04. Kenangan Buruk

24 9 1
                                    

Kembali aku peringatkan rate untuk cerita ini 17+, ya, bukan hanya di part ini, tapi juga beberapa part lain terdapat kata-kata kasar yang aku harap enggak kamu jadikan sebagai contoh untuk berbahasa kasar seperti itu.

Be wise, guys ....

***

Aruna menatap pantulan dirinya di cermin toilet, ia baru selesai membasuh muka dan mengusak kedua matanya yang sempat memanas sehabis menangis.

Dia mendengar beberapa perkataan orang-orang yang secara mendadak membicarakan Kale di perpus tadi, tapi Aruna sengaja membiarkan gosip tersebut menyebar tepat di depan laki-laki itu, sebagai pelajaran untuk Kale ... Biar dia tau rasa, pikirnya.

Ia memejamkan mata sambil menekan pelan kelopak matanya. Sebelum matanya terbuka, Aruna mendengar pintu toilet terbuka, suara langkah kaki terdengar sedikit berlari memasuki bilik air.

Aruna mengerjap, ia menyerngit mendengar suara isak tangis dari salah satu bilik.

Apa, deh, tiba-tiba banget ... manusia, kan? Aruna melihat dari pantulan kaca, terlihat kaki seseorang dibalik pintu yang menapak ke lantai, tanpa sadar membuatnya menghembuskan napas lega.

Merasa sudah selesai dengan kegiatannya, Aruna meraih pouch make up di dalam tote bag dan touch up ditemani isak tangis dari orang di dalam bilik yang terdengar semakin kencang.

"Cowok bajingan!"

Tak siap mendengar teriakan nyaring yang menggema dalam toilet, lip gloss milik Aruna terlepas dari tangannya, menimbulkan suara barang-barang yamg terjatuh. Karena terkejut, Aruna bergerak ceroboh dengan panik mengambil lip gloss yang menggelinding jauh darinya dan malah menyenggol pouch make up.

Aruna dengan malas berjongkok menyusuh kembali barang-barang miliknya yang berhamburan di lantai. "Astaga ...."

Belum selesai ia mengambil semua barangnya, suara pintu bilik yang dibuka membuatnya mendongak, seorang perempuan berdiri dengan kondidi wajah dan rambut yang berantakan. Mereka bertatapan, Aruna terdiam, perempuan itu juga diam sambil menahan tangis yang belum selesai.

Satu lip tint miliknya diambil, Aruna melihat perempuan itu mendekat ke cermin dan meletakkan lip tint di atas wastafel. Ia kemudian membuka keras di sebelahnya lagi, membasuh mukanya berkali-kali dengan asal, isak tangis kecil terdengar ditahan dengan sepenuh tenaga.

Aruna menghela napas, merapikan sebentar isi pouch make up milikya sebelum berdiri dan kembali menghadap cermin, matanya melirik perempuan yang kini sudah selesai dan menarik satu tisu milik Aruna yang masih ada di atas wastafel. Lalu, lip tint miliknya juga dioleskan secara perlahan mewarnai bibir pucat perempuan berwajah seperti boneka itu.

"Nih, terima kasih," katanya.

Aruna menatap lip tint yang disodorkan perempuan itu. Tanpa berniat mengambil, Aruna menggeleng. "Buat lo aja."

Perempuan itu kembali terdiam. Selang beberapa detik, ia mengangguk.

"Maaf, tadi lo kaget, kan?"

Aruna berdehem. "Iya, nggak apa-apa."

"Eh, bentar, lo ... oh! Lo si ansos, kan?" Suaranya kembali terdengar menggema di toilet.

"Masih mau? Kalau nggak, gue bawa lagi." Tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan, Aruna menunjuk tisu miliknya.

Perempuan itu mengerjap. "Eh ... oh, udah nggak. Thanks juga buat tisunya."

Aruna mengangguk, diambilnya tisu tersebut dan dimasukkan ke dalam tote bag, tanpa berpamitan, ia berbalik dan keluar dari toilet.

Nestapa Asmaraloka [ HIATUS ]Where stories live. Discover now