Kaila semakin merasa bersalah. Pria di hadapannya ini sangat mampu memprovokasinya. Dia jadi semakin bingung dibuatnya.

"Sa-ya sa-ya." Kaila berusaha menangis di tengah ucapannya.

Budi menarik Kaila dalam pelukannya. Dia mengelus kepala wanita yang menangis sesenggukan di dalam rengkuhan lengan besarnya.

"Sa-ya tidak bermaksud seperti itu, pak. Sa-ya tidak ingin menyakiti bapak." Sungguh Kaila sangat sadar dengan ucapannya.

Ucapan yang berbeda dari sumpahnya beberapa bulan yang lalu. Dimana dia menyumpahi akan menyakiti jiwa pria itu hanya untuk membalaskan dendamnya.

Budi menganggukkan kepala. Dia menyetujui ucapan wanita dalam pelukannya. Karena selama bersama Kaila memang dia tidak pernah merasakan wanita itu menyakitinya.

Pria itu melerai pelukannya. Dia menatap wajah ayu yang kini dihiasi oleh air mata di pipi.

Budi menangkupkan kedua telapak tangannya di pipi Kaila. Satu kecupan ringan jatuh di bibir wanita itu. Ibu jarinya mengusap air mata yang jatuh membasahi pipi.

"Keluar yuk." Budi menerbitkan senyum cerah.

"Bajuan dulu dong, pak!" Kaila memukul lengan Budi.

"Gausah, kamu cantik seperti ini. Buat saya pengen terus menenggelamkan wajah saya diantara payudara kamu. Dan menaruh tangan saya di inti kewanitaanmu" Budi menggoda Kaila secara vulgar.

"Bapaaak!" Kaila lari terbirit ke kamarnya.

Wanita itu mengunci rapat pintu kamarnya. Dia tidak membiarkan Budi memasuki kamarnya. Bahkan dia menyuruh pria itu menggunakan kamar mandi luar untuk membersihkan diri dan berpakaian.

Beberapa saat kemudian Kaila sudah siap dengan dirinya. Dia keluar dari kamar menggunakan midi dress tanpa lengan berwarna hitam. Panjangnya hanya diatas lutut sehingga menampakkan kaki jenjang Kaila yang putih dan mulus. Sedangkan alas kakinya dia gunakan heels 10 centimeter berwarna senada dengan outfit nya.

Budi tersenyum melihat penampilannya. Air mata wanita itu sudah tidak ada. Bahkan mata bengkaknya juga sudah diminimalisir dengan riasan.

"Yuk." Budi menggandeng tangan Kaila.

Tim ajudan beserta asprinya sudah siap di lobby. Pria itu berencana membawa Kaila jalan ke Mall. Dia tidak lagi mempedulikan bahwa kegiatan mereka akan memicu gosip.

"Pak, saya mohon jangan nekat. Ini akan berpengaruh bukan hanya pada bapak tapi juga seluruh keluarga serta karyawan bapak di perusahaan." Taksa kembali memperingatkan saat Budi akan masuk mobil.

"Biarkan saja. Saya memang ingin memanfaatkan Kaila untuk lepas dari Mika." Budi menjawab sembari tubuhnya memasuki mobil.

Kaila tidak mendengar sama sekali obrolan 2 pria di luar mobil itu. Dia hanya mendengar namanya dan nama Mika disebut oleh Budi. Tetapi karena tadi sebelum keluar apartement dia sudah bersumpah tidak akan mengungkit masalah itu, dia tahan diri untuk tidak bertanya.

Mobil melaju. Kaila sudah tidak sabar. Semenjak selesai hubungan dengan Budi, dia tidak pernah lagi pergi ke mall. Biasanya dia akan memesan sesuatu secara online karena terlalu malas bertemu banyak orang.

Setelah sampai, mereka turun di lobby. Beberapa orang menyaksikan terkejut pada tangan Budi yang melingkari pinggang Kaila.

Kepergian mereka ke ruang publik seperti mall ini menjadi aktifitas deklarasi secara tidak langsung. Dengan berani Budi membuktikan rumor dirinya yang mempunyai seorang simpanan tanpa mempedulikan elektabilitas dirinya dan partai akan merosot jauh.

Tidak masalah, pemilu masih lama. Ada tim PR dan tim Kampanye yang nantinya akan mengurus citra partai. Sedangkan citra dirinya sendiri, dia akan meminta Kaila yang mengurusnya.

Budi sangat pasrah dengan takdirnya di dunia politik. Meskipun terhitung sudah 3 kali dia memenangkan pileg DPR RI, tetapi partai masih menginginkan dirinya untuk terus berada di Senayan.

Dia memang tidak keberatan. Toh juga menyenangkan bekerja mewakili rakyat. Tetapi mungkinkah dia akan tetap diajukan setelah skandal perselingkuhannya terungkap. Budi sendiri juga tidak yakin dengan hal itu.

"Pak, saya pengen gelato." Kaila meremas pelan lengan Budi.

"Okee." Budi mengarahkan langkah mereka menuju salah satu gerai penjual gelato.

Kaila menunjuk beberapa rasa yang ingin dia coba. Bahkan dia sampai menggigit bibir bawahnya karena tidak sabar untuk mencicipi.

"Jangan terlalu banyak, kita belum makan malam." Budi memperingatkan Kaila yang tidak berhenti menunjuk kaca etalase.

Kaila cemberut. Dia sudah seperti anak kecil yang tidak diperbolehkan makan es krim.

Selesai dari gerai gelato, mereka menuju restoran yang ada di mall untuk makan. Kaila memilih resto bertema chinese karena ingin makan dimsum.

Benar saja, saat di resto wanita itu sudah kekenyangan karena makan gelato terlalu banyak. Budi mengomel cukup lama karena akhirnya Kaila hanya memesan dimsum 2 jenis.

"Bapak kenapa sih kayak cewek lagi PMS aja, daritadi ngomong nggak pakai berenti." Kaila mencebikkan bibir.

"Saya ini cuma memberitahu, Kaila. Nyatanya apa yang saya ucapkan benar kan? Kamu kekenyangan dan nggak bisa makan lagi. Padahal kamu punya riwayat sakit lambung." Budi menghela napasnya.

Setelahnya Kaila tidak menanggapi lagi, dia menghabiskan dimsum nya. Budi dengan telaten meminta asprinya untuk memesan take away. Nanti malam pasti Kaila akan kelaparan.

Selesai makan mereka melanjutkan safari di mall. Budi membawa Kaila berbelanja banyak hal. Mulai dari perhiasan, outfit, hingga kebutuhan rumah.

Tentu saja Kaila senang diperlakukan seperti itu. Memang hal itu yang diinginkannya. Di gandeng secara terbuka di ruang publik, berbelanja kebutuhan, dan berlagak selayaknya suami istri.

Tetapi dalam hati dia kembali bertanya. Sekarang ini hubungan apa yang mereka jalani?











Gimana? Semakin ruwet ya ceritanya?
Gapapa itu tandanya akan segera tamat, xixi.

Nanti kalau udah tamat nulis cerita baru gak ya? Kira-kira enaknya nulis tema apalagi nih? Atau penasaran kisah tokohnya siapa? Mika? Taksa? Atau Dewi?

Internship with BenefitWhere stories live. Discover now