15. Tidak Ingin Berpisah

968 217 4
                                    

Sambil menikmati gelato rasa mint chocolate yang mereka makan di dalam mobil Yaka yang terparkir di pelataran stasiun sambil menunggu kereta kepulangan Sasa, pacar Yaka itu masih membaca daftar periksa pranikahnya dengan serius. Yaka sendiri telah menambahkan catatan-catatan kecil versinya di sudut kertas supaya dia tidak lupa. Akad nikah dengan Mbak Sasa dua Idulfitri dari sekarang. Adat Solo Putri. Mahar logam mulia (berapa gram?) dan kalung berlian.

Yaka tidak pernah melakukan taaruf sebelumnya, begitu juga tidak pernah ada yang menawarinya metode ini dalam mencari pasangan. Namun, yang ia lakukan bersama Sasa sekarang bisa dibilang hampir mirip dengan taaruf, kan? Lalu, bagaimana jika nanti Sasa menemukan kekurangannya dari daftar tersebut, kemudian rencana pernikahan mereka dibatalkan? Yaka tidak berani membayangkan sejauh itu.

"Next, kita masuk topik berikutnya yaitu soal finansial." Sasa menyodorkan sesendok gelato dari cangkir kertasnya ke arah Yaka. Sang kekasih menatap sendok tersebut dengan keheranan, namun ia memajukan wajahnya dan menerima suapan tersebut. Sasa tersenyum ketika Yaka tidak menolak. Yaka sebenarnya ingin sekali menyenangkan hati Sasa, hanya saja ia harus ekstra waspada agar tahu batasan diri. "Gaji sebulan?"

"Tergantung project yang aku ambil, tapi minimal 18-an lah. Paling banyak pernah 60 juta, tapi habis itu aku masuk rumah sakit."

Sasa memicingkan mata menatapnya. Biasanya, orang-orang akan antusias mendengar semakin banyak angka yang disebutkan. Namun, calon istri Yaka ini terlihat marah.

"Lain kali jangan maksain diri kayak gitu," gumamnya. "Lagian, punya banyak uang tapi sakit, apa sepadan sama pengorbanannya?"

"Sepadan, kok! Aku bisa melamar Mbak Sasa kapanpun diminta dengan uang itu."

Sasa menyandarkan punggung di kursi kemudian mengigit sendok es krimnya. Sambil melanjutkan coretan di kertasnya, ia mengatakan, "Tapi aku nggak mau punya suami yang sakit-sakitan."

"Siap, Mbak Sasa! Aku akan jaga kesehatan baik-baik mulai sekarang."

Sasa mengerling sejenak, kemudian sendok dari bibirnya kembali dicelupkan ke mangkuk gelato, lalu disodorkan ke depan bibir Yaka. Yaka kini mengerti maksud dibalik upaya Sasa menyuapinya es krim. Dalam hati, Yaka memberi kompensasi pada dirinya sendiri, selama tidak mencium bibir ranum Sasa secara langsung, sepertinya indirect kiss seperti ini tidak apa-apa. Yaka kembali membuka mulut dengan patuh. Sekarang masih jam satu siang, sementara kereta Sasa akan berangkat pukul setengah tiga. Rasanya, Yaka tidak ingin melepas kekasihnya pergi, lalu mereka menjalani hubungan jarak jauh.

"Gajiku setengah dari kamu," gumam Sasa.

"Tiga puluh juta?" Sebuah pukulan ringan mendarat di pundak Yaka.

"Bukan batas atasnya, tapi batas bawah."

"Ooh," Yaka meringis meski pukulan Sasa tidak terasa sakit baginya. "Tapi udah banyak kan itu? Setengah gajiku berarti sembilan jutaan. Hampir dua kali UMR di kota besar."

"Dengan gaji segitu, kamu gimana ngatur uangnya?"

"Sebagian besar aku tabung."

"Buat beli rumah? Mobil?"

"Oh, enggak. Aku belum punya rumah dan mobil yang kita pakai ini mobil bersama milik keluargaku."

Sasa menggumam lirih kemudian mencoret lagi di kertasnya. Pada saat ini, catatan Sasa sudah hampir penuh, sementara milik Nayaka hanya terdiri beberapa poin saja yang penting.

"Kalau gitu, lompat ke nomor empat dulu. Kamu ngasih orang tua nggak?"

"Ngasih. Biasanya 2-3 juta, balik lagi tergantung seberapa banyak yang aku terima bulan itu. Meski sama Mami duit dari aku disimpen, nggak dia pakai karena pensiun Papi masih ada. Katanya nanti mau dipake buat acara unduh mantu di rumah kalau aku nikah."

Jodoh di Tangan Bu RTWhere stories live. Discover now