiya. Meskipun diucapkan dengan nada raut tenang, Tsabiya jadi teringat dengan cerita Mikael ketika ban motor kempes kemarin.

"Ya udah sana lanjut istirahat, Mama cuci kotak bekal dulu."

"Oh ya, Mama dan Agil menginap di sini malam ini boleh kan? berhubung besok minggu, Agil dan Mama berencana kembali besok."

"Boleh Ma, Tsabiya baru aja mau menawarkan menginap juga, hehe."

***

Tsabiya bangun tengah malam saat tidak merasakan tubuh hangat Mikael di sebelahnya. Jika harus jujur, Tsabiya begitu ketergantungan dengan keberadaan Mikael di sekitarnya saat tidur.

Tsabiya keluar dari kamar dan melihat ruang tengah kosong. Agil yang tadinya minta tidur di sofa saja juga tidak ada di sana. Hanya ada bantal dan selimut tergeletak di sana. Tsabiya berjalan pelan menuju pintu depan yang sedikit terbuka, sayup-sayup terdengar suara orang bicara di teras. Semakin dekat semakin jelas dan Tsabiya kenal suara siapa. Setiap ada Agil, keduanya pasti deeptalk. Tsabiya paham, mungkin memang Agil satu-satunya orang yang ada di saat Mikael sulit dan bisa dipercaya sebab pada ibunya sendiri Mikael membuat tembok yang tinggi.

TsabiyaWhere stories live. Discover now