03. The Photo

13 2 0
                                    

Happy reading ♥

••••••

"Mas pesawat kita take off jam berapa?"

Suara lantang dan derap langkah sepatu menggema ke seluruh ruangan yang luas ini. Beberapa pria yang sedang mengobrol kompak menolehkan kepala mereka ke sumber suara. Itu Cio menuruni Tangga menghampiri sang manager yang sedang mengobrol bersama asisten dan para penjaga.

"Jam 7 malem, lo tenang aja semuanya udah gue siapin." Ucap pria yang memiliki senyum manis dengan sudut bibir yang mencuat naik. Manager yang sudah menemaninya sejak awal Cio melangkah ke dunia permodelan. "Semuanya udah siap, nanti kita tinggal berangkat."

Aura berbeda begitu tampak saat keduanya bersanding. Sendy benar-benar memiliki aura bak malaikat yang memberikan kebahagiaan dan ketulusan pada sekitarnya. Berbeda dengan Cio yang bisa membuat siapapun tunduk dan menyanjung namanya.

Cio hanya mengganguk santai, "masih lama, kan? Gue pergi dulu ya, mas. Ingat, jangan pernah lo berani naek ke atas tanpa izin. Temen lo lagi istirahat. Jangan di ganggu." Ucapnya sambil berlalu begitu saja.

Tak ada jawaban dari mulut Sendy.

"Jangan telat!" Pria yang memakai kaos hitam itu menatap tak minat saat Cio pergi meninggalkan mereka. Sendy beralih melirik para penjaga yang juga diam memperhatikannya dengan lekat. "Kenapa? Gue cuma mau ambil minum ke belakang. " Ujar Sendy karena merasa di mata-matai oleh mereka. "Ngapain masih di sini? Udah balik kerja." Titahnya.

Ya, selain menjadi manager Cio, Sendy juga berteman sejak kecil dengan Ken Benedicto kakak dari Cio. Bahkan menjadi manager Cio pun atas permintaan Ken dan sang tuan besar yang tak mempercayai orang lain untuk berada di sekitar putra bungsunya. Terlebih lagi ayah Sendy semasa hidup mengabdi dan berhubungan baik dengan keluarga yang memiliki sejuta rahasia ini.

Saat penjagaan lengah, Sendy berjalan menaiki tangga menuju kamar Utama nomor 1 tanpa peduli CCTV mengintainya. Menekan nomor yang muncul di pintu tersebut. Sendy tak kesulitan dan tak canggung. Ken memberinya akses yang tidak di berikan Cio.

Sang pemilik kamar menoleh ke arah pintu dengan tenang. Wajah tampan yang banyak di sembunyikan itu menatap Sendy penuh antusias. Sendy menyelinap masuk, tersenyum sarat makna dan menggerakkan kepalanya kesamping memberi sebuah isyarat pada Ken yang masih terduduk di kursi rodanya.

Tatapan tajam dan senyum tipisnya menjadi jawaban dari isyarat yang di berikan Sendy.

*****

Di sisi lain, Cio kini telah bersama beberapa pria yang berumur tak jauh darinya. Namun kehadiran sosok wanita cantik yang mengambil posisi di samping Cio membuat teman-temannya menaikan alis mereka.

"Kalian?" Seseorang bertubuh tinggi atletis dengan wajah tampan dan telinga perinya menggantungkan ucapannya.

Cio mengerti. Dia menggelengkan kepala seraya menyesap minuman yang tersedia di meja. "Nggak ada. Gak usah mikir aneh-aneh, dia kesini gue minta bang."

"Oh."

"By the way, gue kesini gak cuma-cuma."

Salah satu pria yang tak terlalu tinggi itu mengangguk faham. "Of course. Gak mungkin lo datang nggak bawa kabar berita."

"Betul!" Sepertinya dari sahutan keras mereka kita bisa menyimpulkan kalau mereka teman yang sangat dekat karena 4 pria di sana sudah sangat hafal dengan segala tingkah Cio, apalagi pria tinggi bertelinga peri—Loui, dan yang tak terlalu tinggi di sampingnya, Dhya.

Cio tertawa kecil. Matanya membentuk bulan sabit dan mulutnya yang tak lebar itu membuatnya terlihat sangat menggemaskan. Wajah manis yang penuh tipuan.

THERE'S NO IN BETWEEN, BENECIO.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang