18. Dia Marah

43 6 0
                                    

Haiii semuanya!!!

Aku update nih. Siapa yang kangen?

Jangan lupa vote dan komen!

Aku sangat mengharap vote dan komen dari kalian. Tolong jangan pelit komen dong!

Kita kawal terus pasangan ini yuk!

Kita kawal terus pasangan ini yuk!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Happy reading...

💗💗💗





"Aku serius. Aku udah nyicil ngelamar kamu di depan Yeye."

Kalimat Renza kemarin masih terngiang-ngiang di pikiran Sasha. Sedari tadi pagi hati gadis itu berbunga-bunga. Sebaris kalimat ajaib itu terasa seperti sebuah mantra penuh makna. Mantra yang menyejukkan jiwa Sasha. Mantra yang mampu mengobati kegelisahan Sasha pada ke-insecure-an dirinya sendiri. Ah, mungkin inilah yang dimaksud banyak kupu-kupu beterbangan di perut seperti di novel-novel.

Sejauh Sasha mengenal Renza lebih dalam. Ada sebuah penilaian bahwa pria galak belum tentu hatinya keras. Buktinya Renza punya sisi kelembutan juga. Sasha semakin terpukau melihat wajah ganteng berhiaskan mata sipit, hidung mancung, pipi tirus dan bibir pink yang menandakan pria itu tidak merokok. Ditambah lagi bahu kecil dan badan agak kurus pemuda itu semakin membuat Sasha paham bahwa tak selamanya yang ganteng itu harus berotot dan berisi. Renza yang agak kurus seperti ini justru punya vibes seperti vokalis band legend Sheila on 7 kesukaannya. Yang lagunya sering Sasha dengar di waktu SD dulu.

Kalau lagi jatuh cinta, Sasha bisa tidak fokus melakukan hal-hal penting. Contohnya seperti sekarang ini. Gadis itu sedari tadi tidak membuka halaman lanjutan dari buku patofisiologi yang dipinjamnya. Fokus matanya hanya tertuju pada Renza yang sedang serius belajar dengan buku dan laptopnya. Cowok itu kalau sedang serius tingkat kegantengannya bertambah dua kali lipat. Apalagi ditambah aksesoris kacamata minus yang bertengger di batang hidung mancungnya.

"Capek," keluh Renza sembari melepas kacamatanya. Cowok itu mengucek matanya sebentar. Lalu kembali menatap laptopnya. Sudah satu jam lebih mereka duduk di kafe dekat kampus. Kafe sejuta umat karena murah meriah di kantong mahasiswa. Tentu saja Sasha yang mengajak Renza ke sini. Sasha lebih suka kafe yang murah meski rasa kopinya pas-pasan. Yang penting ada wifi kencang untuk belajar atau mengerjakan tugas.

"Break bentar, Ren. Dari tadi kamu sepaneng terus."

"Iya, nih. Sampe pusing rasanya."

"Kamu belajar apa, sih?"

Renza terkekeh pelan. "Aku nggak belajar sebenernya. Cuma bikin desain banner buat acaranya anak BEM. Aku lupa nggak bawa iPad. Jadi pakai laptop aja," jelas Renza.

Sasha berdecak heran. "Enak ya jadi orang pinter. Nggak belajar aja udah bisa."

Renza menanggapinya dengan senyuman. Lalu membatin.

Time of Our LifeWhere stories live. Discover now