"Kayla, Kayla, bangun, bangun Kayla," Arghan terus menepuk-nepuk pipi kanan dan kiri gadis itu, namun hal itu membuat Kayla tidak sadar.

"Kamu bawa Kayla ke ruang saya, ada sofa panjang di ruangan saya, kamu bisa baringkan dia situ." Arghan bergerak dengan cepat sesuai arahan Marwah.

"Hei, kamu, tolong antar mereka yah, saya harus menyiapkan air hangat dan mengambil minyak dulu," perintah Marwah pada salah satu murid bimbingannya, yang langsung melaksanakan perintah.

Waktu sudah menunjukkan pukul 18:52 sore, hari semakin gelap, Arghan masih setia menemani gadis itu. "Lo kenapa keras kepala sih Kay?"

"Bisa jangan marah dulu gak?" tanya gadis itu tiba-tiba dengan tatapan dingin membuat Arghan mengurungkan niatnya. Cowok itu kembali merapikan semua barang-barang Kayla.

"Jangan melamun, ganti baju lo, gue anterin pulang, lo mau balik dengan kostum balet itu?" perintah Arghan malah membuat Kayla mendesah tak suka.

"Gak usah antar, gue bisa pulang sendiri," bantah Kayla.

"Oke, gua balik duluan aja entar"

"HA!" spontan kalimat Arghan membuat Kayla malah kaget, sekaligus tidak suka dengan respon itu.

Arghan tersenyum miring semakin mendekati sahabatnya, membuat Kayla sedikit mundur melihat tatapan Arghan yang sepertinya sedang serius sekarang.

"Kenapa?, mau di bujuk, hm?," todongnya membuat gadis itu terdiam membisu.

"Kalau gue bilang, gue yang antarin gak susah bantah, Kay."

Kayla mengangguk takut, seperti ada yang berbeda dari sahabatnya, setau dia Arghan tak pernah seserius ini, apalagi dengan tatapan yang mengintimidasi.

Perlahan-lahan gadis itu mundur, lalu, berlari ke arah ruang ganti untuk mengganti bajunya.

"Ya, udah jauh-jauh sana, gue ganti baju dulu." dengan lambut Kayla mendorong dada bidang cowok itu agar perlahan menjauh, memberikan ruang untuknya bisa beranjak pergi.

Arghan yang melihat itu hanya tersenyum menatap punggung gadis itu menjauh. Lamunannya kembali terganggu saat bunyi notifikasi dari sebuah ponsel terdengar, dirinya berjalan mendekati arah ponsel itu yang terletak di atas meja.

_Papa_

"ANAK KURANG AJAR KAMU.

PULANG SEKARANG!!"

Melihat pesan yang muncul di layar ponsel lewat notifikasi, seperti sebuah hantaman yang menghancurkan, membuat Arghan terdiam. Apa ini yang membuat gadis itu bertahan dengan sikap keras kepalanya?.

Sampai kapan kehancuran itu terbentuk menjadi utuh?.

Kayla cukup sadar apa yang sedang cowok itu lihat, setelah dirinya kambali ke ruangan itu, namun gadis itu masih berdiam di kejauhan menatap Arghan yang sedang memegang ponselnya.

"Sini!"

Dengan tiba-tiba gadis itu sudah mendekat hingga ponsel yang berada di tangan Arghan berpindah dengan cepat kambali ke pemiliknya.

"Kay_"

"Gak usah nanya apa-apa, karena gue gak mau jawab, gue gak mau dengar pertanyaan juga, lo cukup tau dengan apa yang lo lihat."

Belum sempat berbicara Kayla dengan cepat memotong ucapan Arghan. Yah, seperti yang bisa di lihat. Kayla cukup tau, hal itu akan membuat sahabatnya kepikiran, selama ini, cowok itu cuma tau dengan apa yang ia dengar, namun setelah melihat, sepertinya semua tidak baik seperti yang ada dalam pikirannya.

⁠๑⁠˙⁠❥⁠˙⁠๑

"Dari dulu Ranti!, dari dulu kamu memang tidak becus mengurus dia!"

"Kayla itu bukan anak kecil lagi!"

Plak

Plaak

Dua tamparan dengan keras, mendarat dengan cepat di pipi kiri dan kanan, benar-benar membuat wanita itu terjatuh hingga kepalanya terbentur dengan keras ke tembok.

"Sudah gak berguna, penyakitan, hidup macam-macam apa yang kamu jalani RANTI!!"

Ujung bibir yang berdarah, hingga dua vas bunga ikut pecah, akibat emosi yang di luapkan, satu aquarium bahkan ikut di pecahkan, kini membuat kamar itu sudah tak berbentuk, wanita itu terus menangis sesenggukan di bawah kaki suaminya.

"Saya cuma mau kamu memperlakukan mereka dengan baik." Lirihnya dengan tangisan yang tak henti, wanita itu hanya bisa menangis sambil menahan suaranya, tak ingin Zera mendengar pertengkaran mereka, mengingat gadis itu sudah satu jam yang lalu pulang dari tempat les.

Dengan kasar, Carlos malah berjongkok dan mencekik dengan kuat leher istrinya, hingga wanita itu sangat susah untuk bernafas, ia terus bergerak agar bisa sedikit bernafas, namun sayangnya, perlakuan suaminya kini semakin kasar.

"Hapus air mata munafik kamu itu, Ranti." Tekan Carlos dengan nada dingin, hingga dengan kasar ia mendorong tubuh istrinya terlempar jauh, tiba-tiba dengan keras kepala Ranti terbentur di ujung meja, menyebabkan sobekan hingga berdarah.

"Lebih baik kamu mati, daripada hidup tak berguna seperti ini." Ucap pria itu semakin di landa amarah membuat Ranti hanya bisa terisak semakin dalam.

Namun apa?. Apakah wanita itu diam setelah mendapat ucapan itu?. Tidak akan, selagi dalam posisi benar wanita itu tetap membela kedua putrinya.

Arrrrrrgh Carlos gilaaaa!!!

See you readers🥳

SEBELUM BERANJAK KE PART BERIKUT TINGGALIN VOTE!!

PEMAKSAAN 😂🙏

AZHERLIN (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang