19. Calon Mantu

1.2K 246 16
                                    

Sasa melarang Yaka pulang ke Solo esok harinya. Bukan karena masih kangen, tapi Senin sorenya sepulang kerja ia ingin membuatkan kue untuk Yaka bawa pulang ke Solo. Mendengar tawaran itu, Yaka tentu saja tidak bisa menolak. Untung saja kemarin sebelum mengantar Sasa pulang ke Surabaya, Yaka sempat memasukkan laptopnya ke mobil, jadi dia bisa tetap bekerja dari mana saja. Oleh karena itu, pagi ini ia menawari Sasa untuk mengantarnya kerja, karena ia gabut pagi-pagi di rumah bude. Meski awalnya menolak, namun Sasa mengiyakan juga ajakan tersebut dengan pertimbangan sore nanti ia tidak perlu repot-repot menyetir di tengah kemacetan karena ada Yaka yang menyopirinya.

Yaka menjemput Sasa di depan rumahnya tepat pukul tujuh lebih sepuluh menit, karena jam masuk kerjanya jam sembilan. Yaka menjemput lebih awal karena khawatir macet di jalan nanti, sehingga membuat terlambat. Di depan rumah Sasa, ia melihat motor roda tiga milik tukang galon dan tabung gas persis berhenti di sana. Yaka buru-buru keluar dari mobil karena ia merasa jika mungkin pembelinya adalah Bu Yuni, ibunya Sasa. Benar saja, dari ambang pintu depan ia melihat Bu Yni menggotong tabung gas seorang diri. Yaka buru-buru menyongsong beliau dan menawarkan bantuan.

"Biar saya aja Bu," ucap Yaka pada Bu Yuni seraya merebut tabung gas melon di tangan beliau. Sedikit terkejut karena kemunculannya yang tiba-tiba, Bu Yuni menyerahkan tabung tersebut begitu saja pada Yaka.

"Pagi-pagi udah ke sini, Mas," sapa beliau pada pria tersebut. Ia terlihat memakai pakaian berbeda dari kemarin, tetapi tampak sedikit kedodoran. Mungkin baju tersebut dipinjamnya dari lemari Mas Nugraha, putra sulung Bu Aminah yang memang sedikit lebih berisi dari Yaka.

"Iya, Bu. Mau jemput Mbak Sasa."

"Sasa masih dandan, tuh," ucap Bu Yuni. "Dia selalu lama kalau pakai mekap."

Seraya menyeringai, Yaka menanggapi santai. "Ya ndak apa-apa, Bu, saya rela nunggu kok. Dari pada keburu-buru nanti gambar alisnya tinggi sebelah gimana?"

Pada tukang gas yang baru selesai melayani tetangga sebelah rumah, Bu Yuni berkata, "Mas, elpiji 1, minta yang segelnya rapi."

"Siap, Mi!" jawab tukang galon tersebut. Yaka menyerahkan tabung gas kosong di tangannya, untuk ditukar dengan yang baru. Yaka mendahului Bu Yuni dalam membayar tabung gas itu, namun beliau tampaknya keberatan hingga uang yang sudah beliau siapkan kini dimasukkan dalam kantong celana Yaka dengan paksaan. Tukang galon yang sepertinya sudah langganan itu mengawasi interaksi antara mereka dengan cermat. "Anak lanang e sampeyan, tah Bu? Kok mboten nate ketingal?"

"Calon mantuku iki! Calone Sasa," sahut Bu Yuni dengan menggebu.

"Lho, Mbak Sasa sing ayu iku?" tanya tukang galon mencoba memastikan. Melihat reaksinya, Yaka jadi sedikit patah hati. Memangnya, Sasa terlalu baik untuk jadi pasangannya, kah?

"Kenapa emangnya, Mas?" terdengar sahutan dari arah dalam. Yaka menoleh, Sasa sedang duduk di teras sambil menyiapkan sepatu bertalinya. Dengan sehelai tisu di tangan, ia mengusap bagian yang terlihat berdebu agar kembali bersih. Sepatu yang sama yang dia pakai saat pertama kali bertemu Yaka. "Aku yang ngejar, kok."

Beberapa orang tetangga yang kebetulan ada di luar rumah, entah berdiri di lapak tukang sayur keliling, atau sedang menjemur pakaian di teras rumah masing-masing, tiba-tiba jadi ingin mencari tahu tentang Yaka. Bahkan, terdengar satu ibu-ibu berceletuk, "Alhamdulillah, Mbak Sasa ketemu jodohe."

Orang lain mengatakan, setelah melihat jelas siapa Yaka, "Iku keluargane Bu RT, tho? Kemarin mobil hitam itu parkir di garasinya Bu RT, kok."

"Ngganteng yo? Gedhe dhuwur, gagah. Pinter Mbak Sasa milih bojo, nggak koyok bojoku, pendek, ireng, elek."

Jodoh di Tangan Bu RTWhere stories live. Discover now